Thursday, December 29, 2011

Baca Buku Lompat-Lompat, Kebiasaan Jelek?

Let books be your dining table,
And you shall be full of delights
Let them be your mattress
And you shall sleep restful nights.
~Author Unknown




Saya tidak tahu apakah cara saya membaca buku ini benar atau tidak, bagus atau tidak.  Saya punya kebiasaan untuk membaca beberapa buku dalam satu waktu. Kalau ada kesempatan buat beli buku, saya biasanya beli beberapa buku dengan plihan, ada buku yang isinya "berat" dan buku yang isinya ringan, dengan pertimbangan kalau lagi bosen baca buku yang berat, bisa pindah dulu, membaca buku yang ringan.

Dengan kata lain, kebiasaan membaca saya enggak karuan. Tidak pernah menyelesaikan membaca buku satu persatu, tapi pindah-pindah, dari buku yang satu ke buku yang lain. Tergantung mood aja. Kadang ada buku yang bisa sampai selesai terbaca semuanya,  ada juga yang enggak, terutama buku-buku yang terlanjur dibeli tapi ternyata isinya gak menarik, atau bahasanya bikin pusing kepala.

Jeleknya, kalau lagi asyik ke salah satu buku, buku lain yang baru setengah dibaca, ditinggal dulu. Walhasil begitu pengen melanjutkan baca lag buku yang ditinggalin kemarin, suka lupa apa isi sebelumnya, dan kadang jadi dibaca ulang dari depan lagi.  Kadang saya merasa gaya membaca seperti ini tidak efektif dan efisien, tapi entah kenapa, koq susah ya menghilangkan kebiasaan ini. Rasanya, jarang banget saya menyelesaikan satu bacaan terlebih dulu, baru dilanjutkan ke bacaan lain, kecuali bacaan itu memang asyik banget dan bikin penasaran.

Ada jeleknya lagi nih, kalo lagi baca buku yang memang asyik dan bikin penasaran itu, saya suka gak sabar pengen tahu ending-nya, jadi kadang langsung dibaca bagian endingnya dulu, baru deh dibaca seluruhnya. Kalau sudah tahu ending-nya, rasanya koq ya jadi tenang bacanya ... hehehe ...

Satu lagi, beberapa tahun belakangan ini, saya jadi cepet lupa isi buku yang baru saya baca. Jadi kadang suka gak nyambung kalau ada yang nanya. Biasanya kalau ada yang cerita isi buku yang pernah saya baca ... baru deh saya inget "rasanya saya pernah baca buku ini deh"  Ini mungkin faktor "u" ya ...  sudah cepet lupa ....


Thursday, December 22, 2011

Hafalan Shalat Delisa, Bagian Uneg-Uneg

Selasa, 20/12/2011 sore, saya menemani rekan dari bagian marketing kantor, menghadiri pemutaran film perdana  Hafalan Shalat Delisa di sebuah bioskop di bilangan jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Acara pemutaran film berjalan lancar. Soal waktu yang molor, itu sih sudah biasa lah ya di Indonesia.  Setelah itu, acara dilanjutkan dengan jumpa pers dengan para pendukung film tersebut.  

Setelah beberapa menit acara berjalan, saya mencium bau yang khas, bau asap rokok !  Saya coba menahan diri dengan menutup hidung. Tapi lama-lama bau asap rokok makin pekat dan terlihat kepulan asap rokok dari beberapa orang yang ada dalam ruangan (saya kira mereka adalah wartawan, atau kru media)

Buat orang seperti saya yang sensitif dengan asap rokok, tak pelak membuat kepala saya langsung pening dan perut terasa mual. Sebelum muntah betulan, saya memilih keluar ruangan yang pastinya ber-ac itu dan seharusnya tidak boleh ada orang yang merokok. Beruntung ada teman saya yang kuat, jadi saya bisa titip pertanyaan dan mendapat informasi hasil keterangan pers malam itu.

Saya cuma bisa memaki dalam hati, kenapa ada orang yang bisa-bisanya merokok dengan leluasa di acara publik seperti itu. Apalagi dalam acara tersebut, ada beberapa anak-anak yang bermain dalam film tersebut, ikut jumpa pers dengan para wartawan.

Saya bukannya tidak berani protes, tapi saya melihat posisi saya (apalagi kami dari media muslim yang nyaris tak pernah bertemu apalagi kumpul-kumpul dengan para wartawan entertain) yang tidak memungkinkan jika saya tiba-tiba protes dengan asap rokok.

Saya cuma menyesalkan pihak panitia yang menggelar jumpa pers Hafalan Shalat Delisa yang tidak peka dengan asap rokok. Apalagi ada anak-anak di situ. Sungguh ironis, di sebuah acara peluncuran film untuk anak-anak dan keluarga, justru orang bisa seenaknya menghembuskan asap rokok dan menyebarkan penyakit pada orang lain. Padahal setahu saya, undang-undang larangan merokok di tempat publik masih berlaku di Jakarta.

Saya sih tidak mau menyalahkan penegak hukumnya. Karena ternyata yang jadi salah satu persoalan adalah minimnya kesadaran untuk mematuhi aturan yang berlaku. Kondisinya tambah menyedihkan, karena aturan itu dilanggar oleh segelintir insan pers, yang seharusnya memilik kesadaran lebih tinggi dan menjadi contoh warga masyarakat lainnya.

Catatan Film: Hafalan Shalat Delisa


Mulai tanggal 22 Desember kemarin, bertepatan dengan Hari Ibu, keluarga Indonesia sudah bisa menyaksikan film yang ditunggu-tunggu, Hafalan Shalat Delisa. Sebuah film yang diangkat dari novel laris karya Tere Liye dengan judul yang sama.

Hafalan Shalat Delisa, kisah yang berlatar belakang bencana tsunami Aceh tahun 2006 lalu,  menambah kaya khasanah film berkualitas yang masih minim di negeri ini. Film yang ber-genre drama dan bernuansa islami ini sarat dengan pesan-pesan kemanusiaan, keberagaman, semangat hidup, keikhlasan serta bagaimana mengubah kesedihan menjadi kekuatan yang memberikan energi positif bagi orang-orang di sekitarnya yang sudah kehilangan harapan.

Semua semangat itu ditularkan oleh seorang anak perempuan bernama Delisa, yang dengan ketabahan dan keceriaannya berhasil mengatasi rasa duka akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga orang-orang di sekitarnya yang mengalami penderitaan yang sama.

Kisah film ini dibuka dengan kehidupan sebuah keluarga muslim yang utuh, keluarga Umi Salamah (Nirina Zubir) dan empat orang anak perempuannya bernama Fatimah (Ghina Salsabila), si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi), dan si bungsu bernama Delisa (Chantiq Schagerl).

Keluarga bahagia itu tinggal di desa Lhok Nga, Aceh yang terletak di tepi pantai. Saat tsunami terjadi, mereka cuma berlima karena sang ayah, yang biasa dipanggil Abi Hasan (Reza Rahadian) sedang  bekerja di di sebuah kapal tanker perusahaan minyak internasional.

Delisa, yang menjadi sentral cerita film ini, adalah anak yang periang, cerdas, suka ceplas-ceplos, hobi main bola. Seperti anak-anak lainnya di desa itu, anak perempuan berusia 7 tahun itu, juga belajar mengaji, dan sedang menghapal bacaan shalat untuk ikut ujian praktek shalat, yang lazim dilakukan anak-anak seusianya di desa Lhok Nga.

Dalam tradisi keluarga Delisa, Umi Salamah akan memberikan hadiah berupa seuntai kalung untuk anak-anaknya yang berhasil lulus ujian praktek salat. Semua kakak Delisa sudah mendapatkanya, tinggal Delisa yang belum, karena ia belum ikut ujian praktek salat.

Delisa begitu rajin dan bersemangat menghafal bacaan shalat, setelah Umi membelikannya kalung berinisial D. Tapi kalung itu baru akan diberikan, setelah Delisa dinyatakan lulus ujian praktek salat.

Hari ujian yang ditunggu Delisa pun tiba. Saat itu tanggal 26 Desember 2004, Umi dan Delisa sudah bersiap-siap akan menuju tempat ujian praktek salat, ketika tiba-tiba yang cukup keras mengguncang dan membuat Delisa ketakutan. Tapi gempa akhirnya reda, Umi dan Delisa pun berangkat. Sedangkan ketiga kakak Delisa, tinggal di rumah.




Di tempat ujian, Delisa gelisah menanti gilirannya. Umi menyemangati agar Delisa tak lupa hafalan salatnya. Ketika tiba giliran Delisa, tiba-tiba air bah datang. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri, tapi Delisa tetap konsentrasi membaca bacaan salatnya. Yang ada di pikirannya saat itu, ia bisa lulus ujian praktek salat dan mendapatkan kalung berinisial D dari uminya. Delisa tak paham bahaya yang sedang menghantam, tsunami meluluhlantakkan Aceh termasuk desa Lhok Nga, tempat keluarga Delisa tinggal.

Delisa selamat dalam bencana itu, meski salah satu kakinya diamputasi. Ia diselamatkan oleh relawan internasional, seorang prajurit marinir AS bernama Smith, dan seorang suster bernama Sophie yang kemudian menjadi sahabat Delisa. Bersyukur Delisa akhirnya bisa bertemu dengan abi-nya.

