Thursday, January 3, 2013

2012 Sebuah Catatan: Aku dan Iran, Enak dan Tak Enak



Selamat tahun baru, belum terlambat kan?  Sudah lama gak nulis buat blog yang sekarang sudah pindah dari multiply ke blogspot. Pengennya, sih tahun ini aktif nulis lagi. Nulis apa sajalah, yang penting nulis.

Hmm, mengawali tahun ini, sebenarnya sudah lama pengen banget menuangkan dalam tulisan apa yang ada di benak saya ini.  Buat orang lain, mungkin gak penting-penting amat ya, tapi buat saya menjadi salah satu pengalaman hidup dan bahan perenungan yang membuat cara pandang saya berubah dalam menyikapi perbedaan dalam hidup ini.

Tahun 2012 adalah tahun yang istimewa buat saya, karena di tahun ini saya diberi kesempatan untuk berkunjung ke sebuah negara yang buat saya unik dan menarik, Iran, negara para Mullah, dan melihat lebih dekat negeri yang kaya dengan peninggalan sejarah mulai dari pra-Islam sampai pada masa Islam berkembang, dan menjadi tanah Persia ini sebagai salah satu pusat kejayaan Islam pada masanya. Lebih dari itu, saya bisa merasakan interaksi dengan warganya, dan melihat lebih dekat gaya hidup mereka. Dan kesimpulan saya ... negeri ini dan warganya ... amazing, awesome.

Keunikan Iran diakui oleh Iran sendiri, ketika saya berkesempatan diajak jalan-jalan dengan seorang Iran. "Ya, Iran memang unik, yang negaranya, ya orangnya," katanya sambil tertawa.

Iran buat saya memang jadi istimewa. Saya mulai memperhatikan negeri ini ketika muncul sosok Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran, yang membuat harapan saya tumbuh, bahwa ternyata di abad modern masih ada tokoh Muslim yang bisa dibanggakan, sosok yang bisa menjadi teladan bahkan disegani oleh musuh-musuhnya.

Di tengah kondisi kaum Muslimin yang selalu menjadi bulan-bulanan Barat, dan sikap diam para pemimpin negeri-negeri Muslim yang sudah menjadi budak Barat,  kehadiran Ahmadinejad seperti air sejuk yang menyiram tanah kering akibat kemarau panjang.

Berawal dari situ, saya mulai tahu negara seperti apa sih Iran itu, dan membuat saya tercengang dengan kemandirian dan berbagai kemajuan negara ini, meski harus mengalami kesulitan karena blokade dan isolasi yang dilakukan negara-negara Barat yang tidak senang karena Iran mengembangkan teknologi nuklirnya.

Dari situ muncul keinginan suatu saat bisa melihat sendiri negeri ini, dan tentu saja bertemu presidennya ... Ahmadinejad.  Tapi buat saya, keinginan itu rasanya cuma sebatas angan, meski berharap, tapi tidak memikirkannya terlalu serius. 

Tapi dalam perjalanannya, saya tak pernah menduga kalau saya bakal mengalami hal-hal tak mengenakkan karena Iran. Di tempat saya bekerja, sebuah situs berita Islam, pemimpin redaksinya pernah meng 'grounded' saya. Sebagai redaktur hak saya mengunggah berita dicabut, karena saya dianggap kelewat sering menulis berita soal Iran. Alasannya, khawatir situs berita itu dipandang sebagai pendukung Iran, karena negara Iran menganut aliran syiah. 

Alasan yang aneh menurut saya, karena yang saya beritakan cuma perkembangan nuklir Iran yang sedang dizalimi negara-negara Barat, tidak bawa-bawa soal alirannya. Buat saya, jika negara-negara  besar seperti AS dan sekutunya Israel boleh mengembangkan nuklir, mengapa negara Islam seperti Iran tidak boleh.

Saya juga mempertanyakan, kenapa cuma berita soal nuklir gak boleh, padahal ada penulis lain di situs saya bekerja, yang menulis soal Iran dengan cara yang tendensius, dan malah mengangkat soal alirannya yang justru bisa memicu perpecahan dan kebencian, tokh tidak apa-apa.

