Sunday, November 29, 2009

Tragedi di Dalam Angkot

Yang namanya copet memang banyak akalnya dan bisa beroperasi di mana aja di angkot sekalipun. Selama dua bulan pindah kantor ke Cibubur dan jadi pelanggan setia angkot, saya mencatat dua tragedi kecopetan.

Yang pertama sekitar pertengahan bulan lalu, pulang kerja sekitar jam setengah enam sore, naik angkot jurusan Cileungsi-Kp. Rambutan dari Cibubur Junction. Penumpang dalam angkot cuma empat orang, termasuk saya, semuanya perempuan. Tiba-tiba mbak-mbak yang duduk tepat di belakang sopir panik sambil mengaduk-aduk tasnya. Dengan raut wajah bingung dan menahan tangis, si mbak tadi bilang dia kecopetan, hp dan dompetnya raib. Menurut ceritanya, disebelahnya tadi duduk seorang lelaki yang sibuk buka tutup jendela angkot. Setelah lelaki itu turun, hp dan dompetnya lenyap dari dalam tas.

Yang kedua, pengalaman teman sekantor hari ini yang berhasil lolos dari upaya pencopetan di angkot jurusan Kranggan-Kp Rambutan.. Ia berhasil menyelamatkan hp dan dompetnya yang sedang "diakali" seorang lelaki yang duduk mepet-mepet di sampingnya, padahal tempat duduk di angkot pagi tadi, kata teman saya, masih relatif kosong (jadi, ngapain juga duduk mepet mepet ke orang). Hampir sama modusnya dengan kasus pencopetan pertama, si "tangan jahil" tadi berpura-pura sibuk buka tutup jendela angkot, mengalihkan perhatian orang, sementara tangannya yang satu lagi (biasanya ditutupi tas atau koran) beroperasi ke tas teman saya itu.Teman saya merasa ada yang janggal dengan tasnya dan memergoki tangan si pencopet itu sedang berusaha menarik tali tempat hp-nya. Alhamdulillah, tindakan kriminal itu gagal dan seluruh isi tas teman saya masih lengkap dan utuh.

Saya jadi inget pengalaman sendiri beberapa tahun lalu, waktu naik angkot jurusan pasar minggu-Kp Melayu. Di dalam angkot yang relatif full penumpang, seorang lelaki yang duduk di depan saya minta tolong pada saya untuk membukakan jendela di belakang saya, gerah katanya. Tanpa curiga saya buka jendela. Untung jendelanya gampang dibuka dan saat itulah saya melihat tangan lelaki yang duduk di samping saya, mengambil hp yang saya simpan di bagian depan kantung tas saya. Kaget bercampur bingung, sudah pasti sampai saya sadar bahwa ada komplotan pencopet di angkot yang saya tumpangi. "Gila bener nih, copet. Tauk aja dimana gue nyimpen hp, secara tas yang gue pake banyak kantongnya di bagian depannya," dalem hati dengan perasaan mangkel dan setengah ngeri, takut komplotan copet itu nekad karena kepergok nyopet.

Dengan sok berani, saya cuma melototin tuh copet, sementara si copet melengos. Padahal mah, kalo dicopet juga saya enggak rugi-rugi amat, soalnya itu hp udah jadul dan jeleeek banget, baterenya juga sudah drop. Kalo dicopet, jadi dapet alesan buat beli yang baru ... hehehe. (btw, mungkin si copet tahu juga, hp gue hape jelek yang kalo dijual enggak ada harganya, jadi begitu kepergok langsung dia lepas tuh hp )

Anyway, Alhamdulillah hp jadul itu selamat dan saya juga selamat, karena tim pencopet itu turun begitu aksinya gatot (gagal total). Buat yang sering naek angkot, hati-hati kalo ada orang yang mencurigakan duduk mepet-mepet deket kita, trus pura-pura minta bukain jendela, baca koran dengan posisi ribet atau ada penumpang yang tiba-tiba heboh muntah atau ribut di dalam angkot. Itu semua kemungkinan besar modus operasi para pencopet untuk mengalihkan perhatian calon korbannya. Salam angkot-ers dan waspadalah ...!

Tuesday, November 17, 2009

Waktu Subuh Melindungi ... Terima Kasih Allah ...

menjelang adzan subuh ... tiba-tiba mendengar suara gaduh dan panik di luar kamar  "bangun ...! bangun ...! kebakaran ....!!!".

What! kebakaran ?!  terlonjak kaget dan langsung lompat dari tempat tidur. melongok dari jendela keluar rumah dan melihat nyala api di lampu jalanan yang berdempetan dengan tiang listrik persis di samping pager rumah.