Delisa sedih begitu tahu ketiga kakaknya sudah tiada, dan ibunya belum diketahui nasibnya. Pada satu titik ia merasa sangat sedih, marah, kecewa dan merasa Tuhan tidak adil karena telah mengambil orang-orang yang dicintainya. Tapi Delisa berusaha mengatasi kesedihannya itu dengan selalu tersenyum dan berwajah ceria. Ia tetap bermain bola meski sudah kehilangan satu kakinya dan harus mengenakan tongkat penyangga saat berjalan.

Keceriaan dan senyum Delisa yang membuat orang disekitarnya terharu dan jadi ikut bersemangat, meski mengalami kehilangan yang menyakitkan akibat bencana tsunami.  Lalu bagaimana kisah Delisa selanjutnya, apakah ia berhasil menemukan umi-nya, apakah ia akhirnya mendapatkan kalung berinisial D yang diidam-idamkanya, apakah ia berhasil lulus dalam praktek ujian salat?

Hafalan Shalat Delisa adalah film yang menyentuh. Beberapa adegan dan dialog akan membuat kita meneteskan air mata. "Delisa cinta Umi karena Allah", "Delisa cinta Abi karena Allah", begitu kata Delisa.

Bukan Sekedar Film



Hafalan Shalat Delisa disutradarai oleh Sony Gaokasak. Film yang dibuat selama 20 hari ini, mengambil lokasi syuting di kawasan Ujung Genteng. Menurut Sony, film ini mengusung tema "Kehilangan yang Menguatkan".

Sementara penulis novelnya, Tere Liye mengaku tidak pernah menyangka novel Hafalan Shalat Delisa yang ditulisnya ini akan sampai pada tahap difilmkan.

"Setiap orang punya cara untuk mengungkapkan kejadian itu (tsunami Aceh) dengan cara yang lebih baik. Saya hanya punya keyakinan yang kokoh bahwa selalu ada hikmah dibalik kejadian besar ini," kata Tere dalam keterangan pers usai pemutaran film.

Penulis novel yang sehari-harinya berprofesi sebagai akuntan itu menambahkan, ia berharap orang-orang yang belum membaca novelnya atau tidak suka membaca, juga mendapatkan manfaat setelah menyaksikan versi film Hafalan Shalat Delisa.

Buat beberapa pemain dan kru film, film ini ternyata memberikan pengaruh luar biasa. Al-Fathir Muchtar (yang memerankan Ustaz Rahman) misalnya, mengaku jadi termotivasi menghatamkan Al-Quran setelah menyelesaikan proses pembuatan film ini.  

Seorang kru, Cesa David Luckmansyah, penyunting gambar,  mengaku kembali terdorong untuk menghafalkan bacaan shalatnya, yang sudah agak sedikit terlupa.

Semoga Hafalan Shalat Delisa juga memberi pengaruh positif bagi seluruh keluarga Indonesia. Selamat menonton.

ditulis untuk eramuslim

Monday, December 19, 2011

Catatan Perjalanan: "Adventure of Tafakkur" Pulau Untung Jawa



Di sepertiga malam itu, sayup-sayup terdengar isak tangis dari para peserta yang bertafakkur dan bermuhasabah. Tak ada hal lain yang bisa dilakukan manusia, selain memanjatkan doa memohon ampunan dari Yang Maha Kuasa atas semua kelalaian yang dilakukan, dan bertekad untuk membenahi diri kembali ke komitmen seorang muslim pada Penciptanya.





Menjelang Subuh, acara tafakkur selesai dan kapal kembali ke pulau. Sungguh ajaib, saat perjalanan menuju pulau, langit di sepertiga malam yang tadinya gelap gulita, seolah menjadi cerah sehingga bintang-bintang yang bertaburan nampak jelas, berkelip-kelip di kejauhan. Subhanallah ....


--------------




Perjalanan kali ini memang bukan perjalanan biasa. Kalo biasanya nge-trip cuma bersuka ria dan foto-foto, kali ini ada unsur spiritualnya sesuai dengan teman perjalanan "Adventure of Tafakkur"  ke Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, pada 16-17 Desember 2011, kemarin. 

Selain bertafakkur, perjalanan hari itu sekaligu meninjau lokasi di pulau itu yang akan dibangun sebuah pesantren tahfiz.  Mudah-mudahan niat baik itu segera terwujud ... aamiin


Tulisan lengkap tentang perjalanan ke Pulau Untung Jawa, bisa di baca di sini
  Eramuslim.Com

Monday, December 12, 2011

Remaja Sekarang, Antara Klub Sains dan Boy/Girl Band

Meski yakin gak bakal bisa liat gerhana bulan total karena cuaca Jakarta yang mendung sepanjang hari, dan hujan sepanjang sore, demi memenuhi rasa penasaran sang ponakan, akhirnya saya dan Faish (ponakan saya) berangkat juga ke Planetarium di Taman Ismail Marzuki, Sabtu (10/12/2011).

Sampai di Planetarium pas Maghrib, dan saya lihat sudah banyak orang berkumpul di sana, mulai dari anak-anak sekolah, mayoritas siswa-siswi SMA dari klub astronomi, beberapa orang (yang saya kira penggemar fotografi) lengkap dengan peralatan fotonya dan orang tua yang membawa serta anak-anak mereka.

Hari itu, Planetarium Jakarta memang membuka kesempatan bagi masyarakat umum yang ingin ikut melakukan pengamatan gerhana bulan "berdarah", karena kali ini merupakan gerhana bulan terakhir di penghujung tahun 2011. Tapi, sudah bisa ditebak, masyarakat umum yang datang harus kecewa karena gerhana bulan tak bisa diamati karena langit Jakarta gelap dan bulan sama sekali tak terlihat.

Beberapa diantara mereka, akhirnya memilih pulang. Sedangkan saya dan Faish menunggu sebentar sambil menanti hujan reda. Sambil duduk-duduk di ruang tunggu Planetarium, saya perhatikan anak-anak yang juga masih bertahan di Planetarium, beberapa kelompok ditemani guru mereka. Saya pikir mereka adalah anak-anak sekolah yang beruntung karena bisa ikut klub astronomi. Dulu, zaman saya sekolah, belum ada tuh yang namanya klub astronomi, paling cuma klub science. Pelajaran astronomi di sekolah pun sangat amat minim, digabung ke pelajaran Geografi.

Saya melirik seorang siswi SMA yang duduk di sebelah saya, sedang asyik membuka simulasi gerhana bulan dari laptopnya, yang katanya dari software astronomi. Sebagai "orang tua" (maksudnya yang sudah sangat lama melewati masa SMA) saya koq seneng banget melihat anak-anak remaja ini sudah meminati astronomi, salah satu cabang ilmu yang bagi sebagian orang sama sekali tidak menarik.

Memang sih, semua tergantung minat dan hobi masing-masing orang. Tapi, senang melihat masih banyak remaja-remaja Indonesia yang berkumpul, membahas fenomena langit yang rumit dan penuh misteri ... di tengah fenomena para ABG saat ini yang lebih sering berkumpul buat membentuk boyband atau girlband.


Friday, December 2, 2011

Temans, Jangan Lupa Ya, Minggu 4 Desember, Kita Kumpul di Taman Menteng


Penjajahan Zionis Israel di tanah Palestina adalah bentuk penjajahan yang masih tersisa di abad modern ini. Tapi negara-negara besar dan berpengaruh,  utamanya Amerika Serikat beserta sekutu-sekutunya tidak pernah mau mengakui penjajahan Israel atas rakyat Palestina. Mereka berdalih bahwa Israel berhak berdiri sebagai "negara",  tapi tidak pernah memberi peluang bagi Palestina untuk juga berdiri sebagai negara yang merdeka.

AS beserta sekutu-sekutunya, yang mengklaim diri sebagai negara demokratis dan menghormati hak asasi manusia, justru mendukung penjajahan  dan penindasan yang dilakukan rezim Zionis di Palestina, penjahan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip dan semangat demokrasi serta melanggar hak asasi manusia.

Rakyat Palestina yang masih terus berjuang merebut kembali kemerdekaan dan hak-haknya yang terampas, mendapat dukungan dan solidaritas dari sebagian masyarakat dunia yang peduli dan paham betul makna sebenarnya dari "demokrasi" dan penghormatan terhadap hak asasi. Mari menjadi bagian dari mereka yang peduli .... dengan doa dan aksi solidaritas untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina membebaskan diri dari penjajahan Zionis Israel.

Datang dan meriahkan aksi solidaritas untuk Palestina "Asia Pacific Solidarity for Al-Quds, Freedom Palestine" yang akan digelar hari Minggu, 4 Desember 2011 di Taman Menteng, Jakarta Pusat, mulai pukul 06.30 WIB sampai selesai.

Ajak keluarga dan ikuti berbagai acaranya seperti fun bike, jalan sehat, lomba foto dan lomba untuk anak-anak. Gratis. Ayo, saatnya kita tunjukkan solidaritas untuk rakyat Palestina. Sampai jumpa di Taman Menteng .... semangat !


