Setelah
memendam keinginan cukup lama, akhirnya mimpi mendaki Gunung Rinjani terwujud
juga menjelang akhir bulan Agustus kemarin. Bersama dengan lima orang kawan, kami
ikut dalam rombongan pendakian massal Rinjani yang diselenggarakan sebuah
perusahaan yang memproduksi perlengkapan kegiatan outdoor. Total peserta pendakian massal itu sekira 50 orang.
Mendaki
Rinjani menjadi impian saya, karena konon gunung ini merupakan gunung yang
memiliki pemandangan alam yang paling cantik di Indonesia, dan saya tak
membantahnya ketika melihat dengan mata kepala sendiri, eksotika gunung yang
“disucikan” oleh penganut agama Hindu di
Bali dan suku Sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Gunung
Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia dengan ketinggian
3726 mdpl, membentang di sebagian besar wilayah utara Pulau Lombok. Gunung ini
menjadi obyek wisata yang tak pernah sepi dikunjungi para pendaki gunung dan
wisatawan dari dalam dan luar negeri, terutama di bulan Juni-Agustus, karena di
rentang bulan itulah cuaca dipekirakan sedang bagus-bagusnya untuk pendakian
dan menikmati keindahan panorama di sekeliling Gunung Rinjani. Tak heran dalam pendakian kemarin, kami
melihat banyak rombongan turis asing dan pendaki-pendaki lokal, sehingga Gunung
Rinjani jauh dari kesan gunung yang angker dan menakutkan.
Skenario
pendakian kami menempuh jalur Sembalun-puncak Rinjani-Segara Anak-Senaru. Maka
kami memulai perjalanan dari pos pendaftaran pendakian di desa Sembalun, Lombok
Timur. Setelah menyelesaikan urusan administratif, dengan menggunakan mobil
colt terbuka, kami diantar ke “pintu masuk” menuju Rinjani. Dari perjalanan
dengan mobil colt ini, sebuah perjalanan panjang yang berat sudah terasa,
karena jalannya yang mendaki tajam dan berbatu-batu membuat kami
terguncang-guncang di dalam bak terbuka. Oh ya, di pos pendaftaran ini, para
pendaki diberi kartu khusus berwarna merah atau hijau, bertuliskan “Rinjani
Trek. Entry Ticket. 2012/2013”, dan pesan yang tertulis, kartu itu harus
dipasang di ransel atau keril selama berada di dalam Taman Nasional Gunung
Rinjani.
Sembalun
adalah salah satu pintu gerbang pendakian Rinjani, dan kebanyakan pendaki
memulainya dari sini dengan tujuan Pelawangan Sembalun, yang akan menjadi
basecamp untuk summit attack menuju
puncak Rinjani. Rute Sembalun adalah rute panjang dengan kondisi yang bervariasi
ada yang landai, menurun dan menanjak. Tapi mata kita akan disuguhi pemandangan
indah luar biasa. Rute Sembalun melintasi jalan setapak di tengah padang rumput
yang sangat luas dengan warna hijau dan kecoklatan. Melihat padang rumput yang
luas itu, pengen rasanya saya menari-nari seperti di film The Sound of Music
yang menampilkan keindahan padang rumput di Austria.
Karena
berangkat ke Sembalun hari sudah sore, rombongan pendakian sempat menginap
semalam di Sembalun. Suasana malam di Sembalun tak kalah indahnya, langit malam
terlihat biru gelap dengan taburan bintang yang terlihat hampir memenuhi langit
dan membuat lembah Sembalun menjadi terasa terang oleh cahaya bintang.
Begitulah indahnya langit yang jauh dari polusi cahaya.
Besok
paginya, setelah sarapan, kami membongkar tenda dan bersiap-siap melanjutkan
perjalan. Meski masih jam 09.00 pagi, udaranya sudah sangat panas. Matahari
bulan Agustus yang bersinar sangat terik, terasa menyengat kulit saat kami
berjalan di sepanjang padang savana Sembalun, yang dikelilingi
perbukitan-perbukitan tinggi dan gersang. Tapi bukit-bukit itu membiaskan warna
kuning yang teduh saat matahari terbenam, dan warna merah yang eksotis saat matahari terbit. Melihat pemandangan ini, saya merasa seperti
ada di “dunia lain”, karena keindahan Sembalun yang memesona dan memanjakan
mata. Di beberapa titik terlihat papan pengumuman yang mengingatkan agar
berhati-hati karena kerap terjadi kebakaran di padang rumput Sembalun.
