Saturday, November 27, 2010

Merapi, Cerita Dibalik Layar


All my bags are packed, i am ready to go, sembari menutup resleting laptop yang bakal di bawa besok.  Ya, hari Senin (15 November 2010) saya
akhirnya jadi berangkat buat menjalankan amanah dari MP4 Palestine menjadi relawan traumatic healing anak-anak korban letusan gunung Merapi yang berada di pengungsian, bersama Kak Nop Nop.

Sebelum berangkat  keesokan harinya, rasanya sudah di check dan recheck
tidak ada barang yang tertinggal. Baru sadar di tengah jalan menuju meeting point deket Kampung Rambutan  bahwa charger laptop ketinggalan. Pantesan ... tas laptop koq tumben agak ringan yah, tapi waktu masih di rumah gak curiga ada yang ketinggalan. Walhasil, telpon ke rumah, minta tetangga pake motor nganterin charger laptop. Untungnya, Pak Maryadi yang bakal nganterin berbaik hati mau nungguin itu charger laptop datang ... tengkyu ya Pak ...



Alhamdulilllah hati pun tenang karena si charger sudah ditangan. Perjalanan hari itupun lancar sampai ke base camp relawan di Solo.
Tapi emang dasar pelupa kali yah. Ternyata ada barang kecil, yang
kelihatannya sepele tapi sangat penting, juga ketinggalan. Sisir !
Ironisnya, Nop Nop--kepala suku di MP4P--juga enggak bawa sisir. Katanya sih dia sengaja gak bawa sisir karena jemang arang nyisir. Jadilah selama
lima hari nyisir seadanya pake lima jari. Pertolongan baru datang ketika Lulu dan dedek Bilqis nyusul ke Solo dan membawakan kami sisir. So, baru hari Sabtu saya bisa nyisir dengan layak. Rasanya jadi pengen nyisir mulu ...




Selain insiden sisir dan charger. Insiden lainnya adalah pop mie. Jadi
ceritanya, buat antisipasi kalau laper di malam hari (karena seringkali baru tidur lewat tengah malam, buat persiapan ke pengungsian besok atau cuma ngobrol ngalor ngidul sama Nop Nop) saya beli pop mie. Suatu malam, karena agak laper,  saya seduh pop mie. Semua bumbu sudah masuk. Tapi begitu dimakan, rasanya koq aneh yah, enggak seenak yang pernah saya makan dulu.



Menghibur diri, saya mikir mungkin rasa pop mienya beda, jadi rasanya rada aneh. Tapi, ketika pop mie dalam kemasan sudah setengah saya lahap,
garpu plastik yang gunakan terasa menyentuh benda aneh di dalam kuahnya.  Apaan yah ? sambil saya aduk-aduk untuk mencari benda itu. Begitu ke angkat, benda itu adalah..... bungkusan bumbu minyaknya yang terrnyata keselip di dalem. Pantesan rasa pop mienya rada anyep, lah wong bumbu utamanya ketinggalan di dalem, masih dalam bungkusan plastik kecil ... mau dimasukin juga tanggung, pop mie nya dah mau abis, lanjutkan sajalah makannya ...



Sebetulnya masih ada cerita-cerita "kocak" lainnya selama seminggu jadi
relawan pengungsian Merapi. Tapi maaf gak bisa di-share di sini. Termasuk proses membantu penerjemahan yang rada unik. Di hari terakhir, saya membantu salah seorang dokter relawan, ceritanya jadi interpreter. Tapi nyatanya, saya juga butuh penerjemah, penerjemah bahasa Jawa karena saya enggak bisa bahasa Jawa, sementara ada pasien, umumnya yang lansia gak bisa bahasa Indonesia. Jadi, dari bahasa Jawa diterjemahkan ke bahasa Indonesia, baru diterjemahkan lagi ke bahasa Inggris biar dokternya ngerti ...


Tapi pengalaman seminggu bersama anak-anak dan para pengungsi Merapi sungguh berkesan. Makin banyak belajar tentang kehidupan, bertemu orang-orang baru yang menjadi sahabat-sahabat baru, membuat saya se
lalu teringat mereka dan mulai berpikir untuk jadi relawan profesional, ikut UNHCR (badan urusan pengungsi PBB)  misalnya .... bisa gak yah ....