Wednesday, November 30, 2011

Wisata Budaya Badui Batara, Jembatan Akar



Sabtu (26/11), persis jam 06.00 pagi, kereta commuter line yang membawa saya dari stasiun Lenteng Agung tiba di Stasiun Kota. Sepagi itu, stasiun tua peninggalan kolonial Belanda itu sudah ramai dengan para penumpang yang baru turun kereta atau yang sedang menunggu keberangkatan kereta.


Saya langsung bergabung dengan teman-teman yang sudah lebih dulu tiba dan berkumpul di tempat tunggu penumpang. Ya, hari itu, kami akan melakukan perjalanan ke kampung Batara sebuah perkampungan suku Baduy luar, di daerah Banten.

Saya semangat sekali mengikuti perjalanan ini. Selain karena memang saya belum pernah berkunjung ke Baduy luar,  juga untuk melepas kepenatan dan kejenuhan yang rasanya sudah membuncah akibat  rutinitas dan suasana kerja yang membuat saya kehilangan selera dan semangat.

Perjalanan pagi itu, akan dilanjutkan dengan kereta yang akan membawa kami ke stasiun Rangkas Bitung. Melihat kondisi kereta, mengingatkan saya pada kereta zaman perjuangan tahun '45 dulu, yang pernah saya lihat di film Janur Kuning, film tentang para pejuang Indonesia melawan penjajah Belanda. Kalau kata teman saya, itu namanya kereta "odong-odong". Kereta KRL l Jakarta-Bogor rasanya masih lebih bagus dan modern, dibandingkan kereta yang saya naiki ini.

Bangkunya yang memanjang berhadapan sepertinya terbuat dari bilahan papan yang dibungkus oleh bahan seperti karpet dari plastik berwarna hijau polos. Pintu keretanya entah kemana, sebagian jendela yang berbentuk persegi panjang kecil, ada yang bisa dibuka, dan ada yang macet alias gak bisa dibuka sama sekali.

Penumpang pagi itu lumayan padat, bercampur baur dengan para pedagang yang lalu lalang, mulai dari tukang rambutan, tukang mangga, pedagang asesoris, pedagang makanan dan minuman, dan di tengah perjalanan, dua ekor kambing berwarna putih pun ikut jadi penumpang.

Meski pengab, gerah dan bau asap rokok yang memusingkan kepala, buat saya pribadi, perjalanan selama hampir tiga jam sampai ke stasiun Rangkas Bitung, membuat saya tersadar, bahwa alat dan layanan transportasi bahkan ke daerah yang tak jauh dari ibukota negara, ternyata masih sangat amat memprihatinkan. Bagi rakyat kecil, jauh dari kenyamanan.

Dari stasiun Rangkas Bitung, rombongan kami yang berjumlah sekira 30 orang, melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil jenis elf. Perjalanan dengan minibus ini juga memakan waktu tiga jam lebih, melewati jalan kota yang lebar dan mulus, sampai ke jalan yang turun naik, berbatu dan beberapa bagian jalan yang agak rusak menuju ke desa tempat kami melepas lelah sejenak, salat, dan menikmati makan siang.

Perkampungan Baduy Luar



Usai makan siang. Perjalanan menuju perkampungan Baduy Luar (Desa Batara) dilanjutkan dengan jalan kaki. Jalan yang kami lalui kebanyakan menurun, berbatu-batu dan jalan setapak di mana di bagian sisinya, kadang merupakan jurang yang cukup dalam, dengan pepohonan yang tinggi dan ilalang. Selama perjalanan, saya menikmati pemandangan yang hijau dan asri, meski siang itu matahari begitu terik tanpa hembusan angin, membuat baju kami basah oleh keringat dan napas tersengal-sengal di bagian tanjakan.

Mendekati perkampungan Baduy Luar,  dari atas jalan setapak yang kami lalui, terlihat aliran sungai yang cukup lebar, dengan air yang lumayan bersih dan bebatuan besar. Suara gemuruh air sungai, bisa terdengar sampai kami menemui sebuah jembatan gantung yang sudah lumaya modern, dibuat dari besi dan kayu, yang menghubungkan dua sisi sungai. Di sebelah jembatan itu, masih ada jembatan lama yang terlihat sudah jarang digunakan,  terbuat dari bambu, dan ternyata masih bisa dilalui orang. Itulah pintu gerbang desa Batara, perkampungan Badui Luar.

Kesan pertama saya memasuki desa itu, suasana yang tenang, sederhana tapi rapi. Saya perkirakan, perkampungan itu berada di pinggir hutan.

Rumah-rumah suku Baduy hampir semuanya sebangun dan serupa. Berbentuk rumah panggung, tiang-tiangnya terbuat dari kayu, dindingnya terbuat dari bilik bambu, lantainya juga dari kayu, dan atapnya dari pelepah daun kelapa. Bagian rumah terdiri dari teras luar, bagian dalam berupa ruang terbuka yang cukup untuk tidur 10 orang, ada satu kamar berukuran kecil (khusus kamar untuk bapak ibu sepertinya) dan di bagian paling belakang adalah dapur sederhana dengan tungku kayu. Tapi, kalau saya perhatikan, rumah-rumah itu dibuat dengan demikian rapi, tidak sembarang. Saya melihat langit-langit rumahnya pun sangat rapi.  Tapi tak ada jendela di semua rumah suku Baduy Luar.

Rumah-rumah di perkampungan Baduy luar itu tertata rapi, berbaris memanjang, saling berhadapan, yang hanya dipisahkan jalan setapak bebatuan, selebar kurang lebih 1,5 meter. Tak ada perabotan rumah seperti sofa atau kursi. Di rumah yang saya tempati, cuma ada sebuah bufet kayu sederhana yang kosong. Tak ada hiasan dalam rumah. Tak ada listrik. Sumber penerangan di malam hari cuma lampu sentir, lampu minyak tanah kecil (tanpa semprong). Yang saya salut, lingkungannya begitu bersih. Saya sama sekali tak melihat tumpukan sampah atau sampah yang bertebaran. Yang saya lihat cuma ayam-ayam peliharaan yang berkeliaran. Untuk mandi dan cuci, warga Badui Luar memanfaatkan kali yang mengalir tepat disi sisi perkampungan mereka, atau ke pancuran yang jaraknya lumayan jauh.



Oh ya, di bagian depan perkampungan, ada rumah-rumah panggung yang ukurannya lebih kecil, yang ternyata lumbung padi. Warga desa, masih menumbuk padi sendiri. Saya sempat melihat seorang ibu menumbuk padi, dan anak perempuannya yang kira-kira masih berumur 6-7 tahun, menampih beras yang suduh ditumbuk. Buliran padi yang saya lihat berwarna coklat tua kusam. Sahabat saya bilang, padi-padi yang tersimpan di dalam rumah lumbung usianya bisa puluhan tahun. Gimana rasanya? apek kah? Saya tidak tahu, karena selama satu hari satu malam di perkampungan Badui luar, saya dan teman-teman cuma makan mie instan ... :) :)

Meski demikian, suku Baduy Luar sudah dianggap lebih "modern". Karena ada warga yang sudah punya "kamar mandi" sendiri. Kamar mandi yang pernah saya gunakan, terpisah dari rumah utama, ukurannya kecil, terbuat dari bambu yang disusun jarang-jarang ( bikin kita gelisah, kalo ada orang lewat, pasti bisa melihat ke dalam kamar mandi), dan atapnya rendah. Jadi kalo mau mandi, cuma bisa jongkok ajah.

Kenapa dibilang sudah "agak modern", karena di perkampungan Badui Luar juga ada warung, meski cuma satu-satunya warung di desa itu. Mungkin karena sering banyak orang yang datang berkunjung, warung itu dibuka, sehingga pengunjung yang pengen ngopi-ngopi bisa datang ke warung itu.

Jembatan Akar



Hujan turun tak lama kami tiba di perkampungan, memberi kami kesempatan untuk meluruskan kaki sejenak setelah dua setengah jam lebih berjalan kaki. Begitu hujan reda. Kami diajak ke jembatan akar. Jaraknya lumayan jauh dari perkampungan. Masuk ke dalam hutan, menyusuri jalan setapak yang menanjak dan menurun. Di beberapa bagian, jalan setapak yang dilalui hanya bisa dilewati satu orang, kondisi jalan ada yang  turun curam, dan licin akibat siraman hujan, sementara di sisi jalan, terdapat jurang yang cukup dalam. Yang tidak biasa treking, pasti kesulitan melintasi medan jalan seperti itu. Kalau tidak hati-hati, atau dibantu pegangan teman, bisa-bisa tergelincir.

Setelah melalui jalan yang menguras energi dan menguji nyali saya itu, akhirnya jembatan akar sudah di depan mata. Jembatan itu benar-benar terbuat dari akar pohon yang menjuntai dan terjalin secara alamiah, membentang di atas sungai yang kali ini aliran airnya lumayan deras. Untaian akar itu, dilengkapi dengan bambu sebagai tempat berjalan untuk menyeberang dari ujung sungai yang satu ke ujung yang lain. Sempat ragu dan terbesit rasa takut melewati jembatan itu. Gimana kalo akarnya gak kuat menahan beban kami yang lewat.  Tapi rasa ingin tahu, menguatkan hati saya untuk melintasi jembatan akar yang kalo dilewati bergoyang-goyang itu.  Apalagi melihat rombongan pertama yang lebih dulu sampai sudah asik berenang dan main air di sungai. Mengingatkan saya pada Lenteng Agung tempo doeloe, ketika penduduknya belum begitu padat.

