Tuesday, July 27, 2010

Eksotika Wisata Legenda Sangkuriang


Banyak tempat-tempat wisata di Indonesia yang dilatarbelakangi oleh
mitos atau legenda rakyat setempat. Salah satunya adalah lokasi wisata alam Gunung Tangkuban Perahu di utara Kota Lembang, Jawa Barat. Gunung yang masih aktif dan masih terus diawasi oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia disebut Gunung Tangkuban Perahu, karena jika dilihat dari kejauhan, bentuk gunung ini ujungnya tidak mengerucut seperti gunung-gunung lain pada umumnya, tapi terlihat datar seperti bentuk perahu yang terbalik.


Bentuk gunung yang merupakan salah satu gunung terbesar di Bumi Parahiyangan ini, dikaitkan dengan kisah Sangkuriang, cerita yang menjadi
legenda terkenal masyarakat Jawa Barat.  Sangkuriang adalah seorang pemuda yang ingin menikahi seorang wantita cantik bernama Dayang Sumbi.

Betapa terkejutnya Dayang Sumbi ketika mengetahui bahwa
Sangkuriang adalah puteranya sendiri setelah menemukan bekas luka di kepala Sangkuriang. Dayang Sumbi lalu berusaha menggagalkan niat Sangkuriang menikahinya dengan mensyaratkan Sangkuriang untuk membuat perahu yang besar dalam satu malam.

Singkat cerita, dengan upaya yang dilakukan Dayang Sumbi, Sangkuriang gagal memenuhi syarat
itu. Pemuda itu marah lalu menendang perahu yang dibuatnya, hingga perahu itu terpental dalam posisi terbalik. Perahu Sangkuriang inilah yang diyakini kemudian membentuk Gunung Tangkuban Perahu.

Kita tinggalkan legenda yang masih sering diceritakan hingga sekarang.
Yang pasti, Gunung Tangkuban Perahu merupakan tempat wisata alam yang indah, nyaman dan menyenangkan. Menyaksikan pemandangan kawah Gunung Tangkuban Perahu yang menakjubkan, membuat kita makin meyakini kebesaran Allah Swt, Sang Maestro, Maha Pencipta alam semesta. Subhanallah !

Menuju Lokasi

Beruntung, belum bulan Maret kemarin (keingetan baru nulis sekarang ) saya bisa ikut wisata ke Gunung Tangkuban
Perahu yang diadakan sebuah EO (Event Organizer) wisata. Dengan menggunakan bis berukuran sedang, rombongan yang jumlahnya sekitar 20 orang berangkat dari kawasan BNI Sudirman menuju Bandung. Kami menempuh perjalanan lewat Tol Cipularang dengan sekali berhenti untuk memberikan kesempatan buat rombongan yang ingin sekedar membuang hajat kecil.

Di dalam bis, untuk membunuh kebosanan, kami melakukan berbagai permainan supaya antara peserta--seperti saya yang baru sekali itu ikut
EO wisata--bisa saling mengenal dan suasanya jadi bertambah akrab. Ternyata, asyik juga jalan-jalan ikut EO wisata daripada jalan-jalan sendiri. Tambah teman dan yang pasti tambah seru !

Perjalan Jakarta-Lembang ditempuh sekira 3 jam lebih. Menjelang siang,
kami sampai di pintu gerbang menuju lokasi wisata Gunung Tangkuban Perahu. Setelah mengurus pembayaran di loket masuk, bis masih menempuh perjalanan lewat jalan yang berkelok-kelok dan menanjak, sementara di sisi kiri-kanan jalan, terhampar deretan pohon pinus yang sangat tinggi dan berdaun hijau. Rasanya seperti menembus hutan, cuma bedanya, jalan yang kami lalui sudah beraspal mulus. Ini adalah jalan baru menuju Gunung Tangkuban Perahu, untuk mempermudah wisatawan mencapai lokasi Tangkuban Perahu.