Di
rute Sembalun, kami melewati beberapa pos peristirahatan, salah satunya Pos
Tengengean di ketinggian 1500 mdpl. Di pos ini kami mengisi perbekalan air
minum, karena setelah pos ini tidak ada sumber air sama sekali. Di pos
Tengengean ini pula kami mulai bertemu dengan monyet-monyet penghuni Taman
Nasional Rinjani. Monyet-monyet itu berukuran kecil, berekor panjang dan warna
bulunya abu-abu, berkeliaran bebas tapi tidak mengganggu para pendaki.
Lepas
dari pos Tengengean, dimulailah trek yang berat, karena nyaris terus menanjak,
dengan tanjakan-tanjakan tajam dan kondisi jalan berbatu-batu besar serta tanah
berpasir. Oleh para pendaki, lintasan ini disebut “lintasan penyiksaan” karena
beratnya jalur treking yang menanjak perbukitan demi perbukitan. Lintasan ini
bisa membuat orang frustasi karena tanjakan yang terasa tiada akhir. Mau turun
lagi enggak mungkin, pilihannya cuma satu, lanjutkan perjalanan meski kaki
rasanya sudah tak mampu berjalan lagi. Itulah sebabnya, buat yang ingin mendaki
Rinjani, disarankan untuk sering melakukan latihan fisik yang cukup sebelum
berangkat.
Di
lintasan ini, mulai terlihat pepohonan tinggi khas hutan tropis. Dari ketinggian
perbukitan di tempat ini kita bisa melihat keindahan alam yang luar biasa. Di
kejauhan terlihat desa, padang rumput dan perbukitan Sembalun yang menjulang ke
langit biru, dengan lereng bukit tertutup awan putih yang bergulung-gulung
seperti kapas. Menjelang sore, juga terlihat garis panjang menyala yang
ternyata api yang membakar ladang rumput di perbukitan Sembalun.
Setelah
melewati “penyiksaan”, akhirnya saya sampai juga ke pos Pelawangan Sembalun,
sekira pukul 08.00 malam. Jadi total perjalanan hari itu, dari
Sembalun-Pelawangan memakan waktu hampir 10 jam ! Pos Pelawangan ini sudah
berada di ketinggian 2700 mdpl, dan merupakan titik menuju puncak Rinjani.
Ketika sampai, pos Pelawangan sudah dipenuhi puluhan tenda para pendaki. Wah,
suasananya jadi terlihat ramai sekali, mirip pesta.
Setelah
makan malam, kami langsung masuk tenda dan istirahat karena tengah malam nanti
harus bangun untuk summit attack.
Menuju Puncak Rinjani
Pendakian
ke puncak Rinjani dilakukan pada tengah malam. Tidak perlu alat bantu khusus
untuk menuju puncak. Perlengkapan yang dibawa cuma senter, bekal makanan dan
minuman secukupnya, dan doa tentunya karena trek pendakian tak kalah beratnya
dengan trek untuk menuju Pelawangan.
Jalan menuju puncak adalah jalan
berpasir yang cukup dalam dan licin, yang bisa membenamkan kaki hingga semata
kaki. Satu kali melangkah, mungkin bisa merosot dua langkah karena medan
berpasir yang terus menanjak, dengan jurang yang dalam menganga di sisi kiri dan kanan lintasan
pendakian. Setelah menanjak selama
kurang lebih empat jam, barulah saya sampai ke dataran sempit yang agak
landai, punggung Gunung Rinjani. Di sini
beberapa teman menunaikan salat Subuh.
Pendakian saya dan teman-teman
memang harus terhenti di sana karena mempertimbangkan banyak faktor. Tapi
pemandangan dari punggung Rinjani yang indah luar biasa, sudah menghibur hati
kami. Jauh di bawah, terlihat Danau Segara Anak dengan Gunung Baru Jari di
tengahnya. Gunung Baru Jari, meski terlihat berukuran kecil dan tenang, adalah
gunung berapi aktif. Di kejauhan, di
balik awan, samar-samar terlihat puncak Gunung Agung di Bali dan pantulan
bayangan puncak Rinjani yang nampak gagah di hadapan kami.
Pelan-pelan, matahari pagi
menampakkan sinarnya, membiaskan cahaya dan nuansa yang indah saat menerpa bunga-bunga
edelweis berwarna putih yang tumbuh liar di punggung Gunung Rinjani. Teman
pecinta alam yang menemani kami menyebutnya “puncak palsu”. Meski agak kecewa tak sampai puncak,
perkataan seorang teman cukup menghibur saya, “setiap orang punya puncaknya
sendiri-sendiri,” katanya.
