Wednesday, June 30, 2010

[Suka Duka Angkot-ers] Rekor Ngoceh di Angkot


Sebenarnya agak ragu menuliskan cerita ini, takut dibilang ngomongin kejelekan orang. Tapi pengalaman di angkot sore kemarin memang rada "luar biasa" sekaligus bikin jengah para penumpang,  bahkan seorang bapak sampai turun sebelum sampai di tujuannya saking jengkelnya. "Norak ! sebel saya dengernya ...," umpat si bapak sambil turun dari angkot. Betul-betul "kejadian langka" ...


Rabu sore kemarin, pulang kerja, seperti biasanya dari depan Terminal Bis Kampung Rambutan, saya naik angkot 19 warna merah jurusan Depok.  Di dalam angkot sudah ada empat penumpang. Di hadapan saya ada seorang ibu dengan anaknya dan seorang lelaki muda yang duduk di pojok belakang. Di deretan saya, duduk seorang bapak setengab baya dan dipojok sekilas saya lihat seorang perempuan muda berperawakan kecil.  Perempuan di pojok  inilah yang jadi sumber kesebelan seluruh penumpang.

Ketika saya naik, perempuan berambut tipis sebahu sedang menelpon dengan suara yang lumayan keras. Meski enggak mau nguping, tapi gaya nelpon dan suaranya yang atraktif,  ini kuping jadi denger jugalah. Sepertinya perempuan itu memang sengaja supaya orang mendengarkan isi pembicaraannya yang (ini yang bikin penumpang lain "eneg") setinggi langit ... jadi terkesan sok pamer dan rada kampungan ...

Suara si perempuan ini mendominasi suara dalam angkot, karena semua penumpang diam, seolah menyimak omongannya. Dari yang saya dengar ... perempuan itu sepertinya sedang ngomongin pacarnya yang sangata amat baik hati. Dia bilang pacarnya ngasik cek-lah (padahal sudah putus), ngasih uang banyaklah, nyuruh dia kuliah lagi lah, mau beliin dia mobil lah, terus pacarnya itu katanya masih cinta sama dialah karena pake cincin emas putih yang ada ukiran namanyalah, terus dia bilang juga bingung sama nomer hpnya saking punya hp banyak, dan masih banyak omongan lainnya yang menyek-menyek ...yang lama-lama bikin penumpang laen  termasuk saya "pengen muntah" dan akhirnya bapak di samping saya ngomel "ngomong apa sih, norak!".

Yang ajaibnya lagi, perempuan itu ngomongnya maraton, gak ada jedanya, gak seperti orang yang berdialog saat bertelepon, alias kayak ngomong sendiri dan itu berlangsung sejak saya naik angkot dari Kampung Rambutan sampai saya turun di depan kampus IISIP,  perempuan itu masih ngoceh di telepon, berarti sudah sekitar 45 menit dia ngomoongg tanpa henti ... Innalillahi... kagak pegel tuh bibir .

Begitu turun, saya betul-betul bersyukur dan bisa bernapas lega (karena enggak sampe beneran muntah ), seperti terlepas himpitan kejengkelan yang rasanya mulai naik ke ubun-ubun . Udah badan pegel, pulang kerja, eh ... nemuin orang yang "ajaib" pula di dalam angkot.  Entah dimana perempuan itu turun ... kalau dia turun sampe terminal Depok dan masih ngoceh ... mungkin bisa masuk catatan rekor ngoceh terlama di dalam angkot.

Tuesday, June 15, 2010

Cantik


"Beauty is not in the face; beauty is a light in the heart."
 ~Kahlil Gibran

tiba-tiba saja, pagi-pagi ... jadi keingetan lagu lama bangeetttt  (zaman SMP kalo gak salah) .... mungkin sudah overdosis mendengar, menyaksikan, membaca berita soal skandal seks terheboh abad ini, yang sampai merambah New York Times dan CNN, woww ! Sampai lupa, uang rakyat (lagi-lagi) terancam dirampok para politikus yang mengaku sebagai wakil rakyat lewat omong kosong dana aspirasi ... wake up please ...

cantk ...
itu sebutan
idaman setiap wanita

wajah cantik
banyaklah pujaan
wajah cantik
sering salah jalan

cantik dibelai mentari
kian mewangi, kian berseri
cantik dibuai rembulan
menggugah insan seniman

wajah cantik
semakin cantik
bila langkahmu terpuji

......

karena kecantikan bisa sangat menjanjikan
tapi tidak memberikan apapun ...





