Sunday, October 11, 2009

Nobel Peace Prize for Obama, Does He Deserve it?


Seorang Barack Obama sama sekali tidak pantas (atau belum pantas?) disebut telah berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Apalagi dinobatkan sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian, selama  Obama masih membuat kebijakan dan membiarkan AS, negara yang kini dipimpinnya,  mencecerkan darah di mana-mana.  

*****  

“US President Barack Obama Wins Nobel Peace Prize”  itulah kepala berita yang saya baca di sebuah situs berita di internet, Jumat sore. Antara percaya dan tidak percaya, saya baca berita lengkapnya dan memang betul, Presiden AS yang pernah tinggal dan sempat sekolah dasar di Indonesia itu memang ditetapkan menjadi salah satu penerima penghargaan bergengsi itu untuk katagori perdamaian.  

Menurut berita yang saya baca, penghargaan Nobel Perdamaian itu diberikan pada Obama atas pertimbangan “for his ‘extraordinary’ efforts in international diplomacy and hastening nuclear disarmament.” 

Berita ini  langsung memicu kontroversi bahkan di Amerika sendiri yang mempertanyakan darimana panitia pemberian hadiah Nobel bisa sampai pada kesimpulan bahwa seorang Obama sudah berperan besar dalam perdamaian dunia? Apalagi Obama baru 10 bulan menjabat sebagai presiden AS dan ia baru 12 hari menjadi presiden AS saat panitia Nobel menetapkan nominator calon penerima hadiah Nobel tersebut.  

Pertanyaan yang sama juga muncul di kepala saya, karena melihat sepak terjang Obama selama 10 bulan memimpin Negeri Paman Sam.

Presiden yang satu ini cuma pandai beretorika soal perdamaian, pada prakteknya Obama tak jauh beda dengan pendahulunya yang haus darah dan gemar mengobarkan perang, George W. Bush.   Diplomasi perdamaian yang selalu digembar gemborkan Obama dalam pidatonya cuma basa-basi. Belum terbukti, bahkan dalam banyak hal bertentangan dengan prinsip perdamaian itu sendiri.  

Diplomasi Basa-Basi  

Janji Obama untuk menutup Kamp Guantanamo misalnya, sampai sekarang masih belum jelas. Jaksa Agung AS beberapa waktu lalu bahkan terang-terangan mengatakan bahwa penutupan kamp yang menjadi lambang “kejahatan kemanusiaan” yang dilakukan AS itu kemungkinan tidak bisa dilakukan pada bulan Januari mendatang, sesuai batas waktu yang ditetapkan Obama karena otoritas berwenang AS sendiri bingung mau dikemanakan para tahanan yang masih tersisa, yang dipenjarakan dan ditangkap secara ilegal oleh AS dari berbagai negara di dunia pasca serangan 11 September 2001.   

Padahal selama dalam penjara, para tahanan yang oleh AS dicurigai terlibat atau menjadi anggota jaringan terorisme dan kebanyakan Muslim itu mengalami penyiksaan, pelecehan seksual dan tidak pernah diproses secara hukum !  

Soal lainnya adalah retorika Obama soal perdamaian di Timur Tengah. Terutama menyangkut konflik Israel-Palestina. Sama dengan pendahulunya, Presiden Obama tidak pernah mampu bersikap tegas atas pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan rejim Zionis Israel terhadap rakyat Palestina.

Obama, belakangan ini memang terkesan ingin bersikap tegas terhadap Israel dengan mengkritik dan mendesak Israel agar menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi ilegal di wilayah Palestina di Tepi Barat dengan dalih demi mencapai perdamaian Israel-Palestina.   Tapi apalah artinya perkataan tanpa disertai tindakan. Seorang Obama, tidak pernah berani memelopori penjatuhan sanksi tegas terhadap Israel yang tetap saja membangun pemukiman ilegal di Palestina, bahkan dengan cara merampas tanah dan menghancurkan rumah-rumah milik warga Palestina. Obama cuma bisa NATO, No Action Talk Only.  

