Monday, June 18, 2012

[The Journey] Lumba-Lumba dan Pesona Teluk Kiluan




Provinsi Lampung dikenal dengan wisata pantainya yang beragam dan hampir semuanya menawarkan pemandangan pantai yang indah. Tak heran, karena provinsi ini memang terletak di ujung selatan Pulau Sumatera yang bersisian dengan Samudera Indonesia dan berhadapan dengan Selat Sunda yang memisahkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa.

Teluk Kiluan, sudah lama saya mendengar tempat wisata bahari di Lampung ini, dimana lewat teluk ini kita bisa menuju ke laut lepas Samudera Indonesia untuk menyaksikan migrasi ikan lumba-lumba, salah satu hewan laut yang konon paling cerdas dan sangat bersahabat dengan manusia.

Sejatinya, saya lebih senang naik gunung dibanding melaut. Tapi karena penasaran, ikut juga deh nge-trip bareng temen-temen MP4P ke Kiluan ya
ng idenya tercetus di atas angkot, saat akan menjenguk seorang teman.

Plaza Semanggi jam 09.00  malam menjadi tempat berkumpul kami menuju Lampung pada Jumat (15/6/2012). Setelah semua peserta kumpul, kendaraan elf bermuatan 15 orang (13 peserta, satu guide dan satu sopir) menuju Pelabuhan Merak, tempat kami menumpang kapal feri yang akan membawa kami
menyeberangi Selat Sunda menuju provinsi yang dikenal dengan cemilan khas keripik pisangnya itu.



Sekira pukul 12.00 tengah malam, KMP Menggala berangkat menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Perjalanan menyeberangi Selat Sunda makan waktu hampir dua jam. Dari Bakauheni, perjalanan dilanjutkan kembali sampai ke tempat transit tepat saat azan Subuh berkumandang. Kurang lebih satu jam istirahat dan menunaikan salat Subuh. Perjalanan dilanjutkan ke arah selatan, tapi sempat
berhenti sejenak di sebuah warung untuk sekedar sarapan pagi. Karena mengejar waktu, sarapan pagi dengan menu nasi uduk dan telur ceplok, akhirnya dibungkus dan kami cuma sempat makan makanan kecil serta minum kopi atau teh.

Perjalanan panjang menuju Teluk Kiluan pun dimulai. Mobil elf kami menyusuri
jalan raya yang tidak terlalu lebar, untuk jalur kendaraan dua arah. Selama tiga jam pertama, jalanan aspal yang cukup mulus. Mendekati gerbang Teluk Kiluan yang terletak di Kelumbayan, Kabupaten Tenggamus, jalanan mulai mendaki dan menurun dengan kondisi jalan yang kadang membuat kepala kami kejedot-jedot. Tapi pemandangan di sepanjang jalan, lembah dan bukit yang hijau menyegarkan mata, serta rumah-rumah penduduk yang diantaranya masih berbentuk rumah panggung khas Lampung.



Selepas gerbang Teluk Kiluan, sebagian besar kondisi jalan makin parah, rusak berat dan sebagian ada yang tetutup longsoran tanah. Di beberapa titik jalan, terlihat kendaraan berat yang sedang memperbaiki jalan. Kami bahkan terpaksa harus turun dari kendaraan dua kali saat melewati jalan yang sulit dilalui kendaraan jika mengangkut penumpang. Satu kali saat melewati sebuah sungai kecil, dan satu kali lagi turun dari mobil saat melewati jalan setapak.

Sejak dari pintu gerbang sampai ke Teluk Kiluan, kami merasakan nuansa desa ala Bali, dengan bangunan berbentuk pura dan termasuk tempat peribadahannya. Sebelum berangkat, saya sempat membaca bahwa di Kiluan sebagian besar penduduknya memang orang-orang asal Bali yang beragama Hindu.

Sabtu (16/6) sekira jam 11.30 kami terlepas dari siksaan jalan yang rusak, yang membuat kami ajrut-ajrutan di dalam elf. Total perjalanan dari pusat kota menuju Teluk Kiluan kurang lebih tujuh jam. Kami sampai di rumah tempat kami menginap yang langsung menghadap ke Teluk Kiluan dengan airnya yang tenang berwarna hijau terang dan biru jernih. Di sisi kiri dan kanan Teluk ada dua pulau, salah satunya adalah Pulau Kelapa yang berpasir putih dan menjadi tempat kami berenang dan snorkling.




Snorkling dan Sunset di Pulau Kelapa

Usai salat dzuhur dan makan siang denga menu nasi panas, sayuran, ikan goreng dan sambel terasi yang rasanya aduhai .... kami menyusuri garis pantai di sepanjang Teluk Kiluan, menuju lokasi Batu Candi. Entah bagaimana bentuk Batu Candi, karena saya tidak sampai ke sana, karena ombak besar yang mulai mencapai bibir tebing perlintasan menuju Batu Candi.



Kami pun kembali ke penginapan, untuk melanjutkan avonturir selanjutnya ke Pulau Kelapa yang hanya butuh waktu setengah jam dengan menggunakan kapal jukung bermesin.

Di Pulau Kelapa, kami berenang sepuasnya dan mencoba snorkling. Di pulau ini pengunjung bisa menyewa alat snorkling dengan biaya sewa 25.000. Buat saya pribadi yang terus terang tidak terlalu suka dengan "underwater" menjadi pengalaman pertama snorkling. Setelah mundur maju gak jelas, akhirnya saya beranikan diri nyoba snorkling dibantu oleh pemandunya, karena saya memang gak bisa berenang.


Si pemandu snorklingnya mungkin geregetan memandu saya yang penakut dan gak berani ngambang sendiri (padahal pake pelampung) buat melihat keindahan "aquarium" alam di dasar teluk. Rada susah menyesuaikan cara napas di dalam air dengan bantun alat snorkling, walhasil lebih sering kelelepnya daripada ngambangnya. Tapi, meski dengan susah payah, sempat melihat jugalah hamparan karang-karang yang berwarna kecoklatan dengan beragam bentuk, serta ikan-ikan kecil yang "unyu-unyu" berseliweran. Besok-besok, kayaknya gak takut lagi deh snorkling-an ... :)

Menjelang sore, kami menuju ke tempat matahari terbenam, menunggu sunset. Makin sore, mulai terlihat detik-detik matahari turun, dengan warna kemerahan, lalu kekuningan, menebarkan nuansa cahaya yang nyaman dan hangat. Tentu saja momen ini tidak lepas dari jepretan kamera kami.



Kami bergegas kembali ke penginapan ketika senja sudah turun. Ada yang membuat saya sedih meninggalkan Pulau Kelapa, karena saya kehilangan bintang laut berwarna biru yang ditemukan dari dasar Teluk.

Sesampai di penginapan, kami membersihkan diri, lalu makan malam. Besok pagi adalah acara puncak trip ke Kiluan ini, mengejar lumba-lumba !

Hunting Lumba-Lumba



Minggu pagi sekali (17/6) usai sarapan (yang kepagian), sekira jam 06.00 lewat, kami sudah bersiap-siap naik ke atas kapal jungkung (kapal kayu kecil dengan penyeimbang bamu di kiri-kananya) bermesin motor menuju Samudera Indonesia untuk menjumpai si lumba-lumba. Kapal rombongan kami ada lima kapal, masih-masing diisi dengan tiga penumpang.

Sayangnya cuaca pagi itu agak mendung, bahkan sempat hujan gerimis, sehingga kami tidak bisa menyaksikan matahari terbit. Gelombang air pun, makin ke tengah samudera, makin besar yang membuat kapal kami yang kecil naik turun mengikuti gerakan ombak dan membuat nyali saya benar-benar ciut. Cuaca masih agak gelap ketika kami akhirnya sampai ke tengah samudera setelah kira-kira dua jam perjalanan dari teluk menuju samudera.



