Tuesday, May 17, 2011

Ada Gempa? Mengapa Harus Gempar ... (Bagian 2)



Teknologi Canggih Bukan Jaminan




Yang pertama, kita mungkin harus memahami dan menerima kenyataan bahwa kita hidup di atas permukaan bumi yang rawan ancaman gempa. Daripada terus menerus merasa ketakutan, lebih baik kita "berteman" akrab dengan gempa, seperti halnya masyarakat Jepang. Yang terpenting bukan lagi mengetahui berapa besar skala gempa, tapi antisipasi apa yang kita siapkan jika terjadi gempa. Karena sampai saat ini, korban bencana lebih banyak diakibatkan dari lambatnya pertolongan, daripada akibat terkena bencananya langsung. Sayangnya, dari berbagai bencana alam besar yang terjadi di Indonesia, pemerintah terlihat masih "gagap" untuk melakukan reaksi cepat, menolong para korban bencana. 

Pemerintah juga kurang memberikan penyuluhan bagi masyarakat, lewat media cetak maupun elektronik, tentang antisipasi jika terjadi gempa. Berbeda dengan Jepang, yang secara rutin melakukan pelatihan dan simulasi menghadapi gempa pada rakyatnya. 

Dr. Wahyu Triyono mengungkapkan, efek bencana sebenarnya bisa diminimalisir dengan cara meng-edukasi masyarakat tentang ancaman gempa, serta komitmen yang kuat baik dari masyarakat maupun pemerintah dalam hal antisipasi bencana. 

"Kita tidak bisa hanya mengandalkan peralatan atau teknologi canggih, karena semua itu belum tentu efektif. Daripada membeli peralatan canggih yang mahal, apalagi pembeliannya dengan cara berhutang yang berpotensi dikorupsi, lebih baik dananya digunakan untuk mendidik masyarakat tentang potensi bencana  dan cara penanggulangannya bersama-sama. Efektifitas teknologi itu sangat tergantung pada pengetahuan masyarakatnya,"  tukas Dr. Wahyu.

Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan tata ruang daerah atau kota. Harus dibuat jalan yang lurus  menuju tempat yang lebih tinggi--ini untuk antisipasi tsunami--dan tersedianya ruang terbuka untuk memudahkan pertolongan bagi para korban, dengan membuka tenda-tenda yang berfungsi sebagai rumah sakit darurat. Nah, dalam konteks di Jakarta, masih adakah ruang terbuka yang tersisa sebagai antisipasi terjadinya bencana?

Yang terpenting, jangan gampang panik dengan informasi akan terjadinya gempa, yang tidak jelas kebenarannya. Manusia baru bisa tahu kapan gempa (akan) terjadi, setelah gempa itu terjadi, termasuk besaran magnitude-nya. (tamat)

sumber: "Tsunami The Deadliest Wave"--Angkasa.

10 comments:

  1. ada mbak...
    di lapangan yang mengelilingi mabes cilangkap...
    itu bisa banget buat nampung penduduk setengah jakarta di tenda2 pleton dan tenda rumah sakit... luasnya... panjangnya kalau di tempuh naik mobil aja jauhnyaaaaaaaa

    ReplyDelete
  2. *manggut2 menyimak*
    makasih atas sharing infonya mbak..

    ReplyDelete
  3. tfs, mbak
    di Indonesia emang kalau menginformasikan berita lebai, tapi ga jelas mau dibawa ke mana. Sempet lihat sekilas wawancara di tv juga, bingungnya ya gitu aja. Ada perdebatan, terus gimana???

    ReplyDelete
  4. kalau untuk ibukota, mungkin lapangan monas bisa dipake kali yah ...

    ReplyDelete
  5. sama nop, gue malah puyeng dengerin wawancaranya, apalagi host-nya perempuan yang suaranya cempreng banget ... :)

    ReplyDelete
  6. Monas sih kalah gede mb, ama cilangkap. Lagian monas uda dkt bgt ama pantai utara, kalo ada tsunami jg dah gak layak kali.. Di cilangkap, para jendral aman

    ReplyDelete
  7. ooo, pantesan milih bikin markas di cilangkap, mereka sudah lebih aware potensi gempa mungkin yah ...

    *jangankan tsunami yah, hujan deres dikit ajah ibukota kerendem ...:)

    ReplyDelete
  8. Tfs. Iya, yg bikin masy resah itu karena sebenernya nggak ngerti, klo ada gempa mesti bagaimana.

    ReplyDelete