Saya yang waktu itu masih SD, masih sering main di pinggiran kali Ciliwung. Sekedar mandi ke pancuran, menontong anak-anak kampung yang berlompatan dari dahan pohon menceburkan diri ke sungai, sambil sesekali melihat "getek" lewat, atau ke kebun jambu air di pinggiran sungai, membuka bekal makanan dari rumah, makan rame-rame sama teman-teman, mirip piknik deh pokoknya.  Sayang, hal semacam itu tak lagi bisa dinikmati.  Seiring dengan padatnya pendatang dan kehidupan modern. Orang lebih senang membuat kamar mandi sendiri. Mushola di pinggir kali, pancuran, dan tepian kali tak lagi riuh setiap pagi dan sore oleh ibu-ibu yang mencuci baju atau anak kampung yang berenang di kali. Kebun jambu air tempat kami piknik dulu, sekarang sudah dipadati rumah penduduk. Pinggiran kali yang sunyi, makin mengerikan karena menjadi "tempat sampah" tak resmi warga.  ironis.



Hujan yang tiba-tiba turun, mengusik kenangan masa kecil saya di pinggir kali jembatan akar itu. Kami semua segera bergegas meninggalkan sungai. Kembali melewati jembatan akar menuju perkampungan di bawah siraman hujan. Menjelang sore, kami baru sampai. Langsung mandi? Tentu saja, tapi mandi dengan tisu basah karena banyak diantara kami yang tak terbiasa mandi di kali atau di pancuran, di tempat terbuka. Mandi tisu basah masih berlanjut keesokan harinya sampai menjelang pulang pada Minggu siang.

Saya memang tidak ikut perjalanan hari Minggu, ke perkampuan suku Baduy yang akan naik ke atas, ke desa Cisaban. Terus terang mendengar jauh dan kondisi jalannya, saya cukup tahu diri untuk tidak memaksakan diri ikut treking ke desa itu. Akhirnya, sebagian dari kami yang memilih tidak ikut, bisa menikmati kopi susu di warung sambil menikmati durian yang sedang musim, dan rasanya uennakkk itu. Sayang gak bawa tupperware gede, buat bawa oleh-oleh durian.

Meski sangat melelahkan, perjalanan akhir pekan kemarin, setidaknya membuat pikiran saya segar kembali. Meski dua hari cuma mandi tisu basah, dan sempet mendapat "hadiah"  kaki ketelingsut sampe bengkak, waktu turun dari angkot, hanya tinggal beberapa langkah dari rumah. Di satu sisi, saya menikmati bau alam dan kehidupan yang sederhana dan serba terbatas. Di sisi lain, saya bersyukur bisa menikmati kehidupan dengan segala kemudahan yang ada.

all pic here

Wednesday, November 23, 2011

Dahsyatnya Senyum



senyum mengindetikkan keramahan

makanya mereka yang diberkahi sifat murah senyum
pasti disukai dan dicintai banyak orang
dahsyatnya senyum digambarkan dalam kata bijak ;




"Smiling is infectious,
You can catch it like the flu.
Someone smiled at me today,
And I started smiling too"






















berbahagialah orang-orang yang memiliki tipikal wajah senyum

yang wajahnya biasa saja, murah hatilah untuk memberi senyum
karena senyum itu termasuk amal ibadah





dan aku tersenyum melihat wajah senyumnya

orang menjulukinya si "Mr Smile"
yang senyum dan wajahnya bukan hanya menggetarkan tiang gawang, tapi juga menggetarkan publik Asia Tenggara
dalam ajang Sea Games ke XXVI di Jakarta-Palembang

siapa lagi kalau bukan wasit sepakbola asal Korea Selatan

KIM JONG Hyeok ... saranghe uppa ...




*gelombang halliyu di Indonesia memang dahsyat, mulai dari drama korea, boy-girl band korea, sampai wasit sepakbola korea ....


pic from HERE

Monday, October 31, 2011

Merry Riana dan Agustinus Wibowo, Sebuah Kebetulan?


"Buat saya, apa yang terjadi selama perjalanan tidak ada yang kebetulan, semuanya sudah diatur oleh Tuhan," begitu kira-kira yang diucapkan Agustinus Wibowo (AW), penulis catatan perjalanan (travel writer) yang belakangan ini namanya sedang berkibar setelah dua bukunya;  Selimut Debu dan Garis Batas diminati dan dipuji banyak pembaca buku di Indonesia.

AW mengucapkan kata-kata itu dalam acara bedah bukunya "Garis Batas" di kantor PBNU, Kramat, Kamis (27/10), Mendengarnya, saya spontan senyum sendiri, mengingat pengalaman satu hari itu yang buat saya seperti "serba kebetulan".  

Tadinya, tidak mungkin buat saya hadir ke acara itu, karena lokasi kantor yang cukup jauh dari PBNU. Tapi tiba-tiba Rabu malamnya, teman kantor minta saya ikut menghadiri peluncuran buku terbaru Merry Riana "Mimpi Sejuta Dollar" pada Kamis siang. Saya langsung mengiyakan, karena pikiran saya langsung melayang ke acara bedah buku AW, malam harinya. Jadi bisa sekalian jalan. Sebuah kebetulan ...?

Usai bedah buku Merry Riana, saya ragu untuk datang ke PBNU. Rasanya, bete juga kalo dateng sendirian. Dan sialnya, teman-teman yang biasa diajak "keluyuran" juga gak bisa karena ada tugas masing-masing dari redakturnya. Nyaris putus asa. Tapi langsung keingetan seorang teman mp yang katanya malem itu mau dateng ke bedah buku AW. Saya langsung sms, dan yeah .... akhirnya bener dia mau dateng. Akhirnya kita, saya dan mbak Ade--yang ternyata dateng sama Mbak Dee-- janjian ketemu di TKP (Tempat Kejadian Perkara bedah buku "Garis Batas" ). Kebetulan lagi?

Tapi "kebetulan" lainnya yang buat saya menarik, dua penulis yang saya jumpai satu hari itu ( tanpa bermaksud bawa-bawa ras ), Merry Riana dan Agustinus Wibowo, sama-sama keturunan etnis Tionghoa, sama-sama sedang naik daun karena bukunya sangat menginspirasi banyak orang dan laris manis di pasaran--bedanya, AW menulis buku catatan perjalanan, Merry menulis buku semacam buku motivator dan biografi--, dua-duanya juga memiliki pengalaman batin dan pengalaman hidup yang hampir serupa, meski dalam dimensi berbeda, sebagai seorang keturunan Tionghoa di Indonesia, dan sungguh yang membuat saya kagum, dua-duanya adalah orang-orang sukses yang rendah hati, tak pelit berbagi dan mampu menginspirasi banyak orang untuk tidak takut memiliki impian dan berjuang mewujudkan mimpi-mimpi itu.




Merry Riana mengawali suksesnya dengan "Mimpi Sejuta Dollar"  karena ia merasa bagaimana beratnya hidup dalam keterbatasan finansial.  Perempuan energik lulusan teknik elektro di Nanyang Technology University Singapura ini jatuh bangun sebelum akhirnya ia mampu mewujudkan impiannya mendapatkan penghasilan satu juta dollar (Singapura) yang ia sebuh sebagai "kebebasan finansial" sebelum usia 30 tahun.  Dan Merry mendapatkannya pada usia 26 tahun.


Meski kuliah di Singapura, Merry bukan berasal dari kalangan keluarga "berada".  Kerusuhan Mei '98, yang memaksanya meninggalkan Indonesia demi alasan keamanan, dan melanjutkan kuliah di Singapura dengan biaya pas-pasan dan pinjaman uang untuk pendidikan dari pemerintah Singapura.  

Di negeri Singa itu, Merry hidup prihatin karena ia hanya punya anggaran 10 dollar untuk memenuhi kebutuhan makannya selama seminggu. Untuk makan siang, Merry kadang hanya makan sekerat roti, yang ia santap di dalam toilet kampus, agar teman-temannya tidak tahu bahwa ia tidak mampu jajan di kantin.

Sambil kuliah, Merry mencoba berbagai pekerjaan sambilan, mulai dari penyebar brosur biro jodoh, bekerja di toko bunga, sampai menjadi pelayan hotel. Setelah memiliki tabungan dan mencoba bisnis, tapi banyak yang gagal, kesuksesan mulai diraihnya ketika ia memilih menjadi konsultan finansial dengan jumlah klien yang fantastis. Dan sekarang, Merry Riana menjadi menjadi orang Indonesia dan wirausaha yang dihormati di Singapura karena kesuksesannya.

