Monday, April 1, 2013

Nge-Trip Unik ke Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB)





Foto di atas diambil dari jendela kamar nya Mbak Dina Y Sulaeman di tempat menginap di Tehran,  dalam kunjungan pada pertengahan tahun 2012 lalu. Awalnya, saya cuma asal motret aja, enggak tahu itu gedung apa.  Ternyata ini adalah bagian dari kompleks  kantor IRIB (Islamic Republic of Iran Broadcasting). Mbak Dina yang pernah bekerja di IRIB, juga baru sadar belakangan :)


Setelah sempet hopeless gak bisa ikut kunjungan ke IRIB (karena waktu itu yang boleh berkunjung dibatasi hanya dua orang). Seperti pucuk dicinta ulam tiba, ketika akhirnya kesempatan itu datang di hari terakhir saya berada di Iran.  Dan demi bisa melihat IRIB, saya rela melepas kesempatan berkunjung ke Mashad, salah satu kota utama di Iran.


Memang apa menariknya IRIB?  Buat saya yang pernah bergelut di dunia broadcasting (radio), berkunjung ke kantor penyiaran negara lain menjadi hal yang menarik.  Melihat cara kerja mereka, peralatan, dan saling bertukar cerita tentang kebijakan penyiaran di negara yang bersangkutan, adalah tambahan wawasan buat saya.  Dan benar saja, berkunjung ke IRIB menjadi pengalaman berharga sekaligus rada unik :)
  

Dilihat dari pembatasan pengunjung yang cuma boleh dua orang (padahal delegasi dari Indonesia waktu itu lebih dari 10 orang)  rasanya sudah mengindikasikan bahwa IRIB adalah salah satu tempat yang tidak bisa dikunjungi sembarang orang. Dari luar aja, kantor IRIB terkesan eksklusif dan sangat tertutup, dikelilingi oleh tembok tinggi.


Siang itu, selepas dzuhur,  Mas Purkon Hidayat yang bekerja di IRIB siaran Bahasa Indonesia menjemput saya dan ibu Sirikit Syah. Kami jalan kaki menuju IRIB, karena letaknya bersebelahan dengan hotel tempat kami menginap.  Di sepanjang jalan, Mas Purkon banyak cerita tentang Iran dan masyarakatnya, termasuk tentang IRIB.


Begitu masuk ke halamannya, saya sudah terperangah karena  IRIB ternyata sebuah kompleks perkantoran yang luasssss banget.  Enggak berlebihan  kali ya kalau saya bilang mirip kompleks kampus UI Depok.  Di dalam kompleks IRIB, terdapat lebih dari 20 kantor media radio dan televisi  (termasuk media online) yang jaringan siarannya sampai ke pelosok dunia.  Saya membandingkannya dengan kantor RRI dan TVRI di Indonesia, yang cuma satu gedung  bertingkat dan berada di kawasan terpisah. 


Di pintu masuk pun pemeriksaan sangat ketat.  Pengalaman saya bekerja di RRI, masuk halaman kantor RRI, seorang tamu bisa cuma  hanya dengan menganggukkan kepala saja sama satpamnya, tanpa pemeriksaan teliti atau meninggalkan tanda pengenal.  Tapi di IRIB, mengisi semacam form kunjungan dan harus meninggalkan tanda pengenal.  Setelah itu, melewati pintu pemeriksaan lapis kedua,  dengan peralatan pemeriksaan kalau kita mau masuk bandara.   Di sini Mas Purkon sempet kesel dengan penjaganya (perempuan) yang mengharuskan kami, saya dan Ibu Sirikit memakai abaya khas Iran jika mau masuk ke dalam.  


Saking keselnya, Mas Purkon sampai berkomentar , “Menghadapi orang-orang Iran mesti berani keras juga. Kalau mereka ngotot, kita juga mesti ngoto, kalau enggak kita bisa ditindas terus.”   Saya cuma senyum mendengar komentar Mas Purkon, mengingat beberapa hari sebelumnya saya juga sempet dibuat syok dengan gaya orang Iran.  Orang yang sudah lama tinggal di Iran saja, bisa ngomong seperti itu. Apalagi saya yang baru pertama berkunjung dan berinteraksi dengan beberapa orang Iran. Gimana gak syok …:)


Tapi akhirnya kami dibolehkan masuk juga.  Oh ya, di lingkungan kantor  IRIB ini, dilarang memotret. 

Kantor IRIB siaran Indonesia letaknya agak jauh dari gerbang utama, dan kami bertiga harus jalan kaki di tengah puncak musim panas di Iran.  Duh, seandainya disediakan sepeda kayak di kampus UI Depok :)

Kami tiba di sebuah gedung, dan langsung masuk lift yang cuma pas untuk 3-4 orang menuju kantor siaran bahasa Indonesia.  Tipikal kantor media,  jalan berlorong sempirt dan ruangan yang bersekat-sekat. Lagi-lagi saya teringat gedung RRI, serupa tapi tak sama :)  Ruang kantor siaran bahasa Indonesia  ukurannya juga tidak terlalu luas. Di dalamnya ada beberapa meja kerja dan seperangkat sofa tamu.  Setelah beramah tamah sebentar dengan beberapa pegawai di ruangan,  kami diajak ke ruang studio rekaman karena Ibu Sirikit akan diwawancarai.


Masuk ke studio rekaman, ah, saya lagi-lagi terkenang dengan studio rekaman dan siaran di RRI dulu. Enggak jauh beda, termasuk peralatan yang digunakan.  Studio terbagi dua, satu ruang untuk wawancara, satu ruang lagi tempat operator yang mengendalikan peralatan rekaman.  Yang bekerja sebagai operator hari itu, dua perempuan muda Iran.  Saya duduk di belakang dua perempuan muda yang menyambi pekerjaannya sambil ngobrol.  Tapi tetap tahu, ketika ada bagian yang  harus diulang :)


Sekira 30 menit, rekaman selesai.  Kami mengakhiri kunjungan dengan makan di resto fastfood ala Iran ,model KFC  gitu.  Rasanya, gak beda jauh dengan produk KFC atau McDonald ( jangan harap menemukan dua resto AS ini di Iran yah …:) ) malah lebih enak.


Menurut Mas Purkon, selain memiliki kantor berita resmi pemerintah IRNA, di Iran juga ada IRIB yang berada di bawah tanggung jawab Rahbar. IRIB dalam kebijakan pemberitaannya  boleh mengkritik pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Jadi seperti  pemantau kinerja pemerintah.


Beruntung deh, bisa ke berkunjung ke IRIB.  Meski saya rada bingung dengan cara Iran menempatkan kantor media dalam satu lingkungan seperti IRIB.  Sebagai negara yang sekarang jadi incaran Barat (AS dan sekutunya),  Iran kerap diancam untuk diserang secara militer. Kepikiran ajah, kantor media ini akan jadi sasaran serangan, dan akan gampang bagi musuh Iran untuk melumpuhkan kantor siaran medianya yang sangat strategis.  []





1 comment: