Sunday, May 27, 2012

[The Journey] Cicaheum Cicalengka, Tegal Panjang Ternyata ...

Prolog


Antusias, begitu sahabat saya Desi Anita menawarkan ikut perjalanan ke Tegal Panjang, Gunung Papandayan, bersama teman-teman di MyQpala. Meski tebersit ragu, masih kuat gak yah jalan ke gunung yang notabene pasti banyak lintasan yang menanjak, apalagi entah sudah berapa (puluh) tahun enggak pernah ikutan naik gunung. Perjalanan terjauh kemarin cuma ke Baduy, yang sempet bikin kaki keseleo dan badan berasa remuk redam.

Keraguan berubah menjadi kegalauan karena tiba-tiba harus menjadi panitia walimahan teman yang menikah dadakan, dan acaranya nyaris berhimpitan dengan rencana perjalanan. Sempat memutuskan gak jadi ikut, khawatir pas acara walihaman saya bener-bener ambruk karena kecapean. Tapi membaca obrolan di group fb dan membrowsing informasi soal Tegal Panjang dan Gunung Papandayan, jauh di lubuk hati saya, pengennn ikuutttt ... apalagi  setelah seorang teman bilang kalu jalur perjalannya gak berat, karena pake jalur wisata .... (ternyata informasi itu menyesatkan, karena ternyata pake jalur melewati kebun teh dan nerabas hutan yang jaraknya lebih jauh ...)

Kegalauan bertambah, ketika lagi-lagi seorang teman bilang, "Yang namanya ke gunung itu gak bisa diprediksi lho. Rencananya dua hari bisa molor jadi tiga hari karena ada kejadian tak terduga, kesasar misalnya, atau karena kondisi cuaca."  ( Dan memang bener, acara "kesasar" saat mencari lembah Tegal Panjang, membuat beberapa rencana perjalanan yang sudah dibuat panitia jadi dirombak total ).

Saya akhirnya mengambil jalan tengah, antara ya dan tidak pergi, nama tidak dicantumkan di daftar peserta, dan berharap masih ada tenda perempuan yang masih bisa menampung satu orang. Tapi kegalauan itu ternyata belum usai .... gimana minta izinya yah, merasa gak enak aja, kalau-kalau terjadi sesuatu dan saya gak bisa memenuhi komitmen jadi panitia walimahan, apalagi itu walimahan sahabat baik saya.

Alhamdulillah, meski rada deg degan minta izinnya, sore hari menjelang keberangkatan dapet restu dari pihak-pihak bersangkutan, meski malem sebelumnya sempet galau sms-an soal ke gunung ini.

Finnally, pada Rabu (16/5) malam, satu jam sebelum menuju meeting point di pool bis Primajasa di kawasan UKI, saya baru packing ransel. Bismillah .... siap berangkat.

Jalan Panjang Menuju Tegal Panjang



Peserta perjalanan ke Tegal Panjang 23 orang, sembilan diantaranya perempuan. Berangkat dari pool bis Primajasa menuju Cileunyi sekira jam setengah sembilan malam. Perjalanan lancar jaya dan kami sampai di Cileunyi (turun di depan masjid Cileunyi) lewat tengah malam. Perjalanan dilanjutkan dengan angkot ke rumah seorang sahabat MyQpala, Kang Ruli, di kawasan Cicaheum untuk bermalam dan istirahat sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya.

Kamis (17/5) pagi, siap-siap berangkat lagi, dari tempat menginap, naik angkot ke terminal bis Cicaheum, dilanjutkan dengan angkot berikutnya ke terminal Tegal Lega (heran sama nasib gue, gak di jakarta gak di luar jakarta, selalu jadi angkoter) buat mencari mobil elf yang akan membawa kami ke kawasan Pangalengan.

Dari terminal Tegal Lega, kami menyewa dua mobil elf yang berjalan beriringan menuju target kami selanjutnya, desa Cibutarua, sebuah desa di ujung kawasan perkebungan teh Pangalengan. Perjalanan menuju desa ini yang asyik, sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan khas daerah pegunungan yang indah. Beruntung hari itu udara cerah, dari dalam elf, kami bisa merasakan hembusan hawa gunung yang segar meski agak panas, langit biru, lembah dan perbukitan yang hijau. Tapi memasuki kawasan kebun teh, jalannya sungguh aduhai, berkelok-kelok dengan kondisi jalan jauh dari mulus, berbatu-batu kasar, yang membuat penumpang nyaris terpental-pental di dalam elf selama kurang lebih dua jam. Kalah dah rute rally Paris-Dakkar !

Selepas dzuhur, sampailah kami di desa Cibutarua. Beristirahat sebentar, salat dan makan siang. Desa inilah yang menjadi titik keberangkatan sebelum memasuki kawasan hutan menuju Tegal Panjang. Menjelang sore, setelah briefing dan meregangkan otot-otot untuk persiapan jalan kaki, rombongan meneruskan perjalanan,  melintasi perkebunan teh yang luas, saking luasnya, dimana-mana yang terlihat cuma hijaunya pohon teh yang tingginya sepinggang orang dewasa. 




