Thursday, October 21, 2010

[Curhat Colongan] Menuntut Bukannya Nuansa ...

Mau sharing aja nih..." kalau masy umum seperti mahasiswa terkena tindakan fisik aparat, spt kena pukul or tembakan, kan dianggap korban pelanggaran HAM oleh aparat, trus kalau aparat negara yang terkena pukulan atau bom molotov mahasiswa, bisa juga ngak dikatakan korban pelanggaran HAM oleh mahasiswa?"

Begitu status sahabat saya olivia di facebooknya. Saya pun langsung tergelitik mengomentarinya, dan komentar saya ;

dua-duanya jelas pelanggaran. mahasiswa, aktivis, atau apalah namanya, kalau dah jumwa mau mengkritik pemerintah seharusnya siap menghadapi resiko ketembak, kepentung dan sejenisnya, itu namanya pejuang sejati, kalau kesenggol dikit sama aparat dah menyek-menyek merasa ham nya dilanggar ... yah ke laut ajah deh ...

Kenapa saya tekankan pada mahasiswanya, bukan aparatnya? Dalam setiap aksi-aksi unjuk rasa mahasiswa yang berakhir bentrokan dengan aparat, jik
a jatuh korban di pihak pengunjuk rasa, aparat memang selalu kambing hitam. Terlepas dari apakah si aparat memang menyalahi prosedur penanganan terhadap para pengunjuk rasa yang rusuh, tapi dari pengalaman saya saat masih di lapangan dan meliput aksi-aksi unjuk rasa mahasiswa di era '98 dulu, kadang polah mahasiswa yang provokatif yang memicu terjadinya bentrokan. Tentu saja tidak semua kasus unjuk rasa mahasiswa seperti itu. Tapi bisa dipastikan, setiap terjadi bentrokan dan ada korban, pihak aparat lah yang paling dipojokkan, meski di pihak aparat pun ada yang jadi korban kebrutalan para mahasiswa yang berunjuk rasa. Kalau sudah begitu, para mahasiswa yang menjadi korban, merasa menjadi pihak yang paling dizalimi oleh aparat.

Sama hal nya dengan aksi-aksi mahasiswa dalam gerakan 20 Oktober
kemarin yang mengkritisi setahun pemerintahan EsBeYe. Aksi unjuk rasa yang dijanjikan damai, di sejumlah tempat termasuk di Jakarta, berakhir dengan bentrokan dengan aparat bahkan tindakan anarkis para pengunjuk rasa dari kalangan mahasiswa. Di televisi saya menyaksikan bagaimana mereka merusak fasiitas-fasilitas umum, merusak mobil-mobil milik warga, menimpuki aparat dengan batu hanya karena merasa hak mereka untuk menyampaikan kritik pada pemerintah dihalang-halangi aparat. Apakah aksi unjuk rasa seperti itu yang diinginkan mereka? Terus terang saya sungguh tidak simpati.

Dan seperti biasanya, para mahasiswa menuding aparat sudah bertindak berlebihan dan mereka menjadi pihak yang merasa hak-hak asasinya sudah dilanggar. Apalagi ketika ada rekan mereka (demo di Jakarta) yang
kemudian menjadi korban, terkena tembakan aparat. Jadilah para mahasiswa itu merasa sudah seperti "hero", martir,

Saya sempat termangu, menyaksikan berita di televisi semalam, saat dokter ahli forensik Mun'im Idris memberi keterangan bahwa mahasiswa yang
menjadi korban dalam aksi unjuk rasa 20 Oktober kemarin memang terkena pantulan tembakan yang membuatnya mengalami luka-luka. Begitu dokter Nu'im mengatakan hal itu, langsung disambut tepuk tangan sejumlah mahasiswa yang kelihatannya hadir dalam acara itu.

"Loh, temennya ketembak koq malah tepuk tangan ya,"  kata saya dalam hati.Kesannya mereka bangga sudah melakukan sesuatu heroik,  sudah berani mengorban "jiwa raga" dengan mengatasnamakan pembelaan terhadap rakyat dan demi bangsa ini. Oh ya? rakyat yang mana ya ...
saya pribadi tidak merasa terwakili oleh aksi kemarin, apalagi begitu melihat aksi mahasiswa yang anarkis.

Skeptis? Ya, saya memang skeptis.  Bagaimana saya bisa percaya dengan aksi mahasiswa yang katanya membela rakyat, sementara di saat yang sa
ma, saya masih sering melihat mereka tawuran antar teman sekampus hanya karena dipicu masalah sepele. Mahasiswa yang terpelajar, pasti akan bersuara vokal dan tidak tidak akan memilih cara-cara kekerasan. Belajar dari pengalaman meliput tahun '98 dulu, belum tentu juga mahasiswa yang aktif berdemo akan konsisten dengan idealismenya, apalagi kalau sudah jadi pejabat negara, sama saja ! Mereka yang memilih konsisten ... minggir atau terpinggirkan dan terlupakan.

Aksi unjuk rasa untuk mengkritisi pemerintah memang penting. Gunakanlah cara-cara yang simpatik, sehingga rakyat yakin bahwa aksi-aksi itu memang untuk kepentingan rakyat. Tanpa bermaksud membela siapa pun dan tan
pa bermaksud sinis, buat adik-adik mahasiswa, sebelum mengecam dan mengkritik pihak lain, cobalah introspeksi ke dalam dulu, masih ada tuh rekan-rekan kalian yang masih suka tawuran antar teman, yang jelas-jelas jadi bikin repot aparat.

Untuk sementara, saya lebih respek sama mahasiswa yang tekun dengan kegiatan akademisnya dan mampu mengharumkan nama bangsa ini di dunia internasional karena prestasi akademisnya, meski mereka tidak pernah
berunjuk rasa dan berkoar-koar di jalan mengatasnamakan rakyat.

Ah, saya pun jadi teringat petikan syair lagu "Pemuda" yang dinyanyikan Caseiro:
........
Pemuda, mengapa wajahmu tersirat
Dengan pena yang bertinta belang
Cerminan tindakan akan perpecahan
Bersihkanlah nodamu semua
Masa depan yang akan tiba
Menuntut bukannya nuansa
Yang selalu menabirimu pemuda





6 comments:

  1. sangat sependapat dengan mbak.. Emang mahasiswa udah gak bisa dibedain ma mahluk yang merasa dewa, mau menangnya sendiri..

    ReplyDelete
  2. aku juga geram sama demo2 mahasiswa yang tiduran di jalan, ihhhhh maksut looo itu kan fasilitas umum... katanya membela rakyat, kog ngalangin rakyat buat jalan ke kantor? situ jadi mahasiswa sapa yang bayarin? ortunya gimana mau bayar kuliah kalo mau ke kantor dihalangin?

    pengen noyor tuh kepala2 mereka yang sok jago, sok merasa tau segala2nya tentang dunia...

    aku nggak pernah memilih jalan demo untuk menyuarakan pendapat, tapi buktikan ajalah kalau kita bermanfaat untuk sesama... mudah2an sih emang bermanfaat setiap jalan yang kita tempuh, aminnn...

    aku juga masih belajar mbak, dalam kehidupan ini, hehe

    ReplyDelete
  3. "Di televisi saya menyaksikan bagaimana mereka merusak fasiitas-fasilitas umum, merusak mobil-mobil milik warga, menimpuki aparat dengan batu hanya karena merasa hak mereka untuk menyampaikan kritik pada pemerintah dihalang-halangi aparat. Apakah aksi unjuk rasa seperti itu yang diinginkan mereka? Terus terang saya sungguh tidak simpati.", sepakat.

    Sungguh, patriotisme yang ngawur

    ReplyDelete
  4. Unjuk rasa kyk gitu malah nakutin rakyat. Di kampungku, bnyk kasus unjuk rasa konyol mahasiswa, alih2 atas nama rakyat, malah bikin masyarakat ga bisa nglakuin kegiatan dng aman,dan akhirnya lbh memilih cuti&diam di rmh aja

    ReplyDelete
  5. mengacu pada kasus mahasiswa ubk yang ketembak, ternyata terungkap, mahasiswa itu berusaha merangsek maju menuntut aparat membebaskan teman-temannya yang ditangkap (karena "berunjuk rasa" dengan kekerasan alias anarkis). terjadilah insiden penembakan itu.

    menurutku, berhubung mahasiswa itu insan-insan intelek, seharusnya menempuh cara intelek juga, yakni lewat hukum. minta pendampingan pengacara yang baik. termasuk memerkarakan aparat yang menembak itu. kalau soal serbu-menyerbu polisi sih, orang-orang di kampungku yang rata-rata tak berpendidikan juga bisa.

    ReplyDelete