Sunday, June 6, 2010

Sebelum Buldoser Melindasnya, Ia Belajar Bahasa Arab dan Al-Quran

Tapi ketika kita begitu peduli dengan perjuangan Corrie, Negara AS justru sebaliknya. Buat AS, Israel lebih penting dibandingkan nyawa warga negaranya yang dianggap "nakal" membela "teroris" di Palestina.

*****

Pasca tragedi berdarah yang menimpa rombongan "Freedom Flotilla" nama Rachel Corrie kembali muncul ke permukaan. Kutipan kata-katanya dan rekaman video pidato kemanusiaannya saat masih di kelas 5 SD, dipublikasikan di berbagai situs jejaring sosial dan blog. Orang mungkin kembali teringat kematian Corrie hampir 7 tahun silam karena di armada "Freedom Flotilla" banyak aktivis asing non-Muslim yang juga peduli dengan nasib rakyat Palestina dan menjadi korban kebrutalan pasukan Zionis Israel.

Tapi ketika kita begitu peduli dengan perjuangan Corrie, Negara AS justru sebaliknya. Buat AS, Israel lebih penting dibandingkan nyawa warga negaranya yang dianggap "nakal" membela "teroris" di Palestina.

Ya, Corrie adalah aktivis kemanusiaan non-Muslim, asal AS yang kematiannya menjadi salah tragedi kemanusiaan paling buruk dan menunjukkan betapa biadabnya tentara-tentara Zionis. Corrie menghembuskan nafas terakhir setelah dua tentara Israel menggilas tubuh Corrie dengan buldoser Caterpilar D-9 pada hari Minggu, 16 Maret 2003. Gadis yang baru berusia 23 tahun itu dilindas tanpa ampun, karena mencoba menghalangi tentara-tentara Israel yang akan menggusur rumah warga Palestina di Rafah, Jalur Gaza.

Bukan hanya keluarga, teman-teman dan sesama aktivis yang menangisi kematian Corrie--yang membiayai sendiri keberangkatannya ke Palestina dibawah organisasi International Solidarity Movement--tapi juga warga Palestina yang mengenalnya. Corrie kerap menginap di rumah-rumah warga Palestina untuk membuat sungkan serdadu Zionis Israel yang ingin menggusur rumah orang-orang Palestina.  Tak heran jika warga Palestina yang mengenal kepribadian Corrie, memujinya.  Mereka mengungkapkan, Corrie belajar bahasa Arab dan belajar Al-Quran sebelum tragedi yang merenggut nyawanya itu.

Usai kematian Corrie, di sebuah tembok di Palestina masih terlihat tulisan,  "Rachel Corrie, warga Amerika berdarah Palestina."

Menurut penuturan teman-teman Corrie yang menjadi saksi hidup insiden penggilasan itu,  beberapa saat setelah buldoser Israel melindas tubuhnya Corrie masih hidup dan masih sempat berkata "Sepertinya  punggungku remuk", sebelum akhirnya ambulan mengangkut tubuhnya dan Corrie menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit.

Israel Lebih Penting

Kematian Corrie seharusnya menjadi bukti kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina yang setiap hari ditangkapi, ditembak, dianiaya, dirampas harta bendanya oleh tentara-tentara Israel, dan minim pemberitaannya media. Dalam email Corrie pada keluarganya tertanggal 27 Februari 2003  yang dimuat surat kabar Inggris, The Guardian setelah kematian Corrie, gadis kelahiran Olympia, Washington tanggal 10 April 1979 itu mengungkapkan keresahannya melihat pembantaian yang dilakukan rezim Zionis Israel terhadap rakyat Palestina.



"Kusaksikan pembantaian yang tak kunjung putus dan pelan-pelan menghancurkan ini, dan aku benar-benar takut ... kini kupertanyakan keyakinanku sendiri yang mendasar kepada kebaikan kodrat manusia. (Pembantaian) Ini harus berhenti," tulis Corrie.