Astagfirullahaladzim ... kenapa lagi sih, padahal baru dua hari yang lalu orang PLN ngebetulin itu lampu.

dengan satu gerakan reflek, sekring lampu rumah langsung diturunin. gelap gulita. adzan subuh sudah terdengar. nyari jilbab di tengah kegelapan. ngumpulin alat komunikasi sambil mikir letak tas berisi surat-surat penting yang musti diselamatkan lebih dulu jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

muter nomor telpon 108, nanya dinas kebakaran. petugasnya bilang, telpon 113 buat dinas kebakaran. okeh!

muter nomer 113 .... ampyun... gak ada yang ngangkat.

lari ke kamar, ngambil buku notes kecil di tas, karena disitu ada nomor telpon PLN yang kemarin dihubungi. Nah, ini dia nomernya ....

tut ... tut ... tut ... nunggu telpon diangkat.

"halo, pagi ....."

"pagi pak .... PLN yah, mo ngadu pak. ada kebakaran. ehh .. maksudnya ... mau ngasih tahu pak, lampu jalanan di deket rumah saya ... (nyebutin lokasinya) kebakar ... " jadi ikut panik.

"mbak, coba telp ke 781 XXXXX ..." jawab petugas PLN kalem.

"hahh?!!! ... oh, baiklahhh .... " sambil nyatet nomornya. di luar, api di lampu jalan masih nyala ...

muter nomor lagi. tut .... tut .... tut .... gak ada yang ngangkat. puter lagi ... gak ada yang ngangkat ... puter lagi gak ada yang ngangkat .... innalillahi ... pada kemana sih orang-orang bagian layanan pengaduan .... sambil berdoa dalem hati, semoga apinya gak membesar ....

20 menit berlalu ...

walhasil .... sampe nyala api di lampu jalan itu mati sendiri, telp pengaduan enggak ada yang ngangkat juga. yah sutralah ... alhamdulillah ... Allah Swt masih melindungi. apinya padam sendiri, enggak merembet kemana-mana.

Masih was-was dan penasaran. Paginya, coba menghubungi PLN lagi ... saya ceritakan duduk perkaranya, kali ini dengan suara lebih tenang. Dan si petugas PLN bilang, "kalo soal lampu jalanan itu soal orang PU buu.... coba deh ibu hubungi dinas PU (pekerjaan umum) kelurahan atau kecamatan yah ..."

"ohhh, gitu yah ... baiklaahhh," jawab saya.

Meletakkan ganggang telepon sambil tarik napas. langsung kebayang bakal berurusan dengan birokrasi yang lemot dan bertele-tele, secara pernah pengalaman ngadepin orang birokrasi yang suka mem-ping-pong orang kalau rakyat ngadu ada persoalan. Duh .... enggak banget deh ah ...

Sekarang mo berangkat kerja dulu ... ntar siang mau coba menghubungi orang PU, pengen tahu, bakal direspon apa enggak, masih lemot dan bertele-tele apa enggak ya .........

Monday, November 16, 2009

[Bukan Cuma] Emak Ingin Naik Haji


Terprovokasi dengan acungan jempol teman-teman di fb buat film Emak Ingin Naik Haji (EINH), akhir pekan kemarin saya menyempatkan diri nonton film ini. Meski sebenarnya Sabtu itu kepengennya nonton 2012, tapi apa daya semua jam dan hampir semua bioskop penuh semua.


Kembali ke film EINH, tidak banyak catatan yang ingin saya tulis tentang film ini. Satu-satunya yang membuat film ini istimewa cuma ide ceritanya, yang diangkat dari cerpen penulis kondang  Asma Nadia. Selebihnya, dari sisi sinematografi, biasa-biasa saja, hampir samalah kalau saya nonton film macam FTV di televisi.

Saya belum pernah membaca cerpennya, tapi visualisasinya yang ditampilkan di layar lebar cukup membuat siapa pun yang menyaksikan film ini tersentuh melihat semangat seorang
ibu penjual kue, yang penghasilannya tak seberapa, untuk bisa menunaikan rukun Islam yang kelima itu.

EINH adalah sindiran halus buat kita. Kita yang mungkin karena memiliki kelebihan uang, bisa berangkat haji berkali-kali, bahkan setiap tahun. Entah itu untuk haji besar atau haji ke
cil (umroh). Termasuk kita, yang mungkin sebenarnya sudah mampu dari sisi finansial, tapi belum juga berniat menunaikan ibadah haji dan lebih memilih menghabiskan kelebihan uang itu untuk sekedar berwisata ke luar negeri, tapi bukan untuk beribadah ke tanah suci. Sementara, banyak orang-orang seperti emak dalam EINH, yang begitu rindu dengan tanah suci tapi belum bisa berangkat karena keterbatasan biaya.

