Friday, January 4, 2013

[CatPer] Mendaki Pesona Gunung Rinjani, Lombok



Setelah memendam keinginan cukup lama, akhirnya mimpi mendaki Gunung Rinjani terwujud juga menjelang akhir bulan Agustus kemarin. Bersama dengan lima orang kawan, kami ikut dalam rombongan pendakian massal Rinjani yang diselenggarakan sebuah perusahaan yang memproduksi perlengkapan kegiatan outdoor. Total peserta pendakian massal itu sekira 50 orang.


Mendaki Rinjani menjadi impian saya, karena konon gunung ini merupakan gunung yang memiliki pemandangan alam yang paling cantik di Indonesia, dan saya tak membantahnya ketika melihat dengan mata kepala sendiri, eksotika gunung yang “disucikan”  oleh penganut agama Hindu di Bali dan suku Sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB).


Gunung Rinjani merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia dengan ketinggian 3726 mdpl, membentang di sebagian besar wilayah utara Pulau Lombok. Gunung ini menjadi obyek wisata yang tak pernah sepi dikunjungi para pendaki gunung dan wisatawan dari dalam dan luar negeri, terutama di bulan Juni-Agustus, karena di rentang bulan itulah cuaca dipekirakan sedang bagus-bagusnya untuk pendakian dan menikmati keindahan panorama di sekeliling Gunung Rinjani.  Tak heran dalam pendakian kemarin, kami melihat banyak rombongan turis asing dan pendaki-pendaki lokal, sehingga Gunung Rinjani jauh dari kesan gunung yang angker dan menakutkan.


Skenario pendakian kami menempuh jalur Sembalun-puncak Rinjani-Segara Anak-Senaru. Maka kami memulai perjalanan dari pos pendaftaran pendakian di desa Sembalun, Lombok Timur. Setelah menyelesaikan urusan administratif, dengan menggunakan mobil colt terbuka, kami diantar ke “pintu masuk” menuju Rinjani. Dari perjalanan dengan mobil colt ini, sebuah perjalanan panjang yang berat sudah terasa, karena jalannya yang mendaki tajam dan berbatu-batu membuat kami terguncang-guncang di dalam bak terbuka. Oh ya, di pos pendaftaran ini, para pendaki diberi kartu khusus berwarna merah atau hijau, bertuliskan “Rinjani Trek. Entry Ticket. 2012/2013”, dan pesan yang tertulis, kartu itu harus dipasang di ransel atau keril selama berada di dalam Taman Nasional Gunung Rinjani.


Sembalun adalah salah satu pintu gerbang pendakian Rinjani, dan kebanyakan pendaki memulainya dari sini dengan tujuan Pelawangan Sembalun, yang akan menjadi basecamp untuk summit attack menuju puncak Rinjani. Rute Sembalun adalah rute panjang dengan kondisi yang bervariasi ada yang landai, menurun dan menanjak. Tapi mata kita akan disuguhi pemandangan indah luar biasa. Rute Sembalun melintasi jalan setapak di tengah padang rumput yang sangat luas dengan warna hijau dan kecoklatan. Melihat padang rumput yang luas itu, pengen rasanya saya menari-nari seperti di film The Sound of Music yang menampilkan keindahan padang rumput di Austria. 



Karena berangkat ke Sembalun hari sudah sore, rombongan pendakian sempat menginap semalam di Sembalun. Suasana malam di Sembalun tak kalah indahnya, langit malam terlihat biru gelap dengan taburan bintang yang terlihat hampir memenuhi langit dan membuat lembah Sembalun menjadi terasa terang oleh cahaya bintang. Begitulah indahnya langit yang jauh dari polusi cahaya.


Besok paginya, setelah sarapan, kami membongkar tenda dan bersiap-siap melanjutkan perjalan. Meski masih jam 09.00 pagi, udaranya sudah sangat panas. Matahari bulan Agustus yang bersinar sangat terik, terasa menyengat kulit saat kami berjalan di sepanjang padang savana Sembalun, yang dikelilingi perbukitan-perbukitan tinggi dan gersang. Tapi bukit-bukit itu membiaskan warna kuning yang teduh saat matahari terbenam, dan warna merah yang  eksotis saat matahari terbit.  Melihat pemandangan ini, saya merasa seperti ada di “dunia lain”, karena keindahan Sembalun yang memesona dan memanjakan mata. Di beberapa titik terlihat papan pengumuman yang mengingatkan agar berhati-hati karena kerap terjadi kebakaran di padang rumput Sembalun.