Thursday, November 11, 2010

"Pagi-Pagi Makan Sayur Lodeh, Salaman Dweeehh ..."


Tapi begitu melihat berita di Metro TV dinihari, Jumat (12/11) tadi, saya jadi tergelitik untuk sekedar menulis catatan ini. Tadinya sih enggak pengen banget deh ikut ngomentarin soal insiden salaman Menkominfo Pak Tifatul dengan Michele Obama yang ramai dipergunjingkan di jagat maya.

Tayangan berita Metro TV menyebutkan bahwa "insiden salaman" itu ternyata menjadi pemberitaan seru di tv-tv AS dan sudah pasti menjadi bahan olok-olokan di sana. Metro TV juga menampilkan seorang,  saya lupa apa dia anchor tv atau salah satu satu tokoh masyarakat di AS, mengolok-olok Menkominfo Indonesia atas insiden salaman itu di televisi dan setiap orang itu bicara disambut gelak tawa. Seolah insiden salaman Tifatul dengan Michele Obama adalah sebuah bahan lawakan yang amat sangat lucu.(Srimulat ajah kalah lucu kali ...)

Yang lebih seru lagi, sebuah tv AS, masih menurut pemberitaan Metro TV, menjadikan "insiden salaman" yang tertangkap kamera itu sebagai "gambar terbaik" atau the best of the best (Lebay banget deh !)

Melihat berita itu, sebagai orang Indonesia (tanpa bermaksud membela Tifatul loh ya) saya koq sebel banget yah. Kurang ajar betul orang-orang itu, udah presidennya bikin susah di sini,  terus dengan arogannya menjadikan  "insiden salaman" itu sebagai bahan olok-olokan (yang menurut saya, mereka sebenarnya ingin menertawakan Indonesia). Ah, sungguh menyebalkan  ....

Di sisi lain, saya koq merasa (apa saya yang terlalu perasa yah ... ) tv-tv AS itu sebenarnya ingin mencela Islam. Secara gitu loh, pak Tiffatul adalah tokoh dari partai Islam yang dikenal taat menjalankan syariat Islam, termasuk dalam masalah salaman antara lelaki dan perempuan. Tahu sendiri lah, di Amerika sono, meski ngakunya sebagai negara demokrasi dan menghormati kebebasan, mayoritas warganya dan para politisinya masih mengidap penyakit Islamofobia akut.

Well, alih-alih Indonesia dapat untung atas kedatangan Obama, malah jadi buntung, karena "insiden salaman" pak menteri yang dikenal suka berpantun itu. Menyedihkan banget gak sih ...

Tapi tetap ada hikmah dibalik sebuah peristiwa buruk. Pelajaran yang mungkin bisa kita (tepatnya saya) ambil adalah bahwa kita sebagai bangsa (utamanya Muslim) memang harus punya wibawa, tegas dalam menghadapi "gaya AS." Lebih dari itu, jika kita sudah meyakini sesuatu, adalah tanggung jawab kita untuk menjaga konsistensinya. Dalam kasus Pak Tif, jika selama ini memegang prinsip untuk tidak saling bersentuhan tangan saat salaman dengan yang bukan muhrim, yang mestinya konsisten. Tapi Pak Tif manusia juga yang bisa khilaf, kelewat grogi kali yah saat Michele mengulurkan tangan.

Eh, tapi, saya jadi inget sebuah foto ketika Presiden Ahmadinejad datang ke Indonesia. Beliau dengan anggun cuma membungkukkan badan sedikit, ketika seorang perempuan mengulurkan tangan untuk bersalaman. Apa boleh dalam hal salaman pun, sepertinya kita harus belajar dari Kang Ahamdinejad .

Sebagai penutup tulisan ini, izinkan saya sedikit berpantun ....


Pagi-pagi makan sayur lodeh (gimana coba tuh rasanya)
gara-gara grogi, jadi salaman dweeh ...

no hard feeling ya Pak Tif ... peace ... peace ....


***gambar dari sini

Wednesday, November 10, 2010

Sebuah Ironi di Hari Pahlawan


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, begitu katanya. Itulah sebabnya setiap Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November,  selalu digelar acara kenegaraan tabur bunga dan mengheningkan cipta. Entahlah kalau di sekolah-sekolah sekarang, apakah setiap tanggal 10 November masih digelar upacara untuk mengheningkan cipta?