Lepas dari kebun teh, perjalan makin menanjak ke perbukitan dan muali memasuki kawasan hutan ( sisi barat Gunung Papandayan), ketika hari mulai gelap.  Menurut cerita yang pernah ke Papandayan, perjalanan melintasi hutan sampai ke Tegal Panjang, hanya butuh waktu 7 jam perjalanan. Tapi, entah kenapa, malam itu, setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 6 jam melintasi hutan dengan pepohonan tinggi yang rapat dan semak yang lebat, tanda-tanda akan sampai ke Tegal Panjang sama sekali tak terlihat.

Hari semakin gelap, ditambah rintik-rintik hujan, membuat perjalanan menyusuri hutan yang sebenarnya lebih banyak landainya, daripada mendakinya ini, jadi agak berat karena di beberapa tempat jalannya agak licin, becek dan berlumpur yang dalamnya bisa sampai semata kaki. Beruntung dalam perjalanan kami melewati dua sungai yang lebarnya tidak lebih dari satu meter, dengan air yang dingin dan jernih. Jadi bisa sekalian mencelupkan kaki yang sudah berlumpur.  Tapi, meski sungai itu tergolong dangkal, arusnya cukup deras. Gemuruh airnya sudah bisa terdengar dari kejauhan.

Setelah hujan rintik-rintik tak turun lagi, di tengah gelapnya hutan, dari sela-sela ujung pepohonan, kami bisa menyaksikan taburan bintang di langit malam, menjadi penghiburan bagi kami yang sudah mulai lelah mencari si Tegal Panjang.

Malam itu, kami benar-benar tidak bisa menemukan Tegal Panjang, dengan kata lain "nyasar". GPS, peta, kompas, seolah "tak berfungsi". Sekira jam setengah sembilan malam, akhirnya diputuskan untuk nge-camp di tempat yang agak lapang, membuka tenda, sebagian ada yang masak, ada juga yang muntah-muntah karena mungkin masuk angin, akibat terkena rintik hujan, cuaca yang mulai dingin dan tubuh yang lelah.



**catatan: belakangan baru diketahui penyebab kami nyasar, terutama buat saya, desi dan amar, (tiga panitia walimahan yang nekad ikut trip Tegal Panjang ini). ternyata sang mempelai pria, konon mendoakan kami nyasar, hehehe. (tindakan ini membahayakan, jangan ditiru yah ... :):) )

Jadilah, malam Jumat itu kami menginap di tengah hutan yang basah. Menikmati tidur yang tak sempurna, karena hampir tiap jam mata terjaga. Saya satu tenda dengan Netri Yeni, Fakku, Desi dan Putri yang selalu jadi target "ceng-ceng" an Netri. Jam empat pagi, sempet-sempetnya adu argumentasi soal Pondok Saladah dan Garut, wkkkkkkk.....yang berujung pada obrolan ngalor ngidul gak jelas yang ngebangunin orang, sampe ada yang komplain "Jam empat pagi udah gosip !"   hehehehe.




Jumat (18/5) pagi, udara di sekitar kami nge-camp masih basah. Sebagian sudah ada yang sibuk membuat sarapan pagi dan menjerang air. Pagi itu, ada tim advanced yang dikirim untuk mencari "jalan yang benar" menuju Tegal Panjang. Alhamdulillah, kabar gembira pun datang. Sekira jam 9, kami semua sudah bersiap kembali melanjutkan perjalanan ke arah yang pasti. Kembali menyusuri hutan yang makin rapat. Kali ini jalurnya lebih berat dari hari sebelumnya. Beberapa jalur mendakinya curam, sehingga lebih menguras tenaga, dan banyak melewati jalan sempit yang bersisian dengan jurang-jurang yang dalam, belum lagi tumbuhan semak yang berduri.

Kata "sebentar lagi sampe koq"  seperti memompa semangat kami untuk segera tiba di tujuan. Alhamdulillah cuaca hari itu cerah. Treking kami sesekali diiringi suara-suara hewan hutan.




Setelah hampir 4 jam menembus hutan .... tibalah kami di sebuah perbukitan, yang menghadap ke sebuah lembah yang luas dan hijau dikelilingi tumbuhan alang-alang setinggi lutut orang dewasa, dihiasi dengan penampakan sebuah gunung yang dari jauh terlihat berwarna hijau lumut, sementara di atas puncaknya sapuan langit biru dan awan putih bergumpal.  Inilah lembah yang kami cari, lembah Tegal Panjang dengan pemandangannya yang hijau menyejukkan mata. Subhanallah .... Alhamdulillah ... kami sudah sampai ....

Dari atas bukit tempat kami berdiri, pemandangan Tegal Panjang mengingatkan saya pada gambar-gambar khas saat sekolah dasar dulu. Kalau ada pelajaran menggambar, pasti gambarnya gunung, dibawahnya ada petak-petak sawah hijau, langitnya biru, dan gumpalan awan.