Di rute Sembalun, kami melewati beberapa pos peristirahatan, salah satunya Pos Tengengean di ketinggian 1500 mdpl. Di pos ini kami mengisi perbekalan air minum, karena setelah pos ini tidak ada sumber air sama sekali. Di pos Tengengean ini pula kami mulai bertemu dengan monyet-monyet penghuni Taman Nasional Rinjani. Monyet-monyet itu berukuran kecil, berekor panjang dan warna bulunya abu-abu, berkeliaran bebas tapi tidak mengganggu para pendaki.


Lepas dari pos Tengengean, dimulailah trek yang berat, karena nyaris terus menanjak, dengan tanjakan-tanjakan tajam dan kondisi jalan berbatu-batu besar serta tanah berpasir. Oleh para pendaki, lintasan ini disebut “lintasan penyiksaan” karena beratnya jalur treking yang menanjak perbukitan demi perbukitan. Lintasan ini bisa membuat orang frustasi karena tanjakan yang terasa tiada akhir. Mau turun lagi enggak mungkin, pilihannya cuma satu, lanjutkan perjalanan meski kaki rasanya sudah tak mampu berjalan lagi. Itulah sebabnya, buat yang ingin mendaki Rinjani, disarankan untuk sering melakukan latihan fisik yang cukup sebelum berangkat.


Di lintasan ini, mulai terlihat pepohonan tinggi khas hutan tropis. Dari ketinggian perbukitan di tempat ini kita bisa melihat keindahan alam yang luar biasa. Di kejauhan terlihat desa, padang rumput dan perbukitan Sembalun yang menjulang ke langit biru, dengan lereng bukit tertutup awan putih yang bergulung-gulung seperti kapas. Menjelang sore, juga terlihat garis panjang menyala yang ternyata api yang membakar ladang rumput di perbukitan Sembalun.


Setelah melewati “penyiksaan”, akhirnya saya sampai juga ke pos Pelawangan Sembalun, sekira pukul 08.00 malam. Jadi total perjalanan hari itu, dari Sembalun-Pelawangan memakan waktu hampir 10 jam ! Pos Pelawangan ini sudah berada di ketinggian 2700 mdpl, dan merupakan titik menuju puncak Rinjani. Ketika sampai, pos Pelawangan sudah dipenuhi puluhan tenda para pendaki. Wah, suasananya jadi terlihat ramai sekali, mirip pesta. 


Setelah makan malam, kami langsung masuk tenda dan istirahat karena tengah malam nanti harus bangun untuk summit attack.




Menuju Puncak Rinjani


            Pendakian ke puncak Rinjani dilakukan pada tengah malam. Tidak perlu alat bantu khusus untuk menuju puncak. Perlengkapan yang dibawa cuma senter, bekal makanan dan minuman secukupnya, dan doa tentunya karena trek pendakian tak kalah beratnya dengan trek untuk menuju Pelawangan.


            Jalan menuju puncak adalah jalan berpasir yang cukup dalam dan licin, yang bisa membenamkan kaki hingga semata kaki. Satu kali melangkah, mungkin bisa merosot dua langkah karena medan berpasir yang terus menanjak, dengan jurang yang dalam  menganga di sisi kiri dan kanan lintasan pendakian.  Setelah menanjak selama kurang lebih empat jam, barulah saya sampai ke dataran sempit yang agak landai,  punggung Gunung Rinjani. Di sini beberapa teman menunaikan salat Subuh. 


            Pendakian saya dan teman-teman memang harus terhenti di sana karena mempertimbangkan banyak faktor. Tapi pemandangan dari punggung Rinjani yang indah luar biasa, sudah menghibur hati kami.  Jauh di bawah, terlihat  Danau Segara Anak dengan Gunung Baru Jari di tengahnya. Gunung Baru Jari, meski terlihat berukuran kecil dan tenang, adalah gunung berapi aktif.  Di kejauhan, di balik awan, samar-samar terlihat puncak Gunung Agung di Bali dan pantulan bayangan puncak Rinjani yang nampak gagah di hadapan kami.


            Pelan-pelan, matahari pagi menampakkan sinarnya, membiaskan cahaya dan nuansa yang indah saat menerpa bunga-bunga edelweis berwarna putih yang tumbuh liar di punggung Gunung Rinjani. Teman pecinta alam yang menemani kami menyebutnya “puncak palsu”.  Meski agak kecewa tak sampai puncak, perkataan seorang teman cukup menghibur saya, “setiap orang punya puncaknya sendiri-sendiri,” katanya.



