Friday, January 4, 2013

2012 Sebuah Catatan: Rinjani, The Untold Story


Berjumpa Si Cantik "Dewi Anjani". Jangan ngebayangin Dewi Anjani itu cerita di film-film India ya. Kisah Dewi Anjani adalah legenda yang hidup di kalangan suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat dan berhubungan erat dengan Gunung Rinjani.  Entah ada hubungannya dengan legenda Dewi Anjani, penghuni Gunung Rinjani yang konon berparas cantik, tapi Gunung Rinjani memang sungguh cantik dengan pemandangan alamnya yang eksotis. Dan para pendaki gunung di negeri ini sepakat bahwa Gunung Rinjani adalah gunung tercantik di Indonesia.

Beruntung dan bersyukur saya bisa menikmati kecantikan "sang Dewi" bersama rombongan Consina, karena Rinjani adalah salah satu gunung yang ingin sekali saya kunjungi karena kisah kecantikannya. Pulang dari Iran, istirahat sebentar karena bulan Ramadhan, di hari kedua lebaran, pada bulan Agustus, saya dan teman-teman satu tim yang berjumlah lima orang akhirnya berangkat menuju Lombok dengan rute Jakarta-Bali (pesawat terbang), disambung Bali-Lombok dengan kapal feri, Lombok-basecamp Sembalun, sewa mobil. Perjalanan dengan moda transportasi lengkap; udara, laut, darat.

(Bagaimana perjalanan mendaki Rinjani, mungkin bisa di baca di posting khusus yang saya tulis dan dimuat di rubrik leisure harian Republika http://lenakei.blogspot.com/2013/01/mendaki-pesona-gunung-rinjani-lombok.html )

Setiap perjalanan pasti memiliki kesan dan keunikan sendiri-sendiri. Begitu juga perjalanan saya ke Rinjani, apalagi kami satu tim yang semuanya berjumlah 6 orang (tiga laki-laki, tiga perempuan). Kata orang, karakter asli seseorang bisa terlihat ketika mendaki gunung, dan itu benar adanya. Siapa teman kita sebenarnya, biasanya bisa terlihat ketika kondisi fisik sudah sedemikian lelah, apalagi pendakian Rinjani itu pendakian panjang, memakan waktu 3 hari dua malam.





Kesan perjalanan ke Rinjani, sudah terasa saat akan berangkat, ketika mobil yang disopiri Atov--salah satu anggota tim kami--ngebut disko menuju bandara Soetta karena mengejar waktu keberangkatan pesawat di pagi buta. Tujuh orang dalam mobil itu mungkin gak tahu kalau saya "sesek napas" dan berasa jantungan karena ngebut, belum lagi ngurus administrasi di bandara, karena kami tiba di saat injury time.

Baru bisa bernapas lega, ketika sudah duduk di atas pesawat, dan selanjutnya perjalanan lancar, nyaris tak ada kendala sampai kami berangkat dari pintu gerbang Sembalun, memulai perjalanan penuh liku dan perjuangan menuju Gunung Rinjani.

Rasanya sesuatu banget selama treking mendaki dan turun Rinjani, ransel yang saya bawa salah satu isinya adalah laptop (mending kalau notebook). Bukan laptop saya sebenarnya, dan bukan gak ikhlas sih bawanya, tapi mungkin sudah takdir, tukeran ransel yang isinya laptop.





Saya pribadi merasakan pengalaman unik bersama teman satu tim. Ada yang tidurnya pake "sound effect", kalau saya lagi bersihin peralatan makan ada yang suka mencela 'udeeh, gak usah bersih-bersih amat, namanya juga di gunung', tapi yang suka mencela kalau saya perhatiin, justru bersihhh banget kalau nyuci peralatan makannya sendiri, terus ada yang tiba-tiba jago bahasa mandarin dan ngobrolnya pake bahasa mandarin asik banget, ada yang saling "cemburu", ada yang jutek  (ngaku deh, saya pernah jutek mulai dari Segara Anak sampe menjelang pulang, hahaha ... maaf ya teman-teman), ada yang nangis semalem suntuk di kamar mandi, ada juga yang kabur dari kamar, ada cerita tentang agar-agar berwarna merah yang sampai sekarang selalu membuat saya senyum sendiri kalau mengingatnya. Seru banget lahh ...


Di Rinjani juga, tepatnya di lintasan bukit penyesalan, pacar saya "si merah" sempat tertinggal. Tapi alhamdulillah si merah gak hilang, artinya masih jodoh saya.  Buat yang satu ini saya gak bakal ngelupain jasa Amar dah yang sudah nyelametin pacar saya itu, impas ya mar, imbalannya agar-agar merah yang rasanya aneh itu... hehehe. 

Dalam tim, mungkin saya yang jalannya paling lambat. Jujur saja, sempat merasa gak bakal sanggup meneruskan perjalanan, tapi alhamdulillah, Allah Swt memberi kekuatan. Beruntung, dua adik-adik saya, Dedi dan Atov (makasih yang bro ..), berbaik hati selalu berjalan berbarengan, dan sering ketawa ketiwi bikin lelucon, paling enggak mengurangi rasa lelah.

Yang membuat saya agak kesulitan di Rinjani, adalah air minum. Entah kenapa, tubuh saya berasa gak cocok minum air mentah di Rinjani. Makanya saat nge-camp, saya selalu minta air minum yang dimasak dulu. Dan gara-gara air ini, yang bikin saya manyun dan jutek maksimal.

Dan pulang ke Jakarta ... lagi-lagi sampe di bandara Bali menjelang detik-detik boarding. Lari-lari subuh lagi deh menuju konter, sampai naek pesawat. ampunnn ...




Tapi, tetap, saya merasakan kebersamaan yang indah bersama teman-teman, meski kecewa berat karena tidak berhasil sampai ke puncak Rinjani. Pelajaran yang saya petik, bahwa mendaki gunung harus punya persiapan matang, ada target yang ingin dicapai (puncak tentunya, meski sikon di tempat mungkin bisa berubah), dan yang terpenting adalah menunjuk leader dalam tim. Lebih dari itu, menyiapkan mental, kesabaran, toleransi, dan menanamkan dalam hati bahwa kita satu tim, harus saling menyemangati dan saling menjaga.

Selalu ada hikmah dan pembelajaran dalam setiap perjalanan, teriring ucapan terima kasih atas kebersamaannya buat teman-teman satu tim, Amar, Atov, Dedi, Netri, Aisyah, mohon maaf jika selama perjalanan ada kata dan sikap saya yang tak berkenan. Dan tentu saja, seluruh rombongan pendakian Consina yang sekarang menjadi sahabat-sahabat baru saya, meski sebatas menyapa di jejaring sosial.

Tahun 2012, dua perjalanan tak terlupakan, Iran dan Rinjani. Tahun 2013, berharap ada keajaiban lagi, dan perjalanan lain yang berkesan. Semoga. []

No comments:

Post a Comment