Tempat yang kami tuju adalah Kawah Ratu, kawah terbesar di Gunung
Tangkuban Perahu dan paling banyak dikunjungi wisatawan. Untuk mencapai Kawah Ratu, bis yang kami tumpangi berhenti di lokasi parkir dan perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan mobil seukuran angkot yang terbuka sis kiri dan kanannya.  Hanya beberapa menit saja, kita akan sampai ke Kawah Ratu yang terletak di ketinggian 1.830 meter di atas permukaan laut. Sekedar catatan, tinggi Gunung Tangkuban Perahu adalah 2.084 meter.

Di Kawah Ratu


Begitu menjejakan kaki di Kawah Ratu, aroma pegunungan sud
ah terasa. Selain Kawah Ratu, ada Kawah Upas yang letaknya bersebalahan dengan Kawah Ratu, dan Kawah Domas. Sebelum memasuki kawasan Kawah Ratu, kita akan melewati gerbang menuju Kawah Domas yang konon bisa dilihat lebih dekat, bahkan para pengunjung bisa mencoba merebus telur dengan mencelupkan telur itu ke Kawah Domas.

Tapi tujuan kami memang Kawah Ratu. Akhir pekan itu pengunjung lumayan
ramai. Mereka menyaksikan keindahan Kawah Ratu di bibir kawah yang cuma dibatasi pagar seadanya yang terbuat dari kayu. Di tempat ini, pengunjung juga bisa berkeliling dengan naik kuda yang memang disewakan untuk para wisatawan. Para pedagang juga menambah keramaian di lokasi Kawah Ratu.

Ada tiga kawah di lokasi Kawah Ratu yang permukaannya kawahnya berwarna agak kehijauan. Untuk mencapai kawah
yang ketiga, kita haru melalui jalan menanjak yang lumayan bikin pegel. Tapi jangan khawatir, meski terletak di bagian atas, di lokasi ada banyak warung-warung kecil untuk sekedar melepas dahaga dan lapar. Kita bisa gelar tikar sambil duduk santai, ngemil sambil menikmati pemandangan ke arah kawah yang terlihat tenang dan misterius tapi tak mengurangi keindahannya yang membuat mata tak bosan memandang. Kawah-kawah itu dikelilingi oleh sisi-sisi gunung yang menjulang tinggi.

Para pengunjung bisa foto-foto bahkan sampai di pinggiran kawah yang melandai dan tekstur tanahnya kasar berwarna putih seperti kerikil. Yang penting, waspada dan hati-hati jangan sampai tergelincir jika ingin
foto-foto di bibir kawah.

Di kawah bagian atas, kita bisa menjumpai pepohonan dengan susunan ranting dan cabang yang unik. Penduduk setempat menyebutnya pohon Manarasa. Menurut kepercayaan mereka, daun pohon itu bisa mengobati
diare dan bisa bikin awet muda seperti Dayang Sumbi yang diyakini selalu makan daun dari pohon itu. Believe it or Not !

Fasilitas di Kawah Ratu juga lumayan lengkap. Ada deretan toko souvenir yang lucu dan unik, tempat makan, masjid dan toilet meski sangat sederhana dan pusat informasi.

Bagi mereka yang menyukai wisata alam, Gunung Tangkuban Perahu bisa menjadi alternatif obyek wisata menarik di Jawa Barat, daripada cuma wisata kuliner atau wisata belanja yang cenderung konsumtif.  Jalan-jalan
mendekat dengan alam,  bukan hanya membuat hati dan pikiran kita menjadi bugar, tapi akan lebih menebalkan keimanan kita pada keagungan Sang Pencipta. Selamat jalan-jalan !



catatan: khusus gambar view tangkuban perahu dari jauh diambil dari wikipedia.

Thursday, July 22, 2010

Anakmu Bukan Milikmu


Anakmu bukan milikmu
Mereka putra putri yang rindu pada diri sendiri
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.

Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan Bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.

Patut kau berikan rumah untuk raganya,
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat boleh kau kunjungi sekalipun dalam impian.

Kau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka mnyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam dimasa lampau.

Kaulah busur, dan anak-anakmulah
Anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian.
Dia menentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap.