            Setelah puas menikmati pemandangan dari atas Rinjani, kami turun kembali ke Pelawangan. Menuruni lagi jalan berpasir, seperti main seluncuran. Selamat tinggal puncak Rinjani.


            Siang harinya, dari Pelawangan Sembalun, perjalanan dilanjutkan menuju Danau Segara Anak. Kali ini, rutenya menuruni perbukitan. Meski menurun, kondisinya turunannya panjang dan curam, tak kalah menantang ketika saat melewati perbukitan menuju basecamp Pelawanangan. Betul-betul menguras tenaga, karena jalanan menurun harus lebih ekstra hati-hati, menahan pijakan kaki agar tidak keseleo atau terkilir.



Danau Segara Anak


Ke Rinjani tak lengkap jika tidak mengunjungi Danau Segara Anak, yang terbentuk dari kaldera Gunung Rinjani. Untuk menuju ke danau ini, bisa dari dari Pelawangan Sembalun atau Pelawangan Senaru. Di tengah danau ini, terdapat gunung berapi Baru Jari yang artinya gunung “baru jadi”. 


Keindahan Danau Segara Anak, yang berarti “Anak Laut” akan membuat kita terkesima. Permukaan danau seluas 1100 ha berwarna biru kehijauan, itulah sebabnya dinamai “Anak Laut” karena permukaan airnya seperti warna laut.  Danau yang berair tenang ini, dikelilingi oleh bentangan perbukitan dan pohon-pohon pinus yang tegak meninggi, seolah menjadi keindahan tersembunyi Gunung Rinjani.  Disinilah para pendaki betah berlama-lama untuk melepas lelah, berenang, memancing atau ke pemandian air panas.


Kalau bisa, ingin rasanya berlama-lama membuka tenda di tepi danau. Tapi kami cuma punya waktu semalam untuk menginap. Besok paginya, sekira jam 09.00, kami sudah bersiap-siap melanjutkan etape terakhir pendakian Rinjani, menuju Senaru.



Menyisir tepian danau, menaiki bukit terjal dengan batu-batu besar, dan menyusuri jalan setapak di pinggir jurang, adalah trek ke Pelawangan Senaru. Dari sini, pemandangan eksotis Segara Anak masih bisa kita nikmati. Setelah itu, perjalanan kembali melewati trek menurun yang lagi-lagi berpasir sampai tiba di “gerbang”  hutan Rinjani menjelang sore. Hari sudah gelap ketika kami melintasi hutan Rinjani dan baru sampai ke pintu gerbang Senaru saat waktu Subuh. Total perjalanan dari Segara Anak menuju Senaru, makan waktu hampir setengah hari.

Lepas dari pintu gerbang hutan Rinjani di Senaru, berakhirlah perjalanan panjang mendaki ke Rinjani, gunung tercantik di Indonesia yang penuh tantangan untuk sampai ke puncaknya.



Bagaimana ke Rinjani?




            Untuk mencapai Rinjani, kita tentu saja harus ke Pulau Lombok yang bisa dicapai melalui perjalanan darat dari Jakarta, atau pesawat terbang yang langsung ke NTB. Harga tiket bisa bervariasi tergantung maskapai penerbangannya. Jika menggunakan penyebarangan feri dari Padai Bai, Bali ke Pelabuhan Lembar, Lombok tiketnya seharga Rp.36.000,- Dari pelabuhan Lembar, bisa menyewa mobil ke Desa Sembalun, salah satu pintu masuk ke Taman Nasional Gunung Rinjani, dengan biaya sewa sekira Rp.550.000.

            Buat yang tidak mau berat-berat membawa barang bawaaan saat pendakian, bisa menyewa porter untuk membawa barang-barang dan logistik selama pendakian, dengan catatan barang yang dibawa tidak lebih dari 25 kg. Porter disewa dengan hitungan perhari, sekira 150 ribu perhari.  Untuk mendaki Rinjani, normalnya dibutuhkan waktu 3 hari 2 malam.   Sekilas, biayanya terlihat mahal, tapi kalau bareng teman-teman bisa sharing-cost.(tamat)


** tulisan ini dimuat di rubrik Leisure, koran Republika edisi Selasa 18 September 2012

3 comments: