Dunia penerbangan Indonesia kembali berduka, dengan jatuhnya pesawat penumpang Xian MA 60 milik maskapai penerbangan Merpati, beberapa hari yang lalu di Teluk Kaimana, Papua. Kecelakaan ini menewaskan seluruh penumpang beserta awak pesawat yang berjumlah 25 orang.
Peristiwa ini ternyata berbuntut panjang. Apa penyebab pasti kecelakaan itu belum diketahui, tapi beritanya berkembang menjadi kecurigaaan ada ketidakberesan seputar pembelian pesawat produksi negara Cina itu, yang ditengarai berkualitas rendah dan tidak memenuhi standar kelaikan internasional. BUMN Merpati pun jadi sorotan. Sejumlah nama pejabat disebut-sebut bertanggung jawab atas pembelian pesawat yang beraroma kolusi dan korupsi itu.
Di sisi lain, kemelut yang muncul dari tragedi ini, membuat mata banyak orang terbuka kembali akan eksistensi industri pesawat terbang nasional PT Dirgantara Indonesia, yang belakangan ini nyaris terlupakan bahkan namanya seolah tenggelam. Padahal industri yang pernah berjaya di era 80'an di masa kepemimpinan BJ Habibie ini, memproduksi pesawat-pesawat perintis sejenis pesawat Xian yang digunakan Merpati, dan produknya sudah dipercaya oleh banyak negara.
Tapi memang begitulah karakter dunia penerbangan. Kecelakaan yang tragis menimbulkan duka yang memilukan, tapi di sisi lain, insan penerbangan banyak belajar dan mendapatkan pengetahuan untuk terus memperbaiki dan meningkatkan keselamatan penerbangan. Dalam kasus kecelakaan pesawat Merpati di Kaimana, hikmahnya mungkin, kita jadi melirik kembali industri dirgantara nasional yang sudah mampu membuat pesawat-pesawat penumpang yang sudah memenuhi standar internasional.
Baiklah, kita tinggalkan tragedi Kaimana, karena niat saya menulis memang bukan untuk membahas peristiwa yang masih menyisakan banyak persoalan itu. Tapi ingin berbagi cerita, tentang dunia penerbangan secara umum, yang buat saya menarik untuk diketahui.
Paling Aman di Udara
Saya termasuk orang yang phobia menggunakan pesawat terbang jika bepergian. Setiap kali naik pesawat, saya selalu dilanda pikiran buruk, bagaimana jika pesawatnya jatuh? Membayangkan seperti apa kepanikan dan ketakutan di dalam kabin jika pesawat jatuh, cukup membuat saya sesak napas menjelang boarding, saat pesawat take off dan saat pesawat akan landing. Adakah diantara teman-teman yang juga phobia terbang seperti ini?
Tapi ternyata, dalam dunia transportasi, pesawat terbang diakui sebagai moda transportasi paling aman, dibandingkan moda transportasi lainnya seperti mobil atau kereta api. Koq bisa?
Sebagai gambaran, data statistik Departemen Transportasi AS, bisa menjawab pertanyaan diatas. Menurut data itu, jika dari 5.000 perjalanan sepeda motor terjadi 1 angka kecelakaan, dan dari 367.000 perjalanan kereta api akan terjadi 1 kecelakaan, pada moda transportasi udara butuh 10 juta penerbangan untuk memunculkan 1 kecelakaan.
Survei yang pernah dilakukan BBC, dan DETR--sebuah LSM di Inggris--juga menunjukkan hasil serupa, bahwa tingkat keselamatan moda transportasi udara masih jauh lebih tinggi dibandingkan moda transportasi darat.
Ini juga terkait dengan tradisi dalam dunia penerbangan, yaitu mengutamakan keselamatan dan kenyamanan penumpang. "No room for error" karena kesalahan sedikit saja bisa berakibat fatal. Oleh sebab itu, dunia penerbangan bisa dibilang unik dan rumit, mulai dari proses pembuatan pesawat terbang yang harus detail dan sangat akurat, sampai ketika pesawat akan digunakan, harus melalui serangkaian proses pengecekan yang panjang dan detil, untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan.
Jika demikian, seharusnya kita tidak perlu "parno" alias paranoid menggunakan pesawat terbang sebagai alat transportasi. Tapi tak bisa dipungkiri, meski disebut moda transportasi paling aman, jika sudah terjadi kecelakaan pesawat terbang, bisa dipastikan membuat banyak orang ngeri mendengar atau melihatnya. Kecelakaan pesawat terbang selalu menjadi mala petaka yang dahsyat, jumlah korbang banyak, kesedihan yang dalam dan kerugian materil yang sangat besar. Tak heran, setiap terjadi kecelakaan pesawat terbang, selalu menjadi pemberitaan besar.
Tabrakan maut antara dua pesawat penumpang jumbojet Boeing 747 milik KLM dan Pan American di Bandara Los Rodeos, Tenerife pada 27 Maret 1977, tercatat sebagai kecelakaan pesawat terburuk dalam sejarah penerbangan komersial. Korban tewas 583 orang, penyebabnya, human error.
Faktor Manusia
Para insan penerbangan mengakui, meski sudah dibuat secara presisi, tidak ada pesawat yang 100 persen "sempurna". Tapi dari sekian banyak peristiwa kecelakaan pesawat terbang, kebanyakan disebabkan oleh faktor kesalahan manusia, ketimbang faktor teknis dan kondisi cuaca.
Faktor manusia di sini, bukan hanya pilot, tapi bisa juga karena kesalahan petugas kontrol lalu lintas udara, kru di darat, mekanik, teknisi, petugas pengisi bahan bakar, petugas yang mengatur bagasi, dan petugas lainnya yang terlibat dalam menyiapkan sebuah penerbangan. Belakangan, para pakar penerbangan, memasukkan unsur manajemen perusahaan penerbangan, sebagai salah satu unsur mengkhawatirkan yang bisa menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Situasi perekonomian dan sistem liberalisme perekonomian misalnya, membuat manajemen perusahaan penerbangan sering membuat kebijakan yang menyulitkan bagian operasional penerbangan. Sebagai contoh, kebijakan manajemen untuk mengirit biaya operasional seringkali dilakukan dengan cara memangkas biaya perawatan pesawat. Jika sudah begini, bukan cuma kenyamanan, tapi juga keselamatan penumpang jadi riskan.
Kemelut Merpati yang menjadi buntut kecelakaan pesawatnya di Teluk Kaimana, mungkin bisa menjadi contoh bagaimana kebijakan manajemen (membeli pesawat Cina yang standarnya masih dipertanyakan) bisa mempengaruhi keselamatan penerbangan dan nyawa banyak orang.
Terlepas dari itu semua, penumpang juga ikut berperan untuk sama-sama menjaga keselamatan penerbangan, dengan mematuhi peraturan selama penerbangan, misalnya tidak menyalakan telepon seluler saat dalam penerbangan. Jangan sampai kayak saya yah, pernah "dijitak" pramugari (meski enggak kenceng sih) gara-gara masih nelpon saat pesawat mau take-off.
"Switch it off !" kata pramugari itu sambil melotot.
Aduh mbak pramugari, jadi ilang cakepnya kalau melotot gitu. Maaf, maaf, karena mesti kordinasi jemputan, daripada ntar sendirian di bandara tengah malem ... ihhh syereemmm ...
(sumber: edisi khusus majalah Angkasa)
tentang yang masih nyalain HP, sering banget nemu.
ReplyDeleteIronisnya, yang pro liberalisme malah sering bolak balik ke luar negeri naik pesawat
ReplyDeleteiya ni, aku juga masih sering ngeliat ...:)
ReplyDeletekalu ke luar negeri gak ada pilihan lain selain pesawat. sebenarnya, apapun kondisi perekonomiannya, perusahaan maskapai penerbangan harus tetap komitmen pada keselamatan penumpang ...
ReplyDeleteAlhamdulillah....terasa nyaman aja kalo hrs naik pesawat terbang. Lha, kalo mudik bisanya hanya dgn pesawat. Yg gak nyaman beli tiketnya kalo lagi muahall :(
ReplyDeletehahaha, gak ada pilihan lain ya li. apalagi kalo udah tiket mahal, pelayannya gak nyaman ...:)
ReplyDelete