Sempat khawatir kalau si lumba-lumba tidak muncul karena ombak yang cukup besar dan cuaca yag kurang bersahabat. Sempat celingak-celinguk ketika tiba-tiba sebuah bayangan berwarna abu-abu sekonyong-konyong seperti muncul dari dasar laut. Itu dia lumba-lumbanya !  Tak berapa lama, lumba-lumba yang muncul makin banyak, mereka melompat kecil ke permukaan air, atau hanya memperlihatkan ujung siripnya. Ada yang datang bergerombol dengan membentuk formasi barisan yang rapi, membuat saya benar-benar excited dan terkesima melihat kawanan lumba-lumba itu.

Perairan di kawasan Kiluan kabarnya memang menjadi jalur migrasi lumba-lumba, dan hanya muncul sekitar antara pukul 08.00-09.00 pagi.  Lumba-lumba yang kami lihat pagi itu, kebanyakan berukuran kecil, berwarna abu-abu gelap, dengan moncong panjang. Informasi yang sempat saya baca, lumba-lumba di kawasan ini adalah jenis lumba-lumba mulut botol.



Cuma sekira satu jam kami bisa menikmati kawanan lumba-lumba itu berenang kian kemari di sekitar kapal-kapal yang memang sedang menunggu kedatangan si lumba-lumba. Setelah itu, mereka tak muncul lagi, mungkin sudah berenang jauh ke samudera bebas. Dipikir-pikir, kalau cuma mau melihat lumba-lumba, di Ancol juga ada dan enggak kalah lucunya. Tapi menyaksikan sendiri kawanan lumba-lumba bermunculan dari dasar samudera ... sensasinya beda dan menjadi pengalaman menarik tak terlupakan. Sayang kamera pocket yang saya bawa ... tak mampu menangkap gerak cepat si lumba-lumba ...

Karena si lumba-lumba tak muncul lagi, kami kembali ke teluk. Cuaca sudah mulai cerah dan panas saat kembali pulang ke Teluk.  Sampai di penginapan, kami bersiap-siap untuk perjalanan pulang ke Bakauheni untuk nyebrang ke Merak, menuju Jakarta. Entah berapa jam perjalanan pulang itu, yang jelas saya sampai rumah, alhamdulillah dengan selamat,  hari Senin jam 03.00 dinihari.

Sebuah perjalanan panjang yang melelahkan, tapi kelelahan itu terbayar dengan pengalaman baru, keindahan alam, dan hiburan lumba-lumba Teluk Kiluan.  

Sampai jumpa di catatan perjalanan berikutnya ... semoga Allah Swt masih memberi kesempatan, aamiin ....


 
 

11 comments:

  1. jadi pengen ngajakkin Junsu ke sini..
    dia demen banget sama pohon kelapa
    pas sabtu kesini dia beberapa kali nyebut "pohon kelapa" sampai geli sendiri :D

    ReplyDelete
  2. itu Juli ada pendakian masal ke Merbabu
    Aisyah ikut tuh, mungkin mba Len mau ikutan :D

    ReplyDelete
  3. owh iya, samudra hindia, bukan pacifik. tks infonya mbak lena. hehheheh

    ReplyDelete
  4. kok ga ada cerita mendongeng rainbow cake di tengah laut ya? :P

    ReplyDelete
  5. Wih mantap dah tayang aja hehehe
    Sayang lumba2nya cepet banget... Jd pengen kesana lagi...

    ReplyDelete
  6. aku gak ikut Des, juli ini pengennya ke Krakatau dulu ajah ..:)

    ReplyDelete
  7. hehehe, iya, kalo pasifik mah Hawai kali yah ...:)

    ReplyDelete
  8. hihihi, aib itu aib ni ...:):)

    ReplyDelete
  9. iya tuh, tahu kali mau kita foto-foto ...:)

    ReplyDelete