Mimpinya sekarang adalah ingin menularkan kesuksesan finansialnya pada satu juta orang di Asia, terutama di Indonesia. Satu hal yang mengagumkan dari Merry adalah kecintaannya pada Indonesia, meski ia dulu harus pergi ke Singapura karena kerusuhan yang menimbulkan korban harta dan jiwa dari kalangan etnis Tionghoa.  Di sisi cover bukunya, "Mimpi Sejuta Dollar" ia menulis,  "you can take me out of from Indonesia, but you can never take Indonesia out of me".  (luv this words)

Kerja keras dan pantang menyerah, itulah kunci keberhasilan seorang Merry Riana, yang sedang menanti kelahiran anak keduanya. "Buat saya, tidak ada eskalator untuk mencapai kesuksesan, yang ada adalah tangga dan kita harus berkeringat untuk menaiki tangga tersebut," tandas Merry.

Dua buku Merry, "A Gift from A Friend" dan "Mimpi Sejuta Dollar" adalah dua buku best seller. "Mimpi Sejuta Dollar" bahkan dalam waktu dua minggu setelah diterbitkan, sudah dicetak ulang.

Lalu bagaimana dengan Agustinus Wibowo? sudah banyak yang nulis, tanya mbah google aja kali yeee. Tapi banyaklah yang bisa saya serap dari penuturan AW mulai dari pengalamannya selama melakukan perjalanan ke Afghanistan dan negara-negara Asia Tengah,  sampai ilmu soal travel writing. Siapa tahu, Allah Swt juga berbaik hati pada saya, memberi kesempatan untuk melihat buminya yang luas dan mentafakuri ciptaannya yang dahsyat di alam semesta raya (mulai lebay deh bahasanya, tanda tulisan harus segera diakhiri .... hehehe)

Yang jelas, bertemu dengan dua orang sukses dalam satu hari itu, mendengar cerita dan sharing pengalaman hidup mereka beserta "kebetulan-kebetulan" yang menyertainya, sungguh inspiratif.  Eh, bukan kebetulan kali, tapi memang perjalanan saya seharian itu memang sudah diatur-Nya. Semoga ada hikmahnya di kemudian hari, yang belum mampu saya lihat sekarang. Ngarep.

*maaf kalau tulisan ini rada ngalor ngidul gak jelas. karena cuma ingin menyalurkan hasrat nulis yang lagi kenceng.

Friday, October 28, 2011

Gerombolan Remaja Tanggung itu Ternyata Tukang Copet

" Dalam kondisi lelah dan lutut lemas, saya membatin, apakah saya harus menyalahkan generasi muda pencopet itu? Tak perlu dipertanyakan mereka belajar dari siapa .... "




Kamis (27/10), sekira jam 7 malam, saya menaiki kopaja dari Blok M yang ke arah Tanah Abang. Karena masih jam orang pulang kantor, bis tanggung berwarna putih hijau itu penuh dengan penumpang. Sebenarnya, saya agak ill-feel naik bis ini, karena saya tahu bis ini rawan copet. Tadinya, saya sudah beli karcis busway, tapi karena sedang terburu-buru dan saya melihat antrian busway yang mengular, saya keluar dari terminal busway dan mencari bis biasa saja dengan harapan bisa mengejar waktu.


Sadar rawan copet, makanya sejak melangkahkan kaki ke dalam bis itu, saya sudah ekstra waspada dan cari tempat duduk yang aman tentram, di pojok, tepat di barisan depan dekat pintu masuk. Karena penumpang sudah penuh, baik yang duduk maupun yang berdiri, bis pun melaju cepat. Saya memperhatikan setiap penumpang yang naik turun. Karena lebih banyak yang naik dibandingkan yang turun bis makin sesak.

Memasuki jalan Sudirman, tepat di depan gedung Depdiknas, naiklah segerombolan remaja lelaki, yang usianya antara 15-17 tahun.  Tadinya, saya pikir mereka segerombolan remaja biasa yang pulang main. Jadi saya tidak menaruh curiga. Kecurigaan saya muncul ketika salah satu dari mereka--kelihatannya yang umurnya paling tua--bergelagat aneh, mendesak-desak penumpang yang sudah penuh sesak sehingga penumpang yang mau turun jadi terhambat. Saya juga perhatikan segerombolan anak muda itu, terkesan sengaja bergerombol di depan pintu masuk bis. Perasaan saya mulai tak enak. Dan saya terus memperhatikan gelagat mereka dan satu orang yang mendesak-desak penumpang.

Insting saya terbukti, satu orang itu, saya lihat membuka resleting bagian depan tas gemblok--kayaknya tas laptop--seorang anak muda yang baru saja naik. Dalam hati, "Aduh ini orang, ceroboh banget di bis menyampirkan tas ke belakang."  Remaja tanggung itu terus merogoh-rogoh isi tas, tapi saya tidak jelas apakah ia berhasil mengambil sesuatu, karena pandangan saya terhalang oleh sesaknya penumpang.

Sebagian gerombolan itu yang jumlahnya sekira 6 orang remaja tanggung, turun di depan Benhil. Di sini, penumpang banyak yang turun, sehingga bisa agak kosong. Tak ada lagi penumpang yang berdiri. Ternyata masih ada dua remaja tanggung anggota rombongan itu yang masih ada di dalam bis, yang satu duduk di belakang sopir, yang satunya lagi terlihat sedang menelpon dengan menggunakan hp, saya jadi curiga remaja ini sedang calling-callingan dengan gerombolannya yang sudah turun duluan.

Melihat apa yang terjadi, saya gemas sekaligus miris, anak-anak remaja ini sudah berani melakukan tindak kriminal, jadi tukang copet !  Beberapa tahun belakangan ini, saya bekerja di daerah pinggiran, lebih sering naik angkot daripada naik bis dan jarang pula ke pusat kota. Dan saya benar-benar kaget melihat "pesat"nya kriminalitas di kota Jakarta, anak-anak remaja pun sudah jadi pencopet !

Dalam kondisi lelah dan lutut lemas, saya membatin, apakah saya harus menyalahkan generasi muda pencopet itu? Tak perlu dipertanyakan mereka belajar dari siapa, sementara setiap hari kita menyaksikan pemberitaan bagaimana generasi tua yang menjadi pejabat pemerintah di negeri ini, juga nyambi jadi tukang copet uang rakyat dan uang negara. Alangkah mirisnya negeri ini. Para pemuda (indonesia) mencopet satu hari menjelang hari Sumpah Pemuda.

Saturday, September 24, 2011

Konser Maher Zein


Setelah Maher Zein, siapa tahu Sami Yusuf atau Yusuf Islam akan menyusul konser ke Indonesia ....buat yang pengen nonton langsung penampilan Maher Zein, jangan sampai ketinggalan konsernya di istora ...
.


Tuesday, September 20, 2011

[Suka Duka Angkot-er] Insiden Kecele Penumpang Angkot

Berita maraknya perkosaan di angkot, membuat saya teringat pengalaman konyol tapi lucu saat  naek angkot. Kejadiannya sebenarnya sudah agak lama, sebelum bulan Ramadan kemarin. Tapi kalau inget, masih suka bikin ketawa sendiri.

Saya sebenarnya termasuk orang yang waspada tiap naik angkot, secara sudah berkali-kali menyaksikan tindak kriminalitas, bahkan hampir beberapa kali menjadi korban orang-orang yang memiliki "sense of belonging" tinggi di dalam angkot, alias copet. Makanya, tiap naik angkot saya selalu perhatiin muka-muka penumpangnya dan mendekap tas saya erat-erat, kecuali lagi capeeek banget dan terpaksa ketiduran di angkot.

Jadi ceritanya, waktu itu saya saya mau naik angkot ke markas MP4P dari lampu merah Pasar Rebo. Di situ banyak banget angkot yang ngetem, kebanyakan kosong. Jelas saya pilih angkot paling depan, dengan pertimbangan supaya gak kelamaan nungguin ngetem. Di bagian ada beberapa angkot yang sudah terisi penumpang. Tapi intuisi kewaspadaan saya, memilih angkot yang kira-kira aman.

Setelah melihat-lihat penumpang beberapa angkot, akhirnya saya bisa bernapas lega, karena melihat angkot yang isinya perempuan semua. Hmmmm, kalau penumpangnya perempuan semua, Isnya Allah aman lah ya .... pikir saya waktu itu. Maka, dengan percaya diri, saya langsung naik ke angkot itu. Tapi .... begitu saya duduk dan melihat ke arah empat perempuan itu, jantung saya langsung berdegup.

Perempuan-perempuan itu .... ternyata bukan perempuan beneran alias waria dengan dandanan khas waria yang menurut saya sih malah syereeem. Saya langsung pura-pura gak ngeliat, untuk menutup padahal hati deg deg-an. Keempat waria itu asyik ngobrol sambil cekakak cekikik dengan gaya khas waria.

Ok laah ... meski mereka bergaya perempuan dan kelihatannya baik, di mata saya mereka tetap laki-laki dan saya sering mendengar cerita waria yang tetap dominan kelaki-lakiannya kalau sedang marah. Bukannya mau berburuk sangka sih, tapi waktu ini saya bener-bener takut. Mau turun angkot, gak mungkin ...

"Hadeeuuh ... kirain perempuan beneran, gak tahunya ...." batin saya.

Untunglah angkot segera jalan, dan tempat tujuan saya tidak terlalu jauh dari tempat saya naik angkot. Begitu sampe, saya langsung lompat keluar dari angkot. Ya ampun .... mimpi apa sih gue semalem.....