Setelah puas menikmati pemandangan
dari atas Rinjani, kami turun kembali ke Pelawangan. Menuruni lagi jalan
berpasir, seperti main seluncuran. Selamat tinggal puncak Rinjani.
Siang harinya, dari Pelawangan
Sembalun, perjalanan dilanjutkan menuju Danau Segara Anak. Kali ini, rutenya
menuruni perbukitan. Meski menurun, kondisinya turunannya panjang dan curam,
tak kalah menantang ketika saat melewati perbukitan menuju basecamp
Pelawanangan. Betul-betul menguras tenaga, karena jalanan menurun harus lebih
ekstra hati-hati, menahan pijakan kaki agar tidak keseleo atau terkilir.
Danau Segara Anak
Ke
Rinjani tak lengkap jika tidak mengunjungi Danau Segara Anak, yang terbentuk
dari kaldera Gunung Rinjani. Untuk menuju ke danau ini, bisa dari dari Pelawangan
Sembalun atau Pelawangan Senaru. Di tengah danau ini, terdapat gunung berapi
Baru Jari yang artinya gunung “baru jadi”.
Keindahan
Danau Segara Anak, yang berarti “Anak Laut” akan membuat kita terkesima.
Permukaan danau seluas 1100 ha berwarna biru kehijauan, itulah sebabnya dinamai
“Anak Laut” karena permukaan airnya seperti warna laut. Danau yang berair tenang ini, dikelilingi
oleh bentangan perbukitan dan pohon-pohon pinus yang tegak meninggi, seolah
menjadi keindahan tersembunyi Gunung Rinjani.
Disinilah para pendaki betah berlama-lama untuk melepas lelah, berenang,
memancing atau ke pemandian air panas.
Kalau
bisa, ingin rasanya berlama-lama membuka tenda di tepi danau. Tapi kami cuma
punya waktu semalam untuk menginap. Besok paginya, sekira jam 09.00, kami sudah
bersiap-siap melanjutkan etape terakhir pendakian Rinjani, menuju Senaru.
Menyisir
tepian danau, menaiki bukit terjal dengan batu-batu besar, dan menyusuri jalan
setapak di pinggir jurang, adalah trek ke Pelawangan Senaru. Dari sini, pemandangan
eksotis Segara Anak masih bisa kita nikmati. Setelah itu, perjalanan kembali
melewati trek menurun yang lagi-lagi berpasir sampai tiba di “gerbang” hutan Rinjani menjelang sore. Hari sudah
gelap ketika kami melintasi hutan Rinjani dan baru sampai ke pintu gerbang
Senaru saat waktu Subuh. Total perjalanan dari Segara Anak menuju Senaru, makan
waktu hampir setengah hari.
Lepas
dari pintu gerbang hutan Rinjani di Senaru, berakhirlah perjalanan panjang
mendaki ke Rinjani, gunung tercantik di Indonesia yang penuh tantangan untuk
sampai ke puncaknya.
Untuk mencapai Rinjani, kita tentu
saja harus ke Pulau Lombok yang bisa dicapai melalui perjalanan darat dari
Jakarta, atau pesawat terbang yang langsung ke NTB. Harga tiket bisa bervariasi
tergantung maskapai penerbangannya. Jika menggunakan penyebarangan feri dari
Padai Bai, Bali ke Pelabuhan Lembar, Lombok tiketnya seharga Rp.36.000,- Dari
pelabuhan Lembar, bisa menyewa mobil ke Desa Sembalun, salah satu pintu masuk ke
Taman Nasional Gunung Rinjani, dengan biaya sewa sekira Rp.550.000.
Buat yang tidak mau berat-berat
membawa barang bawaaan saat pendakian, bisa menyewa porter untuk membawa
barang-barang dan logistik selama pendakian, dengan catatan barang yang dibawa
tidak lebih dari 25 kg. Porter disewa dengan hitungan perhari, sekira 150 ribu
perhari. Untuk mendaki Rinjani,
normalnya dibutuhkan waktu 3 hari 2 malam. Sekilas, biayanya terlihat mahal, tapi kalau
bareng teman-teman bisa sharing-cost.(tamat)
** tulisan ini dimuat di rubrik Leisure, koran Republika edisi Selasa 18 September 2012
kenangan ya mba hehehe... kapan nih naek lgi ke Rinjani hehehe
ReplyDeleteiya, kenangan banget, entah kapan bisa ke sana lagi ...
ReplyDeleteJempol. (y)
ReplyDelete