Basa-basi Obama yang pura-pura mengkritik Israel sebenarnya bisa dipahami. Karena sejak masa kampanye presiden lalu, Obama sudah mendeklarasikan dirinya “I am a true friend of Israel”. Obama juga menyatakan mendukung Israel yang ingin menjadikan Yerusalem (kota yang dirampas Israel dari Palestina dimana terdapat kompleks Masjid Al-Aqsa) sebagai ibukota “negara Yahudi” kelak.  

Pertanyaannya, bagaimana bisa seorang Obama bicara soal perdamaian sementara di sisi lain ia mendukung penjajahan Israel atas tanah Palestina.  

Ini juga berlaku dengan kebijakan-kebijakan luar negeri AS di Irak, Afghanistan dan Pakistan. Dengan dalih memberangus jaringan Al-Qaida, militer AS seenaknya mengerahkan pesawat tanpa awak untuk menjatuhkan bom-bom mematikan di wilayah Pakistan. Korban yang jatuh, kebanyakan dari warga sipil dan hanya sedikit yang dari kalangan militan.  

Obama juga menyatakan akan menarik mundur pasukannya dari Irak, tapi di sisi lain ia menambah lebih dari 30.000 pasukannya ke Afghanistan dan tetap melanjutkan invasi dan penjajahannya, kalau tidak boleh disebut pembantaian dan pembunuhan terhadap Muslim di Afghanistan. Jika demikian, apa arti perdamaian buat seorang Obama?  

Soal Nuklir  

Lagi-lagi Obama sama sekali tidak pantas jika disebut berperan dalam perlucutan senjata nuklir. Obama cuma meneruskan kebijakan “standar ganda” pemerintahan AS sebelumnya terkait isu nuklir. Terutama terkait persoalan nuklir Iran karena Iran  negara yang paling sulit ditundukkan AS dalam masalah nuklir.  

Sikap Obama “mendua” dalam menyikapi persoalan nuklir Iran. Dialog langsung yang ditawarkan Obama pada Iran  untuk menyelesaikan masalah nuklir Iran, tidak  didasarkan pada semangat saling menghormati hak setiap negara untuk membangun fasilitas nuklirnya untuk keperluan damai, tapi lebih paksaan agar Iran mau tunduk pada perintah dan kemauan AS.

Alih-alih dialog, pemerintahan Obama malah memperluas embargonya terhadap Iran. AS tetap berkeyakinan bahwa Iran sedang menggunakan pengembangan nuklirnya untuk membuat persenjataan nuklir, sebuah tuduhan yang AS sendiri tidak pernah bisa membuktikannya.   Anehnya, Obama tidak pernah meributkan pengembangan nuklir yang dilakukan Israel. Padahal indikasi bahwa justeru Israel yang sedang mengembangkan senjata nuklir sudah terungkap sejak pengakuan Mordechai Vanunu, orang Israel yang bekerja sebagai teknisi di fasilitas nuklir Israel, Dimona.  

Fakta-fakta diatas mungkin cuma sedikit bukti bahwa seorang Barack Obama sama sekali tidak pantas (atau belum pantas?) disebut telah berperan dalam menciptakan perdamaian dunia. Apalagi dinobatkan sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian, selama  Obama masih membuat kebijakan dan membiarkan AS, negara yang dipimpinnya,  mencecerkan darah di mana-mana.       

5 comments:

  1. I think it's really premature.
    What has he done? mentioned peace? maybe he got the prize just because he is not Bush.
    I'm sure he feels the weight on his shoulders now,at least I hope so
    I never heard of scientists winning a Nobel price for "saying I think I made a discovery",
    Was any writer ever awarded a Nobel price for a story he has yet to write????
    Wouldn't it have been better to wait and award the Nobel peace prize when there's actually something done for peace???

    ReplyDelete
  2. Maybe they felt he deserved to be in the same circle as Shimon Peres and Menachem Begin?

    ReplyDelete
  3. len.. gue disms bos gue suruh minta komen2 pas obama dapet nobel. pas mau berenang ama anak gue..

    gue bales apa ke bos gue: wot?? peace noble?. he doesn't even one year? wot, the committe leaking his ass?...

    damned.. dia reply:.. you fired!.. hahahahaha


    no, no.. my imagination only...

    ReplyDelete
  4. hehehe, kirain beneran dipecat ri ...

    ReplyDelete