(Kahlil Gibran)

Hari Anak Nasional, 23 Juli 2010

Thursday, July 15, 2010

"Dari Jendela Hauzah", Sebuah Novel Bergizi


"Hari-hari belajarku di Hauzah Ilmiah Hujjatiah, Qum, Iran kulalui sambil terus dihantui bayangan Alifia. Dia adalah separuh jiwaku yang kutinggalkan di Indonesia. Cinta kami hampir pasti kandas karena tidak adanya restu dari Papa Alifia. Tapi, Allah menghendaki sesuatu yang berbeda. Cinta yang hampir pasti kandas itu nyaris saja kembali bersemi. "Nyaris bersemi", karena Allah akhirnya punya kehendak yang lain."


Itulah potongan cerita dalam novel "Dari Jendela Hauzah" karya Otong Sulaeman. Sebuah novel berisi pengalaman perjalanan spiritual, romansa cinta dan petualangan seorang santri Indonesia yang belajar di madrasah Iran, begitu klaim yang tertulis di sampul depan novel ini.

Ya, "Dari Jendela Hauzah" memang bukan semata-mata novel berisi kisah cinta yang mengharu biru. Kisah cinta dalam novel ini, justru cuma menjadi "bumbu penyedap" yang menambah kenikmatan membaca jalinan cerita yang terangkai dalam novel yang ber-setting di Iran dan Indonesia ini.  Membaca novel ini, kita seperti diajak menyusuri lika-liku kehidupan sebagai mahasiswa di Qum, Iran, bahkan sampai ke ruang-ruang kelasnya dan menyimak para syaikh-nya memaparkan mata kuliah, mengenali tabiat dan tradisi orang-orang Iran yang bagi kebanyakan orang Indonesia mungkin masih sangat asing, sekaligus sedikitnya tahu gaya intelijen Iran dalam mengurai sebuah kasus spionase yang melibatkan seorang warga negara Indonesia dan keluarga Yahudi Iran yang menjadi bagian kisah "Dari Jendela Hauzah".

Seperti jendela, sebuah bingkai tempat kita bisa melepaskan pandangan yang luas ke luar ...  lewat novel ini kita seolah melihat sebuah pemandangan dengan wawasan yang luas tentang kehidupan masyarakat di sebuah negara bernama Iran, negara yang menjadi "momok" menakutkan bagi kalangan Barat yang islamofobia dan karena program nuklirnya itu. Tapi kekuatan novel ini bukan sekedar membuka cakrawala berpikir tapi mengajak kita kembali mamahami lebih dalam tentang ketuhanan. Mengikuti sebuah perjalanan ruhani untuk lebih mengenal lebih dalam Sang Pencipta sehingga makin kukuhlah keimanan dan kecintaan kita pada-Nya.

"Dari Jendela Hauzah" menurut saya bukan novel sederhana, lumayan berat malah. Membaca novel ini harus siap untuk menerima "pelajaran" yang awalnya terasa panjang dan membosankan, tapi pada akhirnya kita akan mengakui betapa berharganya "pelajaran" itu.

Buat mereka yang menggemari novel-novel yang bukan sekedar novel yang menyek-menyek, tapi novel yang sarat ilmu dan wawasan, "Dari Jendela Hauzah" bisa menjadi pilihan bacaan bergizi. 

Wednesday, July 7, 2010

Terima Kasih Pak, Sudah Membuat Masa Kanak-Kanak Kami Ceria ...


Meski harus bolak balik telpon, akhirnya siang itu tukang ojek yang membawa saya sampai juga di depan sebuah rumah mungil yang letaknya terhimpit di antara rumah-rumah di samping kiri kanannya. Rumah di Jalan Tebet Barat 2A No. 18 Jakarta Selatan tampak sepi, sehingga saya kembali harus menelpon si empunya rumah untuk mengabarkan bahwa saya sudah berada di depan pagar rumahnya.


