Friday, February 22, 2013

Sebab Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga




bismillahirohmanirrohim ...

sudah lama tidak menulis di blog, rasanya kangen juga untuk sekedar menuangkan apa yang ada di benak. tulisan ini mungkin akan banyak menimbulkan beragam persepsi atau tanggapan, dan sebenarnya, saya sudah menahan diri untuk tidak menuliskannya. khawatir dituding membuka aib saudara sendiri, begitu ungkapan banyak orang yang sering dijadikan senjata pamungkas ketika merasa dirinya atau seseorang melakukan kesalahan, dan tidak diterima dikritik dan dikecam karena kesalahan akibat perbuatannya sendiri.

tapi, mudah-mudahan, apa yang tulis ini bukan untuk mengungkap aib saudara sendiri. tapi sebagai sharing pengalaman, yang mudah-mudahan bisa menjadi pengalaman berharga dan cermin untuk menjadi orang yang lebih baik setiap hari, paling tidak buat saya sendiri.

hmmm, mulai dari mana ya. ini sebenarnya menyangkut sebuah partai berbasis Islam (saya sebut aja begitu ya, pasti sudah tahu semua kan ...) yang belakangan menjadi bulan-bulanan, karena partai yang mengklaim sebagai partai bersih, terguncang oleh skandal suap. gimana beritanya, sudah tahu semua lah ya.

secara pribadi saya tidak punya kepentingan, apalagi hubungan dengan partai yang bersangkutan. tapi di kehidupan sehari-hari, saya punya banyak teman yang menjadi simpatisan partai itu. tapi saya masih ingat, beberapa tahun silam, ketika partai ini masih 'baik-baik dan lurus-lurus' saja,  garasi rumah saya dipakai untuk kegiatan pengobatan gratis yang mereka berikan di lingkungan saya.  sejujurnya, saya tidak terlalu suka, rumah pribadi digunakan untuk kegiatan partai, partai apapun karena saya khawatir orang akan mengindetikkan saya dengan partai tertentu. tapi waktu itu, ada adik-adik saya yang menjadi simpatisan partai itu, jadilah saya mengizinkan.

perkenalan saya dengan sang partai berlanjut ketika saya pindah kerja ke sebuah situs berita Islam, yang ternyata pemiliknya juga seorang simpatisan (saya kira kader malah) partai tersebut. tapi, waktu saya masuk,  ternyata yang di kantor saya adalah pecahan partai, mereka yang memilih memisahkan diri karena merasa partainya sudah tidak lagi sejalan dengan garis perjuangan semula, karena mulai ikut pemilu, bahkan berkoalisi dengan partai sekuler.

di kantor itulah saya menyaksikan bagaimana polah "mantan" simpatisan, yang masih jadi simpatisan, bahkan mantan petinggi partai bersangkutan, terutama dalam bersikap dan berkomentar soal partai yang dulu pernah menjadi wadah perjuangan mereka. saya memilih untuk tidak ikut campur, meski kadang jengkel karena media yang seharusnya untuk dakwah seluruh umat, kadang digunakan mereka untuk menyerang dan memojokkan bekas partai mereka itu. maka tak heran, jika akhirnya, situs Islam tempat saya bekerja diboikot oleh orang-orang di partai tersebut.

well, meski saya memilih tidak mau ikut campur dengan "perang" mereka, tetap saja saya sempat berada di posisi yang dilematis, karena notabene saya masih punya teman-teman yang setia di partai itu, dan suka menelpon mempertanyakan berita miring yang dibuat oleh situs berita tempat saya bekerja. yang saya bisa lakukan cuma bilang, kalau memang keberatan atas isi pemberitaan, bisa mengajukan hak jawab sesuai prosedur yang berlaku di media. yang bikin gak enak, kadang dalam suatu kesempatan saya berada di lingkungan para simpatisan partai yang masih setia, dan mereka tahu saya bekerja di situs berita yang mereka boikot, saya merasa dipandang sinis.  entahlah, mudah-mudahan sih cuma perasaan saya saja ya.

terus terang, saya pribadi suka merasa risih dengan sikap dan komentar-komentar para mantan simpatisan partai berbasis islam itu, terhadap bekas partai yang pernah menjadi tempat mereka bernaung. kadang ada lontaran kalimat yang menurut saya tidak pantas diucapkan oleh orang-orang yang katanya aktivis partai dakwah, meski mereka sekarang berseberangan. apalagi usia mereka itu sudah tua-tua, yang seharusnya memberi contoh pada yang muda agar bersikap sehat dan elegan jika ingin berpolitik.

saya yang dari dulu memilih non-partisan, cuma bisa membatin, ah, orang-orang ini ternyata belum dewasa, meski saya yakin mereka paham ajaran Islam, tapi ketika merasa berseberangan dengan partainya sendiri, akhirnya mencela-cela juga. dan kegemasan saya mencapai titik kulminasi ketika para aktivis dakwah yang suka mencela-cela bekas partainya sendiri ini, juga tidak mampu menunjukkan sebagai 'pemimpin-pemimpin' yang bertanggung jawab, terutama tanggung jawab terhadap karyawannya, dengan tidak menuntaskan hak-hak karyawannya hingga sekarang, tanpa penjelasan dan tanpa minta maaf. 
 

pernah terlintas dalam pikiran saya,  inilah balasan buat mereka karena suka memanfaatkan media dakwahnya untuk menyerang bekas partainya. sempat terselip rasa simpati pada partai yang suka dicela-cela orang-orang di kantor saya itu. tapi simpati itu senyap seketika, ketika berita penangkapan petinggi partai itu mencuat di media. aha, ternyata kalian semua sama saja, meski dalam porsi dan posisi yang berbeda.

begitulah ceritanya. makanya saya suka bingung dengan mereka yang begitu fanatik memberikan dukungan pada partai itu, sementara fakta yang saya lihat dan saya alami selama ini sungguh jauh panggang dari api dengan klaim sejuta kebaikan partai itu. mengapa saya jadi begitu cerewet, yang oleh sebagian orang dipandang sebagai kebencian,  saya tidak peduli dengan apa kata orang.  yang saya tahu,  jika sekelompok orang sudah membawa-bawa nama Islam untuk kepentingan tertentu, maka memikul tanggung jawab moral untuk Islam dan seluruh umat Islam. karena jika kelompok itu melakukan pelanggaran, orang enggak mau tahu,  yang dilihat pasti Islamnya dan orang Islamnya secara keseluruhan. seperti kata pepatah, sebab nila setitik rusak susu sebelanga. 

... karena pengalaman adalah guru yang berharga...