Wednesday, November 10, 2010
Sebuah Ironi di Hari Pahlawan
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, begitu katanya. Itulah sebabnya setiap Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, selalu digelar acara kenegaraan tabur bunga dan mengheningkan cipta. Entahlah kalau di sekolah-sekolah sekarang, apakah setiap tanggal 10 November masih digelar upacara untuk mengheningkan cipta?
Tak terbantahkan besarnya jasa para pahlawan Indonesia, terutama mereka yang gugur saat masa perjuangan melawan penjajahan dulu. Sudah sepantasnya kita sedikit meluangkan waktu untuk menundukkan kepala, mendoakan mereka, tapi yang lebih penting lagi mencoba menelaah lebih dalam lagi makna perjuangan yang telah para pahlawan itu lakukan untuk membebaskan negeri ini dari belenggu penjajahan.
Ada yang "istimewa" di Hari Pahlawan tahun ini. Kita kedatangan seorang tamu yang diperlakukan "sangat amat istimewa" (entah ini permintaan sang tamu, atau pemerintah kita yang kelewat lebay), beda dengan tamu-tamu negara lainnya. Dia adalah Presiden AS Barack Obama yang mengaku punya "keterikatan khusus" dengan Indonesia.
Dan kita semua melihat euforia itu dimana-mana. Stasiun televisi menayangkan siaran langsung agenda Obama di Indonesia, mulai dari turun dari pesawat, acara makan malam dan pidatonya di UI (cuma Obama ke toilet saja mungkin yang tidak disiarkan secara langsung !). Media massa, utamanya televisi dengan pemberitaannya yang tidak proporsional seolah memaksa rakyat ini yang sedang prihatin oleh berbagai bencana, menelan mentah-mentah omongan Obama dan meyakinkan bahwa Obama adalah pemimpin yang hebat dan mencintai umat Islam, benarkah?
Dukungan Obama terhadap pendirian masjid di dekat Ground Zero, tak bermakna apa-apa, sepanjang kebijakan perangnya mash menumpahkan darah umat Islam di Irak, Afghanistan, Palestina dan negara muslim lainnya.
Setali tiga uang, dengan alasan menghormati tamu, pemerintah menutup akses jalan milik publik. Merelakan kepentingan rakyat sendiri dikorbankan demi "kenyamanan dan keamanan" Obama dan rombongannya, tak peduli kemacetan panjang menyiksa pengguna kendaraan.
Di Hari Pahlawan ini, kedatangan Obama dan sikap berlebihan pemerintah, media tv, dan para "big fans" nya adalah sebuah ironi yang menyedihkan. Betapa tanpa sadar kita masih berada di bawah kendali "penguasa" negara lain. Tak perlu lah bicara panjang lebar soal kedaulatan, kesetaraan, karena faktanya kita masih mudah didikte dan tidak memiliki posisi tawar di hadapan negara seperti AS. Pendek kata, kita memang masih dijajah dan tertipu oleh bahasa imperialisme "negara sahabat" yang dihembuskan dengan halus.
Dan yang memprihatinkan lagi, para pejabat negeri ini seolah tak sadar bahwa mereka sedang menerima seorang pemimpin negara yang masih melakukan penjajahan atas negara lain, bahkan merampok habis-habisan kekayaan alam negeir ini Tak ada tekanan untuk Obama selama kehadirannya di sini, yang ada hanya bahasa basa-basi diplomasi, senyum sumringah dan pujian-pujian memuakkan. Adakah manfaat yang dirasakan bangsa ini setelah kedatangannya?
Entahlah, apakah para pahlawan yang telah gugur itu menangis di alam baka sana melihatnya. Maafkanlah kami wahai para pahlawan, karena kami masih menerima "penjajah" datang ke negeri ini tanpa sikap kritis sama sekali, karena kami belum mampu membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan, penjajahan modern yang sejatinya telah menghancurkan harga diri bangsa ini ...
*gambar dari sini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Sangat menggugah mbak, makasih udah mengingatkan.. :)
ReplyDeleteiya... gimana keadaan pahlawan sebenarnya sekarang ya? pernah juga liat di tv, ada yang tinggal di pinggir kota, di tempat kumuh dan harus tetap kerja keras, padahal dulunya beliau adalah pejuang... sedih :(
ReplyDeletesama-sama bro, ini juga mengingatkan saya sendiri ....
ReplyDeleteyah ... apa boleh buat, peringatan hari Pahlawan cuma jadi acara seremonial belaka, tanpa makna ...
ReplyDeletejadi yang sebenarnya jadi pahlawan itu yang sudah mati atau macam pak O itu mbak?
ReplyDeleteTulisan yg bagus dan kritis Len.
ReplyDelete