Ia juga mempertanyakan tanggung jawab pemerintah negaranya (AS) yang dianggapnya ikut berperan dalam genosida di Palestina.

"Jika aku terdengar gila, atau jika militer Israel tak lagi punya  kecenderungan melukai orang kulit putih. Tolong diingat, aku berada di tengah sebuah genosida, dimana aku secara tak langsung ikut bertanggung jawab -- karena pemerintahku (AS) bertanggung jawab besar atas apa yang saat ini terjadi,"  tulis Corrie di email yang sama.

Tapi pertanyaan Corrie pada pemerintah negaranya seperti kata-kata senyap di ruang hampa udara. Karena pemerintah AS ternyata lebih membela "sekutu kecilnya", Israel. Sebagian masyarakat AS bahkan menyalahkan Corrie dan menyebut tindakan Coriie bodoh karena membela teroris. Ya, buat negara AS, perjuangan rakyat Palestina melawan penjajahan Israel memang dikatagorikan teroris. Sebuah definisi yang masih berlaku hingga sekarang untuk semua mereka yang dianggap melawan kepentingan AS dan Israel.

Tak ada gemuruh protes masyarakat AS terhadap Israel ketika jenazah Corrie sampai di tanah airnya. Bahkan tidak surat pemberitahuan resmi dari pemerintah AS pada keluarga Corrie. Komite Hubungan Internasional Amerika Serikat yang seharusnya berkompeten dalam urusan ini juga bungkam. Puncaknya, pemerintah AS menerima begitu saja hasil penyelidikan Israel berbulan-bulan setelah kematian Corrie. Hasil penyelidikan Israel itu menyebutkan bahwa Rachel Corrie tidak berada di tempat kejadian saat peristiwa pelindasan terjadi, juga tidak ada tuntutan atas insiden tersebut sehingga kasusnya ditutup dan Israel membebaskan tentara berinisial Y.F dan E.V yang semula dituduh sebagai pelaku pelindasan terhadap Corrie.

Pemerintah AS juga tidak bernisiatif melakukan penyelidikan sendiri, bahkan diam saja ketika Israel menolak memberikan laporan lengkap atas kematian Corrie, termasuk laporan dokter yang memeriksa jenazah Corrie. Bahkan beberapa hari setelah kematian Corrie, di tengah invasi AS ke Irak,  pemerintah AS malah menawarkan bantuan langsung sebesar satu trilyun dollar untuk militer Israel. Ah, Malangnya Corrie!

Tapi kedua orang tua Corrie, Cindy dan Craig tidak pantang menyerah untuk mengungkap kebenaran dan mendapatkan keadilan atas kematian puterinya.  Meski upaya itu memakan waktu bertahun-tahun, pengadilan Israel baru bersedia membuka kembali kasus Corrie dan mulai menyidangkannya di kota Haifa, Israel pada 11 Maret 2010.  Entah bagaimana hasil pengadian nanti, akankah kedua orangtua Corrie berhasil memperjuangkan keadilan untuk puterinya.

Nama Rachel Corrie akan tetap melekat dengan rakyat Palestina dan siapa pun yang membela Palestina atas nama kemanusiaan. Memperingati tujuh tahun kematian Corrie 16 Maret kemarin, nama Rachel Corrie diabadikan menjadi nama jalan di kota Ramallah, Tepi Barat, Palestina. Para seniman di berbagai negara  juga mengenang Corrie dengan pementasan drama  "My Name is Rachel Corrie."


*Diangkat dari buku "Let Me Stand Alone" buku berisi kumpulan tulisan, email, puisi dan gambar-gambar karya Rachel Corrie.

**Catatan: tulisan ini bukan bermaksud membanggkan satu warga AS yang tewas oleh tangan Zionis Israel dan mengecilkan arti para syuhada Palestina yang jumlahnya jauh lebih besar. Tapi tulisan ini, hanya sebagai ungkapan kegalauan hati, ketika kekejaman dan kebiadaban rezim Zionis Israel begitu nyata di depan mata kita, masih ada orang (ironisnya yang mengaku muslim) yang begitu sinis terhadap orang-orang yang peduli pada persoalan Palestina.

*** Rachel Corrie, perempuan muda yang membuatku cemburu dan  siapa saja yang mencintai perdamaian dan kemanusiaan.