Tak berapa lama, seorang lelaki kurus tinggi keluar rumah dengan senyum mengembang. "Ayo sini masuk, susah yah nyari alamatnya," kata lelaki tua dengan suara agak nge-bas itu sambil membuka pintu pagar. Saya cuma tersentum sambil mengulurkan tangan, bersalaman. "Apa kabar pak ... Saya Lena, yang kemarin janji mau wawancara," saya pun mengenalkan diri.

"Ya ... ya ... dari RRI kan. ayo masuk .... beginilah rumah saya," kata bapak tua yang rambutnya sudah terlihat mulai memutih itu.  Ruang tengah rumah itu tidak terlalu luas bahkan relatif sempit dengan perabot standar,  satu set meja kursi tamu, lemari bufet, dan sebuah piano yang diletakkan di pojok ruangan dekat pintu.

"Wah ... jago main piano juga pak?" tanya saya melihat alat musik kesukaan saya itu. Lelaki tua itu tertawa dengan suara khasnya, menyiratkan bahwa ia seorang yang periang.

"Anak perempuan saya yang bisa main piano. Ia sekarang mengajar di sekolah musik," jawabnya.

Pembawaannya yang ramah, terbuka dan banyak bicara membuat saya nyaman untuk mengajukan pertanyaan seputar dirinya, keluarganya, lagu-lagu ciptaannya dan pandangannya tentang masa depan anak-anak Indonesia.  Pembicaraan siang itu begitu mengalir bahkan sesekali diselingi gelak tawa.  Tapi ia terdiam sejenak, matanya menerawang dan menarik napas panjang ketika mengungkapkan keprihatinannya tentang perkembangan lagu-lagu anak-anak zaman sekarang.  "Tanpa makna, kurang mendidik dan sulit dicerna oleh anak-anak," begitu komentarnya.

Itulah sisi yang saya ingat dari seorang Abdullah Totong Mahmud atau A.T Mahmud yang dikenal sebagai pencipta lagu anak-anak itu. Saya mewawancarainya beberapa tahun lalu saat lagu-lagu karyanya dipopulerkan kembali lewat suara Tasya, penyayi cilik yang kini sudah remaja itu.  Bagi mereka yang sekarang sudah menjadi orang tua, pasti akan terkenang masa kecil kembali mendengar lagu-lagu seperti "Ambilkan Bulan Bu", "Pelangi", "Libur Telah Tiba", "Kereta Api", "Bintang Kejora", "Cemara" dan deretan lagunya yang sebagian besar syairnya masih melekat di kepala saya dan sering saya nyanyikan kalau me-ninabobo-kan para ponakan yang masih balita.

Anak-anak sekarang mungkin tidak terlalu familiar dengan lagu-lagu itu, apalagi tahu siapa penciptanya. Setelah masa keemasan lagu anak dan penyanyi anak macam Chicha Koeswoyo, Dina Mariana, Adi Bing Slamet dan kawan-kawan berakhir, lalu eranya Julius Sitanggang nyaris tidak ada lagi lagu anak-anak yang bisa dibilang bermutu macam lagu-lagunya Ibu Soed atau A.T Mahmud.  Lagu-lagu mereka memang anak-anak banget ... temanya dekat dengan anak, syairnya pendek dan sederhana serta mudah diingat.

Dan baru tahu siang tadi, saat nonton berita siang kalau Pak AT Mahmud tutup usia pada Selasa (6/7) karena sakit. Selamat jalan Pak, semoga mendapatkan tempat yang indah di sisiNya. Terima kasih telah membuat masa kanak-kanak kami jadi ceria dengan lagu-lagu manis yang telah bapak ciptakan.

 ....Kupandang langit penuh bintang bertaburan
berkelap-kelip seumpama intan berlian ...
Tampak sebuah lebih terang cahayanya
Itulah bintangku ... bintang kejora
yang indah selalu ...

(salah satu lagu AT Mahmud favorit saya)


gambar pinjem di sini


Tuesday, July 6, 2010

Pelecehan Seksual di Angkutan Umum, Salah Siapa?

Perempuan paling rentan jadi korban pelecehan seksual di tempat-tempat umum. Utamanya di dalam alat transportasi massal. Meski sudah banyak kaum perempuan yang mengeluhkan persoalan ini, belum ada perbaikan yang sifatnya menyeluruh untuk melindungi para penumpang perempuan.

Masih soal layanan TransJakarta. Lagi-lagi setelah nonton berita di tv kemarin , seorang laki-laki berusia sekitar 50 tahun dibawa ke kantor polisi oleh petugas keamanan bis TransJakarta gara-gara tangannya "iseng "  menyentuh "dada" seorang penumpang perempuan (baca: melakukan pelecehan seksual). Padahal kondisi bis malam itu, menurut berita tersebut, relatif kosong. Peristiwanya terjadi di dalam bis, ketika si penumpang perempuan akan turun.


Buat warga Jakarta yang setiap hari menggunakan layanan TransJakarta, pasti sudah tahu bahwa sejak sebulan (atau dua bulan ya) TransJakarta menerapkan kebijakan pemisahan tempat antrian bagi penumpang lelaki dan perempuan, setelah adanya laporan kasus pelecehan seksual yang dialami penumpang perempuan. Kebijakan ini patut dihargai, meski menurut saya setengah hati. Kenapa setengah hati? Pasalnya, para penumpang perempuan cuma "aman" dari "sentuhan" tangan para lelaki jahil cuma di antrian. Begitu masuk dalam bis,  "keselamatan" penumpang perempuan kembali terancam karena di dalam bis semua penumpang kembali bercampur baur. 

Kasus yang saya tulis diatas, bahwa masih terjadi pelecehan seksual di atas bis TransJakarta, membuktikan bahwa kebijakan pemisahan penumpang lelaki dan perempuan tidak efektif, karena hanya diberlakukan saat mengantri bis. Mengapa tidak sekalian saja dibuat kebijakan pemisahan bis khusus untuk penumpang laki-laki dan untuk khusus untuk penumpang perempuan sebagai bentuk peningkatan pelayanan, terutama bagi sarana angkutan yang sifatnya massal termasuk layanan transportasi kereta Jabodetabek yang setiap jam kerja penuh sesak penumpang dan berpotensi lebih besar terjadinya tindak pelecehan seksual.

Kasus-kasus pelecehan seksual di atas angkutan umum sebenarnya bukan cerita baru. Tanya saja pada mereka, khususnya perempuan, yang setiap hari pulang-pergi kerja menggunakan jasa kereta Jabodetabek, cerita soal kelakuan lelaki iseng di atas kereta rakyat itu sangat beragam. Tapi masalah ini tidak pernah menjadi perhatian serius pemerintah, untuk memperbaiki layanan transportasi supaya lebih aman dan nyaman. Rakyat kecil, dalam hal ini perempuan, dibiarkan (atau pembiaran?) menjadi korban, padahal kita sudah punya Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang seharusnya ikut memperhatikan nasib para perempuan yang menggunakan jasa angkutan umum.

Saya rasa, tidak terlalu sulit bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, memberlakukan pemisahan untuk penumpang perempuan dan lelaki dalam sarana angkutan umum seperti yang dilakukan di sejumlah negara Muslim. Dubai misalnya, sudah menyediakan bis dan taxi khusus untuk penumpang perempuan. Bahkan Jepang, sudah menyediakan kompartemen khusus untuk penumpang perempuan dalam layanan jasa keretanya. Yang penting ada niat dan semangat untuk memperbaiki pelayanan dan menghormati hak-hak rakyat kecil, khususnya kaum perempuan, untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan saat menggunakan jasa angkutan umum.  Merepotkan? Kalau sudah terbiasa, saya yakin tidak ada yang merepotkan.

Untuk sementara, perempuan pengguna jasa angkutan trasnportasi massal memang mesti punya nyali tinggi untuk berani memaki-maki di tempat saat ada lelaki jahil yang melakukan tindakan pelecehan seksual. Biar si pelakunya malu sekalian dimaki-maki di depan umum. Di TransJakarta mungkin lebih beruntung bisa sekalian mengadukannya pada petugas, dan langsung dilaporkan ke polisi. Tapi bagaimana kalau kejadiannya di kereta Jabodetabek, bis metromini atau angkot, paling para korban cuma bisa marah dan menyimpan rasa geram. Jadi, kalau memang ingin membuat kebijakan untuk kepentingan orang banyak, jangan setengah hatilah.