Monday, September 19, 2011

[Suka Duka Angkot-er] Karena Setiap Hari Kita Lihat Adegan "Perkosaan"

Sebagai warga Jakarta yang mengandalkan moda transportasi angkot, saya jelas agak kecut mendengar berita maraknya aksi perkosaan di atas angkot. Meski rasanya sulit dibayangkan bagaimana bisa orang melakukan perbuatan bejat itu di dalam angkot tanpa kelihatan orang, paling tidak menimbulkan kecurigaan mobil-mobil yang lewat. Tapi yang namanya penjahat, pasti lihai melakukan aksinya.

Dan kasus perkosaaan di atas angkot ini, gaungnya bahkan sampai ke Australia. Seorang penyiar radio Australia yang siarannya sempat saya dengarkan pagi kemarin, menceritakan bahwa sejumlah warga Australia yang dimintai komentarnya soal mencuatnya kasus perkosaan di atas angkot di Indonesia mengatakan, bahwa sebagai negara muslim, kasus perkosaan itu menunjukkan buruknya kerusakan akhlak di Indonesia.

Deg! sebagai seorang muslim dan sebagai orang Indonesia, rasa nasionalisme saya jadi terusik. Tapi, setelah dipikir-pikir lagi, komentar orang Australia itu tidak sepenuhnya salah. Karena negara ini memang sedang dilanda krisis akhlak, terutama di kalangan para pejabat negara yang kerap "memperkosa" hak rakyat (baca: korupsi) dan adegan "perkosaan" itu begitu telanjang dihadirkan ke depan mata rakyat lewat pemberitaan media massa, terutama televisi.

Ironisnya, rakyat juga tahu bahwa kasus-kasus "perkosaan" itu selalu berujung pada benang kusut, lingkaran setan tak berujung, dan tak pernah menyeret "pelaku utama" nya ke depan hukum. Bukan tidak mungkin, kondisi semacam ini yang mendorong orang melakukan perbuatan bejat seperti perkosaan di atas angkot itu. Kondisi sebuah masyarakat adalah cerminan dari kondisi pemerintahan masyarakat yang bersangkutan. Bukankah demikian?

Kembali ke kasus perkosaan di angkot, tak perlu buang-buang energi memperdebatkan para pengunjuk rasa yang mengenakan rok mini dan mendiskreditkan kaum lelaki, atau kaum lelaki yang mengkritik cara berpakaian perempuan yang bisa mendorong terjadinya kejahatan seksual. Sehingga kita lupa persoalan yang paling penting bahwa di negeri ini jaminan keamanan terhadap warga negaranya sangat minim. Bahkan ketika kita sudah melaporkan sebuah tindak kejahatan, tidak ada kesigapan dan kecepatan untuk menindaklanjuti laporan itu. Sehingga seorang korban perkosaan di angkot, bahkan sampai harus mencari sendiri pelaku perkosaan yang kebetulan wajahnya masih ia ingat.

Ada persoalan apa sebenarya? Jelas persoalan penegakan hukum yang tidak serius, terutama pada para pelaku perkosaan, entah itu pelaku perkosaan di atas angkot, maupun para pelaku "perkosaan" hak-hak rakyat.

Selebihnya, soal keamanan, rasanya untuk saat ini, kita kaum perempuan mesti esktra keras menjaga diri sendiri, terutama para pengguna angkot.  Jangan lupa untuk selalu memohon perlindungan Yang Maha Kuasa dengan berdzikir "Hasbunallah-u Wani’mal-Wakîl, Ni’mal-Mawlâ Wani’man-Nashîr”, cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.


Sunday, September 18, 2011

AstroFotografi



Astronomi fotografi .... sebelumnya tak pernah terlintas di pikiran saya. Mulai tertarik dengan astronomi fotografi atau yang sering disingkat dengan astrofotografi saat tak sengaja membaca sebuah majalah (lupa namanya) saat dalam penerbangan Jakarta-Solo buat membantu rekan-rekan relawan untuk para korban meletusnya Gunung Merapi sekira setahun lalu.


"Menarik juga," pikir saya setelah membaca artikel yang lumayan bisa membunuh fobia terbang saya. Karena yang menjadi obyek foto adalah benda-benda langit yang jaraknya amat sangat jauuhhhh dari bumi kita, dan fenomena-fenomena langit yang unik.

Dan ternyata, astrofotografi memang menarik banget, setelah hari Sabtu (17/9) ikut pemaparan tentang astrofotografi bersama teman-teman (bersama adik-adik sih tepatnya, berasa udah tua banget di tengah anak kuliahan dan seragam abu-abu ...)  Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) di Planetarium, TIM.

Paling enggak, menambah ilmu dan wawasan, bagaimana sih astrofotografi dilakukan, alatnya apa aja, tekniknya gimana aja. Nilai plus dari astrofotografi adalah, setidaknya kita mesti tahu sedikit-sedikit tentang ilmu astronomi dan mengikuti info-info terkini di dunia astronomi. Setidaknya, kita tahu kapan ada hujan meteor, dimana letak rasi bintang, supaya bisa mendapatkan obyek benda langit yang jarang-jarang terjadi atau nampak di langit.

Dan untuk bisa ber-astrofotografi, gak harus punya kamera canggih, pake kamera hp pun bisa, asal punya perangkat penunjangnya yang memadai ... (nah, perangkat penunjangnya ini yang mahal, ) bagus kalau punya teleskop sendiri.

Tapi salut dengan teman-teman muda (berasa udah tua ... ) di HAAJ, yang ternyata banyak yang menekuni astrofotografi dan hasil foto mereka juga bagus-bagus.... ditambah bekal pengetahuan astronomi mereka.  Jadi malu sama diri sendiri, karena masih kebanyakan "narsis" fotografi, hehehehe.


Sayang, malam itu gak  pengamatan dan langsung mempraktekkan astrofotografi. Selain sayanya sudah ngantuk dan terlalu malem, mesti pulang ke rumah. Tapi alhamdulillah, hari itu bertambah pengetahuan. Mudah-mudahan, lain kesempatan bisa berkesempatan lagi bertemu teman-teman di HAAJ dan ikut mempraktekkan astrofotografi.

Selamat Tinggal Musim yang Lalu









angin yang bertiup senja ini
menggugurkan daun-daun
yang mengering karena kemarau panjang
cuaca mulai sering diliputi awan
yang kadang jatuh menjadi titik hujan
menebarkan aroma tanah yang khas
pertanda musim akan berganti
selamat tinggal musim yang lalu
aku ingin menjelang musim yang akan datang
musim semi yang lebih indah ...

Thursday, September 15, 2011

Hujan di Bulan September



hujan ...
bukannya aku tak bersyukur engkau datang
tapi mengapa butiran airmu
terasa begitu dingin, tajam dan menyakitkan

hujan...
meski memilukan
aku tetap memanjatkan doa
semoga bersama air yang luruh ke bumi sesorean tadi
ada setetes obat untuk menyembuhkan luka ini

hujan ...
kutunggu kau lagi esok hari

Monday, September 12, 2011

... bukan sekedar jalan-jalan ...



"Hakikat sebuah perjalanan bukanlah sekedar menikmati keindahan dari satu tempat ke tempat lain. Bukan sekedar mengagumi dan menemukan tempat-tempat unik di suatu daerah dengan biaya semurah-murahnya. Makna sebuah perjalanan harus lebih besar daripada itu. Sebuah perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi, memperluas wawasan, sekaligus memperdalam keimanan. Sebagaimana yang dicontohkan oleh perjalanan hijrah Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah ke Madinah,"  (dari buku: 99 Cahaya di Langit Eropa)

Tuesday, July 26, 2011

Risalah Pendek tentang Seorang Anders Behring Breivik


"Tapi, sekali lagi kita menyaksikan sikap Barat dan medianya yang munafik, tidak berani menyebut seorang Anders Behring Breivik sebagai TERORIS, apakah karena ia bukan seorang Muslim?"





Percayalah suatu saat Allah Swt akan menunjukkan kebenaran,
dengan cara-Nya sendiri. Jika selama ini Islam dinistakan dan diidentikkan dengan teroris, Anders Behring Breivik, pelaku pembantaian di Norwegia membuktikan bahwa teroris tidak identik dengan Islam atau agama tertentu, tapi identik dengan kebodohan dan sikap ignoran.

Breivik melakukan teror berdarahnya karena kebencian tak beralasan terhadap Islam dan Muslim, berdalih "ingin
menyelamatkan Eropa dari invasi Muslim." Dan alasan itu, yang dengan liciknya, oleh media Barat lagi-lagi dimanfaatkan untuk membentuk opini publik bahwa Islam memang sumber masalah. Ujung-ujungnya Islam juga yang disalahkan sebagai biang keladi terorisme.

Anders Behring Breivik adalah tamparan bagi para pemimpin Barat atau siapa saja yang selama ini mengindetikkan Islam da
n Muslim dengan terorisme. Tapi, sekali lagi kita menyaksikan sikap Barat dan medianya yang munafik, tidak berani menyebut seorang Anders Behring Breivik sebagai TERORIS, apakah karena ia bukan seorang Muslim?



Thursday, July 21, 2011

... Cuma Sebuah Lagu ...




Ebiet G. Ade kalau nulis syair lagu, bener-bener meno
hok perasaan ....



