Seperti
mimpi rasanya begitu saya menjejakkan kaki di Bandara Internasional Imam
Khomeini, pada Kamis (5/7) menjelang tengah malam. Selama ini, saya cuma
memendam keinginan bekunjung ke Iran, negeri Persia yang saat ini sedang
menjadi sorotan dunia karena program nuklirnya. Alhamdulillah, keinginan itu
akhirnya terlaksana.
Sembilan hari, terlalu singkat untuk
mengetahui lebih dalam tentang Iran yang sering disalahpahami sebagai negara
Arab, padahal Iran terletak di daratan Asia (barat daya). Tapi kunjungan
singkat itu membuka cakrawala saya dan menghapus berbagai mitos negatif yang
diciptakan Barat tentang negeri cantik ini.
Kedatangan saya ke Iran untuk
menghadiri acara World Conference onWomen and Islamic Awakening yang
diselenggarakan pemerintah Iran. Konferensi yang berlangsung selama dua hari di
Tehran Milad Tower Convention Center, dibuka oleh Presiden Iran Mahmoud
Ahmadinejad. Konferensi itu melibatkan 1.200 peserta—semuanya perempuan—dari
sekira 85 negara. Saya baru sadar status saya sebagai peserta konferensi adalah
tamu negara, setelah bertanya mengapa penjagaan sangat ketat, dan nyaris kemana
pun saya pergi, sampai membeli oleh-oleh ke pasar pun, selalu disertai
pengawal.
Lebih dari itu, menurut seorang
teman yang sudah lama menetap di Iran, sebagai negara yang sedang menjadi
sorotan dunia internasional dan pernah mengalami perang (perang Iran-Irak),
masalah keamanan nasional masih menjadi prioritas utama pemerintah, sehingga
pengamanan di berbagai tempat, utamanya kantor pemerintah dan institusi penting
lainnya, memang sangat esktra ketat.
Hari
pertama di Iran, saya bersama bersama beberapa anggota delegasi Indonesia
lainnya, menyempatkan diri melihat-lihat kota Tehran, ibukota Iran yang
posisinya berada di kaki gunung Albourz. Udara kota Tehran pada bulan Juli
sangat panas, karena Iran memang sedang musim panas, dengan waktu siangnya
lebih panjang. Sebagai gambaran, Subuh jatuh pada pukul 04.10 pagi, dan
Maghrib-nya pukul 20.45 malam. Suhu udara rata-rata 39 sampai 40 derajat
celcius.
Kota Tehran adalah kota metropolis,
yang menurut pengamatan saya nyaris serupa dengan Jakarta yang ramai, dinamis,
dan tentu saja diwarnai kemacetan pada pagi dan sore hari, Untuk keliling kota
Tehran, kita bisa memilih alat transportasi mulai dari taksi, bis, atau kereta
bawah tanah. Dari sisi transportasi, harus diakui Iran lebih maju dibandingkan
Jakarta, bis-bis kotanya berukuran besar untuk angkutan massal, ada juga
layanan busway, dan kereta bawah tanah yang menyediakan tempat khusus untuk
penumpang perempuan.
Saya sangat menikmati berjalan-jalan
di kota Tehran. Dimana-mana terlihat masih banyak taman yang luas dan hijau
sebagai paru-paru kota. Tehran adalah perpaduan antara kota tua dan modern.
Nama-nama jalan di Tehran, masih ada yang menggunakan kata “street” disingkat
“st” dan “Avenue” disingkat “ave”. Di beberapa titik jalan, saya melihat beberapa
pedagang bunga mawar merah tua yang segar , sehingga membuat kota Tehran di
musim panas jadi terkesan romantis.
Di Tehran, banyak tempat yang bisa
dikunjungi, kebanyakan adalah taman-taman, diantaranya taman khusus perempuan.
Ada juga Milad Tower yang sekarang menjadi landmark-nya
Tehran dengan tinggi 435 meter, dan merupakan menara tertinggi ke-7 di dunia.
Dari puncak Milad Tower, kita bisa menyaksikan panorama kota Tehran yang indah.
Selain
itu, ada kompleks istana Sa’dabad bekas kediaman Shah Iran dan
keluarganya. Suasana kompleks seluas 110
hektar ini mirip Kebun Raya Bogor dengan
pepohonan tinggi yang rindang. Di kompleks ini terdapat kurang lebih sembilan
istana bekas Syah Iran, yang sekarang statusnya menjadi museum. Melihat isi
istana, antara lain istana Putih dan istana Hijau, kita akan terkesiap melihat
gelimang kemewahan kehidupan Syah Iran di masa lalu. Ada ruang yang dinding
sampai langit-langitnya terbuat dari kaca dan batu pualam. Belum lagi
perlengkapan rumah tangga, furnitur dan benda-benda antik yang terbuat dari
emas.
Jilbab Berponi dan “Jambul
Syahrini”
Salah
satu denyut kehidupan kota Tehran yang menarik diamati adalah kaum
perempuannya. Wajah-wajah perempuan Persia sejak zaman dahulu terkenal cantik
dengan tubuh tinggi semampai, hidung
mancung, kulit putih, alis hitam ibarat semut beriring, dan bola mata yang agak
belo. Di mata saya,
perempuan-perempuan Iran itu unik, selain perempuan yang mengenakan cadur, di Iran
kita bisa menyaksikan perempuan yang berbusana sangat modern dan fashionable. Mereka mengenakan celana
panjang jeans, dipadu dengan baju atasan bermodel tunik, dan tetap mengenakan
jilbab dengan model belakangnya menonjol ke atas serta rambut poni tmenyembul
keluar. Itulah sebabnya, saya memakai istilah jilbab “berponi” dan “berjambul
Syahrini” buat gaya jilbab perempuan Iran yang modis ini. Belakangan, setelah
jalan-jalan di pasar, saya baru tahu bahwa tonjolan itu karena mengenakan
jepitan rambut khas berbentuk seperti buntalan. Perempuan Iran, kecuali yang
bercadur, menurut saya, juga senang berdandan dengan make-up yang cukup tebal,
termasuk para ABG-nya.
Mengetahui bagaimana pemerintah Iran
memberikan perhatian bagi kaum perempuannya, terutama untuk ibu yang bekerja,
sungguh membuat saya iri. Cuti hamil diberikan selama enam bulan, dengan gaji
tetap dibayar penuh. Bahkan kabarnya, ketentuan cuti hamil ini akan
diperpanjang menjadi satu tahun. Bagi ibu bekerja yang menyusui diberi waktu dua
jam kerja untuk menyusui bayinya.
Kehidupan
kaum perempuan di Iran, juga sangat dinamis. Jangan membayangkan perempuan Iran
dibatasi hak-haknya atau tertindas. Di jalan raya, perempuan menyetir mobil
sendiri adalah hal yang biasa. Mereka adalah tipikal perempuan yang percaya
diri, berpikiran maju dan berprofesi hampir di segala bidang yang biasa
digeluti kaum pria. Seorang Indonesia yang sudah lama menetap Iran
menceritakan, sekarang ini, yang
berhasil diterima di perguruan tinggi negeri di Iran kebanyakan justu
perempuan, dibandingkan laki-laki. Sebagai catatan, bagi orang-orang Iran,
masuk perguruan tinggi negeri bukan perkara gampang, karena harus melalui
seleksi yang ketat, karena kuliah mereka dibiayai pemerintah.
** Tulisan ini dimuat di rubrik Jalan-Jalan, Majalah Umi, Edisi September 2012