***gambar pinjem di sini  

Monday, July 5, 2010

TransJakarta (Sebenarnya) Nyaman Gak Sih?

Baca berita insiden bis TransJakarta ( di sini )ngeri juga ya ... enggak kebayang gimana paniknya penumpang  melihat asap mengepul di dalam bis sementara pintu bis macet, tidak bisa terbuka. Satu-satunya jalan menyelamatkan diri dari bis ber-ac yang jendelanya tidak bisa dibuka tutup adalah dengan memecahkan kacanya. Beruntung kalau dalam bis tersedia alat pemecah kaca, yang biasanya di tempel dekat kaca jendela disertai petunjuk bertuliskan "gunakan dalam kondisi darurat", nah kalau enggak?

Kalaupun kaca jendela bis TransJakarta berhasil dipecahkan, kebayang gak gimana penumpang (apalagi kalau kondisi bis dalam keadaan penuh sesak) berebut turun dan harus loncat dari badan bis yang jaraknya ke ke aspal cukup tinggi?

Insiden bis TransJakarta yang tiba-tiba ngeluarin asap dan bikin panik penumpang, kayaknya sering banget terjadi. Saya sendri pernah ngalamin insiden serupa meski tidak separah seperti insiden yang terjadi siang ini di TransJakarta Pulo Gadung-Kalideres. Kejadiannya bulan Ramadan tahun kemarin. Sore itu, saya naik Trans Jakarta dari Blok M dan bakal turun di halte busway depan Masjid Al-Azhar. Sejak meninggalkan terminal Blok M, sudah tercium bau sesuatu yang terbakar. Menjelang halte Masjid Al-Azhar bukan cuma bau menyengat tapi terlihat kepulan asap putih masuk ke dalam bis. Untunglah sopirnya sigap, begitu berhenti di depan halte Al-Azhar, dua sisi pintunya (alhamdulillah enggak macet) langsung dibuka, penumpang pun berebutan turun bahkan ada yang nekat melompat dari sisi pintu yang tidak bersisian dengan halte.

Sempet syok sejenak, sampe gak sadar kalau saya sudah di tempat tujuan. Sambil berjalan menyusuri jembatan busway menuju masjid, saya melihat asap putih masih mengepul bahkan makin tebal. Orang-orang mulai berkerumun. Entah bagaimana kelanjutan nasib TransJakarta itu. Dengan insiden sama yang sering menimpa TransJakarta, saya tidak tahu apakah itu cuma kebetulan saja atau memang Transjakarta kurang nyaman dalam masalah safety? bikin parno ajah ...

*** nonton berita koq beritanya "horor" semua, kasus video seks yang bertele-tele, gangguan sistem online pendaftaran siswa baru, kasus korupsi yang gak ada habisnya, pesawat hilang, kapan kita bisa menikmati berita yang mencerahkan dan menyenangkan ... 

Thursday, July 1, 2010

g.a.l.a.u

ketika risau mendera hati, yang ingin kulakukan hanya menulis tentang kerinduanku pada pelangi ....



i always think that people who see the rainbow are very lucky
for it does not appear every time the rain and the sunshine come at the same time
but i can't help myself looking up the sky when it rains without sun shining
hoping for a miracle that the rainbow will come up with its beautiful colours
with the bow-shaped at one end touching the earth and the other end going up the sky
like a big long arch-ladder to clim up the heaven
the last time i saw  the rainbow about three years ago
because i love the rainbow
i always long for its coming
touching the earth
touching the sky
touching my heart

........

“We may run, walk, stumble, drive, or fly, but let us never lost sight of the reason for the journey, or miss a chance to see a rainbow on the way.” (anonym)

all pics are courtesy of my sister, maryam