Seberkas Cinta yang Sirna


Masih sanggup untuk kutahankan
Meski telah kau lumatkan hati ini
Kau sayat luka baru di atas duka lama
Coba bayangkan betapa sakitnya

Hanya Tuhanlah yang tahu pasti
Apa gerangan yang bakal terjadi lagi
Begitu buruk telah kau perlakukan aku
Ibu, menangislah demi anakmu

Sementara aku tengah bangganya
mampu tetap setia meski banyak cobaan
Begitu tulusnya kubuka tanganku
Langit mendung, gelap malam untukku

Ternyata mengagungkan cinta
harus ditebus dengan duka lara
Tetapi akan tetap kuhayati
Hikmah sakit hati ini
Telah sempurnakan kekejamanmu

Petir menyambar hujan pun turun
Di tengah jalan sempat aku merenung
Masih adakah cinta yang disebutkan cinta
bila kasih sayang kehilangan makna?



Monday, July 18, 2011

Siapa yang Paling Pertama Diceburkan ke Neraka?


tausiyah Pak Ustaz ba'da salat zuhur, hari ini "nendang" banget. Mudah-mudahan kita bukan termasuk orang yang paling pertama di ceburkan ke dalam neraka jahanam ...

 

"Ada tiga golongan orang yang paling pertama kali dimasukkan ke neraka. Mereka bukan orang kafir atau orang musyrik, tapi mereka adalah para qori (ulama, dai) yang membaca Quran (berdkawah) karena ingin dipuji sebagai pembaca Quran, orang kaya yang rajin bersedekah karena ingin dipuji sebagai dermawan dan orang yang melakukan jihad karena ingin dipuji sebagai pemberani."

 

*hikmahnya: pentingnya keikhlasan dan niat dalam melakukan sesuatu. Sebesar apaun kebaikan yang dilakukan, tanpa keikhlasan dan niat yang baik, tidak akan bernilai apa-apa di mata Allah Swt ....

Friday, May 27, 2011

Noel Botham Menjawab Teka-Teki Kematian the "England Rose"



Noel Botham, penulis buku "The Murder of Princess Diana" mengungkapkan, militer AS terlibat dalam kematian Putri Diana dalam kecelakaan di Paris pada tahun 1997.


Menurut Botham, latar belakang pembunuhan Diana tidak lain karena kampanye antiranjau yang dilakukan oleh Diana. Saat berkunjung ke AS tahun 1997, kata Botham, Diana berhasil membujuk mantan presiden AS Bill Clinton untuk mendukung kampanye global antiranjau dalam Konferensi Oslo yang akan digelar pada tanggal 19 September tahun itu juga.

"Militer AS tidak senang dengan kampanye yang dilakukan Diana, dan pihak militer tahu betul bahwa Clinton tidak akan mengubah dukungannya sepanjang Diana masih hidup," kata Botham.

"Ada tekanan yang sangat besar dari pihak militer di AS untuk meminta Clinton menghentikan kesepakatan internasional antiranjau dan agar Clinton menarik dukungannya. Terajdi lobi yang hebat di Gedung Putih. Dan tentu saja, 19 hari setelah kematian Diana, Bill Clinton berangkat ke Oslo dan berbalik menentang kesepakatan antiranjau itu," sambung Botham.

Ia juga mengungkapkan, kurang dari setahun setelah kematian Diana dalam kecelakaan di Prancis, media massa di dunia berusaha mendesak CIA, FBI dan Departemen Keamanan Nasional AS agar merilis arsip mereka tentang kematian Diana. Sampai sekarang, akses terhadap arsip-arsip itu tidak pernah diberikan.

"Mereka (CIA, FBI dan Departemen Keamanan Nasional) semuanya memberikan satu jawaban, bahwa mereka akan menyimpan halaman-halaman tertentu dari 145 halaman (laporan kematian Diana) yang dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya yang serius terhadap keamanan dalam negeri AS," ujar Botham.

Pada saat yang hampir bersamaan, film berjudul "Unlawful Killing" yang diputar di Festival Film Cannes di Prancis, belum lama ini juga menjadi kontroversi. Film yang mengangkat kisah kematian Diana, Dodi Fayed dan sopir mereka Henri Paul, menurut sutradaranya, Keith Allan, adalah film yang "menyelidiki hasil penyelidikan kematian Putri Diana."

Film itu menengarai ada konspirasi dibalik kematian "England Rose" itu dalam kecelakaan mobil pada 31 agustus 1997.  Di Inggris Raya, film itu dilarang diputar dengan alasan "keamanan nasional."


sumber: Press TV

cerita terkait : "Teka-Teki di Balik Kematian Putri Diana"



Thursday, May 26, 2011

Mau Jadi Presiden Lagi Tuan Obama?



*Ketika Darah dan Nyawa Rakyat Palestina Jadi Taruhan Ambisi Obama*

Tiga hari setelah memberikan pidato tentang kebijakan luar negerinya untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Presiden AS Barack Obama kembali berpidato di konferensi tahunan AIPAC, pada Minggu (22/5). Pada dasarnya, isi kedua pidato Obama dalam dua kesempatan berbeda itu sama saja, menegaskan kembali sikap Obama bahwa dirinya adalah pendukung setia Zionis Israel dan jelas menyiratkan bahwa ia tak pernah sepenuh hati mendukung perdamaian di Timur Tengah, khususnya masalah kemerdekaan Palestina.


Para analis politik internasional berpendapat, pidato Obama dalam waktu yang nyaris berdekatan, tidak lebih sebagai strategi Obama menjelang pemilu presiden tahun depan. Jauh-jauh hari, Obama sudah mengisyaratkan bahwa dirinya akan mencalonkan diri lagi dalam pemilu presiden AS tahun 2012.

Presiden Gagal

Pertengahan Januari kemarin, Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs mengatakan bahwa Obama berencana mengajukan surat pencalonan resmi dalam beberapa bulan mendatang. "Kami telah mencapai beberapa kemajuan dalam memulihkan perekonomian, dan saya pikir Presiden ingin terus melakukan itu," kata Gibbs saat itu.

Tapi fakta bicara lain, beberapa survei menunjukkan popularitas Obama di mata rakyat Amerika, terus menurun sejak ia resmi menjadi presiden AS tahun 2008 lalu. Popularitas Obama keturunan Afrika itu bahkan mencapai titik terburuk pada tahun 2009, karena sebagian besar rakyat AS menilai Obama gagal mengatasi persoalan dalam negeri, khususnya masalah ekonomi dan persoalan luar negeri, terutama kebijakannya dalam perang AS di Afghanistan.

Survei yang dilakukan Rasmussen Report baru-baru ini misalnya, menunjukkan bahwa 50 persen responden dari kalangan rakyat AS menyatakan sangat tidak puas dengan kinerja Presiden Obama. Angka itu meningkat tajam dibandingkan survei tahun 2009, yang prosentasenya hanya 30 persen.

Situs Business Insider dalam laporannya menyebutkan bahwa Obama gagal memenuhi janji-janji kampanyenya dalam pemilu presiden lalu. Penghargaan Nobel Perdamaian yang diterima Obama tahun 2009, juga tak mampu mendongkrak popularitasnya. Obama yang menggunakan jargon "Change" dalam kampanye presidennya dulu, terbukti tak mampu melakukan transformasi yang drastis dan esensial untuk negaranya, seperti yang dijanjikannya.

Rakyat AS yang sudah capek dan muak dengan kebijakan agresif presiden sebelumnya, George W. Bush, menginginkan kehidupan yang lebih damai dan tenang, dan berharap ada pemimpin baru yang berbeda dalam menjalankan roda pemerintahan. Tapi harapan rakyat AS itu kandas, karena pemimpin baru yang diharapkan membawa perubahan itu ternyata sama saja dengan pemimpin sebelumnya. Di mata rakyat AS dan dunia internasional, utamanya dunia Islam, Obama hanya kepanjangan tangan dan meneruskan kebijakan-kebijakan AS yang imperialis, militerisme dan pro-Zionis Israel.

Sampai sekarang, Obama belum juga menutup kamp penjara Guantanamo dan tutup mata atas penyiksaan terhadap para tahanan muslim yang masih terus berlangsung di kamp penjara itu. Obama sama sekali tidak mendekat pada dunia Islam, seperti isi pidatonya di Kairo tahun 2009. Obama cuma bisa mengecam perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina, tapi tidak mengenakan sanksi berat pada Israel. Alih-alih menarik pasukannya dari Irak, Obama mengirim tentara tambahan ke Afghanistan dan melakukan serangan udara sepihak ke wilayah Pakistan, dengan menggunakan pesawat tanpa awak sehingga menimbulkan korban di kalangan warga sipil.

Obama dan jajarannya nampaknya sadar betul bahwa mereka sudah tidak populer lagi di mata rakyat, dan ini menjadi akan menjadi kendala besar bagi kemenangan Obama dalam pemilu tahun depan. Mereka putar otak, dan menemukan cara yaitu dengan membuat berita terbunuhnya "teroris paling berbahaya di dunia", pemimpin jaringan Al-Qaida Usamah bin Ladin yang selama ini dijadikan musuh nomor satu seluruh rakyat AS.

