Sunday, September 6, 2009

[Book Review] Seribu Mentari Surga


Mariam terlahir sebagai Harami (anak haram). Status Harami ibarat kutukan buat Mariam yang karenanya harus selalu disisihkan dan menanggung penderitaan seumur hidupnya. Sementara Laila, berlatar belakang keluarga yang cukup berpendidikan, terutama didikan dari ayahnya, membuat Laila menjadi seorang perempuan yang berani mengungkapkan pendapat dan pikiran-pikirannya dan berani berpikir untuk melakukan perubahan.

Garis nasib dan peperangan, membawa kedua perempuan yang berbeda generasi dan berbeda latar belakang ini, bertemu dalam satu ikatan 'perkawinan yang dipaksakan' dengan seorang lelaki bernama Rashid, lelaki Afghan yang cuma menginginkan anak laki-laki, yang memaksa Mariam dan Laila mengenakan burqa, yang tidak segan-segan menganiaya kedua isterinya dan berkonspirasi untuk membuat Laila percaya bahwa kekasihnya bernama Tariq sudah mati dalam perjanalan ke kamp pengungsian.

Hubungan antara Mariam dan Laila awalnya tidak harmonis. Mariam menganggap Laila sebagai perempuan yang tidak tahu terimakasih dan hanya membuatnya bertambah menderita oleh penganiayaan yang dilakukan Rashid. Tapi Laila, dengan sabar berhasil mengikis kebencian di hati Mariam dan berhasil meyakini Mariam bahwa mereka senasib dan harus bersama-sama melawan ketidakadilan, kekejaman dan penderitaan yang diciptakan oleh Rashid dan oleh perang yang berkepanjangan. Laila berhasil meyakini Mariam bahwa mereka harus berani bersikap untuk keluar dari semua kemelut itu, mencari kehidupan yang lebih baik di luar Afghanistan. Menggapai seribu mentari surga. Meski untuk itu, Mariam harus menebusnya dengan hukuman mati yang harus ditanggungnya.
 
Mariam dan Laila adalah adalah tokoh sentral dalam novel A Thousand Splendid Suns (Seribu Mentari Surga) karya penulis asal Afghanistan Khaled Hosseini.  Novel ini merupakan novel kedua Hosseini yang menjadi best seller internasional setelah novel pertamanya The Kite Runner yang fenomenal dan berhasil terjual 8 juta kopi di seluruh dunia. The Kite Runner bahkan sudah diangkat ke layar lebar dan memenangkan berbagai penghargaan, sama seperti bukunya. reviewnya di sini 

Film The Kite Runner yang begitu menyentuh hati, yang sebenarnya membuat saya penasaran untuk membaca karya Hosseini lainnya, A Thousand Splendid Suns. Dan ternyata, kehebatan Hosseini menulis plot dan merangkainya dalam jalinan kisah, berhasil memaksa saya membaca novel itu dalam setiap kesempatan, bahkan membawa novel yang lumayan tebal itu ke dalam tas saya, agar bisa dibaca di bis dalam perjalanan menuju kantor.

Sebagai penulis, Hosseini mampu menciptakan emosi pembacanya lewat karakter,  dialog tokoh-tokohnya serta rangkaian peristiwa yang ia jalin dalam satu cerita utuh. Bukan cuma itu, Hosseini juga memberikan gambaran keindahan alam Afghanistan, tentang kehidupan multi etnis masyarakat Afghan, budaya patriarki dan memahami konflik panjang yang telah melululantakkan hampir seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya.

Novel A Thousand Splendid Suns adalah sebuah novel tragedi kehidupan perempuan Afghanistan yang menjadi korban tradisi dan korban kecamuk perang yang tiada henti di negeri itu.  Berlatar belakang Afghanistan sebelum masa invasi Soviet sampai masa kekuasaan Taliban, dilanjutkan dengan masa  agresi pasukan koalisi AS ke negeri itu, pasca serangan 11 September 2001.

Seperti The Kite Runner, benang merah A Thousand Splendid Suns bercerita tentang persahabatan, cinta sejati dan pengorbanan anak manusia untuk memberi arti dalam kehidupannya. Hosseini begitu kreatif mengangkat tema ini dalam sebuah cerita novel yang menyentuh, menegangkan, mengharukan dan tragis sekaligus membuka mata hati kita bahwa perang hanya menyisakan kehancuran, duka dan penderitaan. Bahwa masih banyak kaum perempuan yang termarginalkan dan direndahkan martabatnya karena tradisi yang mengatasnamakan ajaran agama.

 

10 comments:

  1. belum selesai baca, bukunya ada di rumah..
    jadi ingat mau baca lagi, hehe

    ReplyDelete
  2. it's not my fav inna, but i like the story very much ...

    ReplyDelete
  3. Iya...luar biasa ya..saya baca The Kitt Runner dalam terjemahan Persi...tetap memuaskan. K'lo yang 'A Thousand Splendid Suns' baru baca2 resensinya...sepertinya gak kalah menarik...

    ReplyDelete
  4. dijamin menarik mbak ... asalkan terjemahan bahasanya bagus. Terjemahan yang bagus jadi sangat penting buat novel-novel asing ...

    ReplyDelete
  5. hm.. saya juga awalnya terpesona pd novel ini.. tapi stlh dipikir2 lagi, ada bbrp pertanyaan kritis.. Afgan digambarkan sangat terbelakang, pdhl Afgan menyimpan catatan sejarah sebagai negeri yg berperadaban tinggi..prp juga punya status tinggi dlm budaya mereka.. kok skrg jadi berubah begini..salah siapa? kalau di novel, semua itu seolah salah org2 Afgan yg emang bodoh2 dan picik .. pdhl faktor eksternal sangat berpengaruh..
    di ending juga ceritanya membawa kita lega pada kehadiran sang penyelamat (tentara AS). .. agak aneh, menurut saya. tapi sbg novel saja, memang sangat keren.. sayanya aja yg suka mikir kejauhan:D

    ReplyDelete
  6. mungkin karena Hosseini dikasih suaka sama AS :)
    saya belum banyak membaca sejarah Afghanistan, tapi ada beberapa teman pena dari sana yang sedikitnya membenarkan isi novel Hosseini terutama soal posisi perempuan, dan mereka tak suka dengan tentara asing sama tidak sukanya dengan Taliban ...


    ReplyDelete