Menyaksikan film ini, membuat saya bersyukur karena Allah Swt telah memberikan kesempatan, bahkan kemudahan bagi untuk menunaikan ibadah haji meski dengan status Abidin a
lias "atas biaya dinas". Mengalami sendiri bagaimana menjalankan haji di tanah suci dengan segala suka dukanya, sulit dipungkiri ada rasa rindu untuk selalu kembali ke sana dan saya memaklumi jika mereka yang mampu sampai berkali-kali ke tanah suci untuk melepas kerinduan itu. Kerinduan emak (EINH) adalah kerinduan saya juga dan banyak orang-orang seperti emak. Tapi saya tidak tahu, jika saya pada posisi emak, apakah saya bisa seperti emak, yang rela memberikan tabungan hajinya yang ia kumpulkan dengan susah payah untuk pengobatan cucunya yang sedang sakit.

EINH menyampaikan pesan penting tentang mak
na ibadah haji yang sesungguhnya, yaitu ketaqwaan, kesabaran dan jiwa sosial. Makna yang kadang luput dari perhatian kita, yang sudah menunaikan ibadah haji atau kita yang begitu rindu tanah suci tapi belum terwujud karena keterbatasan dana.



Dalam sebuah artikel tentang haji yang ditulis oleh H. Tutty Alawiyah AS, ustadzah kondang itu mengutip kisah seorang haji bernama Abdullah Al-Jauhary yang tahun itu sedang menunaikan ibadah haji. Saat wukuf di Arafah, Abdullah tertidur dan bermimpi melihat dua orang malaikat yang turun dari langit.

Salah satu malaikat bertanya, "Berapa banyak orang yang wukuf di Arafah tahun ini?". Malaikat yang satunya menjawab,"Hampir 600.000 ribu orang, tapi wukuf mereka tidak diterima semua kecuali enam orang saja dan setiap orang telah membebaskan hak setiap 100.000 orang."

Abdullah terbangun dan merenungkan mimpinya itu. Ia bertanya-tanya siapa enam orang yang diterima wukufnya dan menjadi haji mambrur itu. Seorang jamaah di Masjidil Haram mengatakan padanya, bahwa salah satu dari enam orang yang ia cari itu bernama Ibnu Muaffaq dan tinggal di Yaman.

Ibnu Muaffaq ternyata orang kaya yang hampir setiap tahun pergi haji tapi tidak pernah puas. Tahun itu, ketika akan berangkat ke tanah suci, mendadak istrinya yang hamil jatuh sakit dan meminta sekerat daging yang sulit dicari pada malam itu.

Di saat kebingungan, Ibnu Muaffaq mencium bau harum rebusan daging. Ia mendatangi arah bau harum itu dan mendapati seorang tua dan beberapa anak yatim sedang menunggui rebusan daging tersebut. Ibnu Muaffaq menceritakan keinginan istrinya pada orang tua itu, tapi orang tua mengatakan bahwa haram bagi istrinya makan daging yang menjadi hak anak-anak yatim itu. Ibnu Muaffaq pun dipersilakan pulang. Tapi ketika sampai di rumah, ia mendapati istrinya sudah sembuh.

Melihat kesembuhan istrinya, Ibnu Muaffaq tergugah hatinya dan memutuskan untuk menyerahkan seluruh perbekalan hajinya pada orang tua dan anak-anak yatim yang semalam ditemuinya. Allah Swt meridhai apa yang dilakukan Ibnu Muaffaq dan meski ia tidak jadi berhaji, Allah mencatat niatnya dan menjadikannya haji yang mambrur.

Betapa indahnya, jika apa yang dilakukan Ibnu Muaffaq ini dicontoh oleh mereka yang mampu dan sudah berkali-kali pergi haji dan biaya hajinya digunakan untuk menghajikan mereka yang tidak mampu. Karena tidak banyak orang miskin yang seberuntung emak dalam EINH, yang akhirnya mendapatkan hadiah berangkat haji karena nazar tetangganya yang kaya, yang selamat saat melahirkan.

“Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaika La syarika laka labbaik. Innal hamda wa nikmata laka wal-mulka laa syarii kalak.”

(Aku datang ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku datang, dan Kau tidak memiliki tandingan, dan aku penuhi panggilan-Mu. Segala pujii dan segala nikmat adalah milik-Mu dan juga segala kekuasaan adalah milik-Mu. Kau tidak memiliki tandingan).


note: buat "pak haji" makasih yah udah ditemenin (dibayarin lagi) nonton ...