Tak terbantahkan besarnya jasa para pahlawan Indonesia, terutama mereka yang gugur saat masa perjuangan melawan penjajahan dulu. Sudah sepantasnya kita sedikit meluangkan waktu untuk menundukkan kepala, mendoakan mereka, tapi yang lebih penting lagi mencoba menelaah lebih dalam lagi makna perjuangan yang telah para pahlawan itu lakukan untuk membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan.

Ada yang "istimewa" di Hari Pahlawan tahun ini. Kita kedatangan seorang tamu yang diperlakukan "sangat amat istimewa" (entah ini permintaan sang tamu, atau pemerintah kita yang kelewat lebay), beda dengan tamu-tamu negara lainnya. Dia adalah Presiden AS Barack Obama yang mengaku punya "keterikatan khusus" dengan Indonesia.  

Dan kita semua melihat euforia itu dimana-mana. Stasiun televisi menayangkan siaran langsung agenda Obama di Indonesia, mulai dari turun dari pesawat, acara makan malam dan pidatonya di UI (cuma Obama ke toilet saja mungkin yang tidak disiarkan secara langsung !). Media massa, utamanya televisi dengan pemberitaannya yang tidak proporsional seolah memaksa rakyat ini yang sedang prihatin oleh berbagai bencana, menelan mentah-mentah omongan Obama dan meyakinkan bahwa Obama adalah pemimpin yang hebat dan mencintai umat Islam, benarkah?

Dukungan Obama terhadap pendirian masjid di dekat Ground Zero, tak bermakna apa-apa, sepanjang kebijakan perangnya mash menumpahkan darah umat Islam di Irak, Afghanistan, Palestina dan negara muslim lainnya.

Setali tiga uang, dengan alasan menghormati tamu, pemerintah menutup akses jalan milik publik. Merelakan kepentingan rakyat sendiri dikorbankan demi "kenyamanan dan keamanan" Obama dan rombongannya, tak peduli kemacetan panjang menyiksa pengguna kendaraan.

Di Hari Pahlawan ini,  kedatangan Obama dan sikap berlebihan pemerintah, media tv, dan para "big fans" nya adalah sebuah ironi yang menyedihkan. Betapa tanpa sadar kita masih berada di bawah kendali "penguasa" negara lain.  Tak perlu lah bicara panjang lebar soal kedaulatan, kesetaraan, karena faktanya kita masih mudah didikte dan tidak memiliki posisi tawar di hadapan negara seperti AS.  Pendek kata, kita memang masih dijajah dan tertipu oleh bahasa imperialisme "negara sahabat" yang dihembuskan dengan halus.

Dan yang memprihatinkan lagi, para pejabat negeri ini seolah tak sadar bahwa mereka sedang menerima seorang pemimpin negara yang masih melakukan penjajahan atas negara lain, bahkan merampok habis-habisan kekayaan alam negeir ini Tak ada tekanan untuk Obama selama kehadirannya di sini, yang ada hanya bahasa basa-basi diplomasi, senyum sumringah dan pujian-pujian memuakkan. Adakah manfaat yang dirasakan bangsa ini setelah kedatangannya?

Entahlah, apakah para pahlawan yang telah gugur itu menangis di alam baka sana melihatnya. Maafkanlah kami wahai para pahlawan, karena kami masih menerima "penjajah" datang ke negeri ini tanpa sikap kritis sama sekali, karena kami belum mampu membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan, penjajahan modern yang sejatinya telah menghancurkan harga diri bangsa ini ...


*gambar dari sini

Sunday, November 7, 2010

Belahan Jiwa



....

suatu saat  dalam kehidupanmu

akan datang sebuah rasa

bernama cinta ...

dan pada saat yang sama

di suatu tempat

ada seseorang

yang mungkin tak pernah kau dengar namanya

tak pernah kau kenal sebelumnya

akan datang padamu

dengan perasaan yang sama

bernama cinta

saat itulah rahasia Allah terbuka

dialah belahan jiwamu

teman hidupmu

sampai engkau menutup mata

 ....