Dengan dukungan media massa AS, berita dan penayangan operasi "heroik" pasukan khusus AS membunuh Bin Ladin disebarluaskan ke seluruh dunia. Obama langsung berpidato, memuji operasi itu dan  menyebut tewasnya Bin Ladin sebagai kemenangan seluruh rakyat Amerika dalam melawan terorisme.

Tapi, apakah itu semua mampu memulihkan popularitas Obama? Sebagian rakyat AS memang bersuka ria mendengar berita tewasnya Obama. Tapi setelah itu, mereka kembali dicekam ketakutan akan kemungkinan tindakan balasan atas kematian Bin Ladin. Selain itu, banyak kalangan mulai meragukan kematian Usamah bin Ladin. Mereka membeberkan kejanggalan-kejanggalan operasi yang dilakukan pasukan khusus AS ke Abbotabad, lokasi yang diklaim tempat ditemukannya Bin Ladin. Sebagian pihak meyakini yang terbunuh di tempat itu bukan Bin Ladin, dan sampai sekarang Bin Ladin masih hidup. Sebagian lagi menyatakan bahwa Bin Ladin sudah lama meninggal dunia karena suatu penyakit.

Dan jangan lupa, ada sejumlah ilmuwan dan jurnalis seperti Mark Weber, Kevin Barret, Paul Craig Roberts dan Christopher Bollyn yang hingga detik ini meyakini bahwa serangan 11 September 2001 yang oleh AS diklaim didalangi Usamah bin Ladin, sebenarnya adalah 'kerjaan' CIA dan FBI atau operasi rahasia yang dilakukan Mossad, lembaga intelijen Israel.

Kampanye Pencitraan

Perkembangan situasi setelah berita kematian Usamah bin Ladin, tetap tak menguntungkan posisi Obama untuk mendapatkan simpati rakyatnya. Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan adalah kembali melakukan "kampanye pencitraan" seperti yang dilakukan Obama saat bertarung dalam pemilu presiden dulu.

Pidato kedua Obama tentang Timur Tengah dan dunia Islam, setelah pidato pertamanya di Kairo, serta pidato Obama di hadapan para pelobi Yahudi pro-Israel, adalah bagian dari kampanye pencitraan itu. Obama bisa jadi tak perlu berharap banyak pada dukungan rakyatnya atau pada dukungan Timur Tengah serta dunia Islam agar bisa memenangkan kembali pemilu presiden 2012. Tapi ia sangat berharap banyak pada dukungan para Yahudi Zionis yang lewat kelompok lobinya, terbukti mampu menentukan arah dan mendikte kebijakan negara besar semacam AS dan menjadi penentu siapa yang pantas menjadi presiden AS.

Soal dukungan rakyat, bisa diatur, karena kelompok-kelompok lobi Yahudi Zionis pro-Israel sudah mengendalikan hampir seluruh lini kehidupan masyarakat AS, mulai dari Kongres, konglomerasi media massa dan institusi-institusi keuangan di AS.

Lobi Yahudi Zionis pulalah yang pada pemilu 2008 lalu, berperan besar dalam kemenangan Obama. Kemenangan itu tidak lepas dari sikap serta dukungan Obama terhadap Zionis Israel, saat mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilu presiden AS.

Dalam kunjungannya ke kota Sderot, Israel pada Juli 2008, Obama mengatakan, "Jika seseorang mengirimkan roket ke rumah saya, tempat di mana kedua putri saya tidur di waktu malam, saya akan melakukan apapun untuk menghentikannya. Saya harap Israel juga melakukan hal yang sama."

Sedangkan soal Hamas, seperti dikutip dari New York Times edisi 23 Juli 2008, Obama mengatakan, "Terkait negosiasi dengan Hamas, sangat sulit bernegosiasi dengan sebuah kelompok yang bukan mewakili sebuah bangsa, yang tidak mengakui eksitensi Anda (Israel) dan menggunakan teror sebagai senjata."

Setahun sebelumnya, pada Maret 2007, dalam pidatonya di hadapan AIPAC--organisasi lobi Yahudi pro-Israel terbesar di AS--Obama mengatakan, "AS harus mempertahankan komitmen totalnya terhadap Israel, dengan cara membiayai program peluru kendali agar militer Israel bisa menahan serangan dari Teheran (Iran) dan Gaza."

Masyarakat internasional juga tentu masih ingat, bagaimana Obama bungkam ketika Israel melakukan serangan brutalnya ke Jalur Gaza pada tahun 2008.

Ketergantungan Obama pada Zionis makin jelas, ketika ia memilih orang-orang yang duduk dalam kabinet dan pemerintahannya. Sebuah saja Wakil Presiden Joe Biden yang jelas-jelas mengakui, "Saya seorang Zionis. Anda tidak perlu menjadi seorang Yahudi untuk menjadi seorang Zionis." Lalu ada Rahm Emanuel, yang ditunjuk Obama sebagai kepala staf Gedung Putih.  Emanuel adalah anak lelaki dari bekas pasukan Irgun, pasukan Zionis yang melakukan pembantaian dan pengusiran terhadap rakyat Palestina saat pembentukan negara ilegal Israel. Emanuel memiliki dua kewarganegaraan, AS dan Israel. Selebihnya, hampir semua posisi penting dalam lembaga pemerintahan AS, dijabat oleh tokoh-tokoh yang pro-Zionis Israel.

Dua hari setelah ia dilantik, Obama kembali mempertegas kecintaannya pada Israel dalam pidatonya. Ia mengatakan, "Amerika berkomitmen pada keamanan Israel. Dan kita akan selalu mendukung hak Israel untuk membela dirinya di hadapan ancaman yang nyata."

Jadi, tak perlu heran, jika selama pemerintahannya, konflik Israel-Palestina terus tarik ulur. AS adalah Israel, dan Israel adalah AS, menjadi harga mati yang mustahil bisa berubah, siapa pun yang memimpin AS. "Siapa pun yang mengancam Israel, mengancam kita (AS)," kata Obama.

Siapa yang dimaksud dengan ancaman buat Israel, sudah tentu negara-negara tetangga Israel, yang notabene negara-negara Muslim. Tak heran, jika Obama bersikap lain di mulut, lain di tindakan ketika menyangkut kepentingan negara-negara Muslim. Yang penting jangan sampai merugikan Israel.

Maka, demi memenangkan pemilu presiden AS 2012, Obama kembali "cari muka" di depan para pelobi Zionis. Tak peduli Obama harus mempermalukan dirinya sendiri, dengan mengorbankan nyawa anak-anak dan perempuan Palestina, demi mendapat dukungan dari kelompok Zionis untuk memuluskan jalannya ke kursi kepresidenan untuk yang kedua kalinya. Adakah yang lebih memalukan dari sikap semacam ini? (ln)

Wednesday, May 18, 2011

Berita Museum yang Bikin Senyum



Baru inget kalau hari ini adalah Hari Museum Dunia. Dan dalam rangka memperingati Hari Museum Dunia yang jatuh tiap tanggal 18 Mei, seluruh museum di Jakarta tidak mengenakan biaya alias gratis bagi para pengunjung yang datang pada hari ini.  Padahal, siapa juga yang mau bela-belain ke museum di hari kerja. Kenapa masuk gratisnya enggak digelar sampai sabtu atau minggu gitu ...


Ngomongin soal museum, jadi inget berita televisi yang saya tonton kemarin (nama stasiun tv-nya lupa), tentang liputan tempat-tempat wisata yang ramai dikunjungi di hari libur kejepit nasional. Saya tertarik dengan laporan tv itu tentang museum-museum di Jakarta yang justru tutup pada tanggal merah, sehingga pengunjung yang sudah kadung datang ingin melihat isi museum, jadi kecewa.

Logikanya, sebagai obyek wisata sejarah, hari-hari libur, termasuk hari libur nasional adalah kesempatan untuk menggaet banyak pengunjung. Apalagi bagi masyarakat Indonesia umumnya, museum bukanlah tujuan wisata favorit kecuali kalau ada studi tur dari sekolah. Mungkin cuma segelintir orang yang gemar jalan-jalan ke museum sebagai pengisi liburan.

Kembali ke berita tv tadi soal pengunjung museum yang kecewa, saya betul-betul tersenyum mendengarnya. "Indonesia banget deh, ah," gumam saya dalam hati. Yang bikin saya tersenyum adalah kebijakan museum tutup pada hari libur nasional, jelas tidak sejalan dengan pernyataan Menteri Pariwisata yang berharap "hari kejepit" diantara hari libur, dijadikan sebagai hari "cuti bersama" agar bisa meningkatkan kunjungan wisatawan lokal. Dalam konteks kebijakan museum tadi, jelas ada ketidakkompakkan antara "atasan" dengan "bawahan".

Tapi, ya sudahlah. Kita memang sudah terbiasa melihat "harapan" yang jauh dari "kenyataan" di negeri ini. Yang jelas, saya masih menyimpan harapan untuk mewujudkan proyek mengunjungi semua museum di Jakarta, untuk menjadi kenyataan. Saya menyebutnya "Proyek 1.000 Museum." Cuma koq, rada susah yang nyari database tentang museum-museum apa saja yang ada di Jakarta. Ada yang bisa bantu saya?