Tapi alasan saya tetap tidak bisa diterima. Saya ditekan, kalau hak saya sebagai redaktur berita dunia Islam bisa dipulihkan, asal saya tidak lagi memberitakan soal Iran, meski cuma soal nuklirnya. Well, saya bukan tipe orang yang mau ditekan seenaknya, apalagi dengan alasan yang tak masuk akal. Yang membuat saya terhenyak, pernyataan si pemimpin redaksi yang dikenal sebagai ustaz yang disegani. Dia bilang, "kita baru akan memberitakan Iran, kalau Iran sudah diserang dan sudah banyak jatuh korban ..."

Glekk ... saya cuma bisa menelah ludah dan istighfar mendengar pernyataan itu.  Maksud ente, kalau udah banyak yang mati kita baru peduli gituh ... ustaz koq cara pikirnya kejam begini ya .... seketika darah saya berasa mendidih, tapi saya cuma bengong sesaat dan bertanya apakah yang didepan saya ini manusia atau malaikat pencabut nyawa.  Kebencian hanya berdasarkan perbedaan aliran ... apa Islam mengajarkan begini ya ...

Dan saya pun lebih memilih hak saya sebagai redaktur dicabut, daripada mengikuti "keyakinan" si pemred (manajemen) yang absurd.

Itu pengalaman gak enak pertama. Dan ternyata terus berlanjut. Kasak kusuk, sampai saya mendengar kabar bahwa saya menjadi orang yang mesti diwaspadai hanya karena saya mengagumi Ahmadinejad dan Irannya. Astagfirullah ... cuma itu yang keluar dari mulut saya, sambil ngelus dada.

Sampai akhirnya, tanpa terduga, kesempatan itu datang. Saya bisa menginjakkan kaki di Negeri Para Mullah itu, dan melihat langsung sosok Ahmadinejad, yang membuat saya sempat mengenang kembali pengalaman-pengalaman tak enak kemarin, dan bertanya, apa maknanya ini?  Tapi saya yakin, inilah bentuk kemurahan Allah Swt, sebagai manusia dengan segala keterbatasannya, saya cuma bisa bersyukur dengan segala karunia dan kesempatan yang diberikannya.

Di saat yang sama, kantor tempat saya bekerja, yang begitu membenci Iran karena latar belakang alirannya, dan sering membuat pemberitaan yang tendensius dan menghina aliran tersebut,  mulai kelihatan tidak islaminya. Dengan alasan kesulitan finansial, seenaknya tidak membayar hak THR karyawan, gaji pun dibayar sesukanya, pegawai yang di PHK pun tidak dibayarkan pesangonnya. Padahal, bisa bagi-bagi blackberry, bos nya tinggal di perumahan elit dan masih bisa pake mobil mewah.  Dan saya cuma membatin ..."bulshit bener manusia-manusia yang begitu gampangnya menghakimi orang lain, tapi dengan saudara sesama muslimnya sendiri tega-teganya menzalimi ..."

Pengalaman ini, dan apa yang saya lihat tentang Iran menjadi pelajaran penting buat saya pribadi, untuk tidak mudah dan sembarangan menghakimi dan menilai orang hanya karena latar belakang keyakinan atau agamanya, apalagi mencelanya. Apalah artinya mengklaim berakidah paling benar, tapi sikap dan perilaku kita tidak bernilai di mata Allah Swt.

Dan kejadian seperti ini kembali terulang, yang akhirnya membuat saya memilih angkat kaki dari sebuah komunitas yang saya ikuti selama ini. Sulit buat saya untuk berhadapan dengan orang-orang yang menganggap orang lain lebih rendah karena dianggap bukan Islam, tapi di sisi lain begitu pengecutnya, merasa galau dan terancam ketika ada orang lain yang berbeda pendapat dengannya. 

Ah ... kenapa jadi curcol begini. tapi begitulah adanya, Iran telah memosisikan saya pada situasi yang tidak enak. Tapi saya tetap kagum pada negeri ini, pada pemimpinnya yang berani dan menolak dijajah oleh bangsa lain.  Islam harus punya izzah,  dan izzah itu harus ditegakkan oleh umatnya sendiri.  Allah tidak akan mengubah nasib sebuah kaum, kalau kaum yang bersangkutan tidak mau mengubahnya sendiri, tanpa kerja keras dan sikap tegas menolak ditekan dan jadi bulan-bulanan bangsa lain yang lebih kuat.  Untuk masalah ini, negara-negara muslim rasanya mesti banyak belajar dari Iran.  suka atau tidak suka.  mencontoh hal-hal yang baik, bukan berarti kita harus mengkuti alirannya kan ...

No comments:

Post a Comment