Di bawah lembah, ada aliran sungai kecil yang jernih dan airnya menyegarkan. Kami menunaikan salat di tengah ilalang Tegal Panjang, sebagian duduk-duduk santai menikmati keindahan dan kesejukan hawa Tegal Panjang.  Tak heran kalau banyak yang menjuluki Tegal Panjang sebagai keindahan surga tersembunyi Gunung Papandayan. Lembah dengan savana yang luasnya, mungkin sampai 4 kali luas lapangan sepakbola ini berada di ketinggian 1960-1980 meter dia atas permukaan laut.




Sayang seribu sayang, menjelang sore, mendung menggayut di atas Tegal Panjang. Hujan deras turun, sebelum kami menyelesaikan memasang semua tenda. Dan di bukit yang menghadap ke Tegal Panjang inilah, seumur hidup pengalaman kemping, saya "nguras" air dan ngepel "lantai" tenda yang basah karena tenda yang bocor :):).

Sabtu (19/5), pagi di Tegal Panjang, cuaca masih mendung dan berkabut, sehingga kami tidak bisa menikmati terbitnya matahari. Tapi, kehadiran seekor elang yang muncul tiba-tiba, membuat kami tertegun dan berteriak antusias. Burung Elang, menurut catatan yang saya baca, memang menjadi salah satu hewan yang menghuni hutan yang berbatasan dengan Tegal Panjang. Setelah sarapan dan membongkar tenda ... sekira jam 09.00 pagi perjalanan dilanjutkan menuju Pondok Saladah.

Annyong Tegal Panjang ....



Kami melintasi lembah Tegal Panjang, berjalan di antara padang savana yang tinggi, masuk ke hutan lagi yang kondisinya hampir sama dengan hutan yang kami lewati sebelumnya. Kondisi jalannya sebagian besar mendaki. Perjalaan dalam hutan ditempuh kurang lebih 4 jam, itupun karena kami nyaris nyasar lagi :):). Untungnya ada kelompok pendaki lain yang membantu mencarikan jalan, hingga kami kembali ke jalan yang benar. Alhamdulillah.

Akhirnya kami keluar dari kawasan hutan dan mulai melihat tempat terbuka berupa daerah perbukitan dan pegunungan yang berjajar dengan kawasan gunung Papandayan. Dari ketinggian tempat kami berada, terlihat lembah hijau, sebagian sisi kota Garut, dan kawasan kawah Papandayan.  Tepat tengah hari, sampailah kami di Pondok Saladah. Rombongan pun terbagi dua, saya dan sebagian teman yang memang harus pulang siang itu juga ... langsung menuju ke Camp David. Sebagian lagi beristirahat, dan ada yang langsung menuju ke Padang Edelweis.

Panorama di sepanjang perjalanan menuruni lereng Papandayan menuju Camp David, ternyata tidak kalah indahnya.Terutama memasuki kawasan Kawah Mas Gunung Papandayan.  Kami berjalan di atas hamparan tanah berbatu berwarna putih kecoklatan khas pegunungan, di tengah kepulan asap berbau belerang, bahkan dari lubang-lubang di tanah bisa terlihat asap belerang mengepul. Dari arah Pondok Saladah, sisi kiri kawasan Kawah Mas adalah perbukitan tinggi dengan batu-batu besar berwarna abu-abu, sementara di sisi kanan terdapat lembah-lembah mirip kawah yang menganga dikelilingi oleh bukit batu berwarna hitam. Di sini juga mengalir sebuah sungai kecil.






Oh ya, di Kawah Mas ini, kita sempet bikin kenang-kenangan buat sahabat kami yang akan walimahan hari Minggunya, Alan dan Novi Khansa. Ini idenya Muhammad Amar.  Setelah melihat hasil fotonya, membuat mempelai terharu dan semoga menyesal telah mendoakan kami nyasar ... hehehe.

Sekira jam 02.00 siang, akhirnya kami sampai di Camp David. Setelah istirahat sebentar, perjalanan dilanjutkan dengan menyewa mobil bak terbuka ke Cisurupan. ah, senangnya bisa naek kendaraan bak terbuka kayak gini, di jakarta mana bisa .... :):)



Sampai di Cisurupan kami turun di dekat masjid, untuk menunaikan salat dzuhur dan ashar, sambil bebersih dan ganti baju. Selesai semua kewajiban, kami kembali naik angkot lagi menuju terminal Garut. Jarak Cisurupan-Terminal Garut ternyata cukup jauh, sekira satu setengah jam perjalanan.

Jam setengah enam-an, kami tiba di terminal Garut. Rombongan pun berpisah, ada yang ke Surabaya, ke Bekasi dan Jakarta. Rombongan Jakarta, pas banget dapet bis Primajasa jadwal terakhir yang akan segera berangkat ke Jakarta. Kami segera naik.  Tak lama bis pun bergerak perlahan tapi pasti meninggalkan terminal. Perjalanan menuju Jakarta sebagian besar kami habiskan dengan tidur, ngobrol, tidur lagi, ngobrol lagi, tidur lagi !  

Bisa yang kami tumpangi keluar tol dan masuk Pasar Rebo sekira jam 22.00. Rombongan kembali terpisah, pulang ke rumah masing-masing.  Alhamdulillah, sampai di rumah sekira jam 22.30. Masih sempet bales dendam mandi, dan setrika baju batik seragam buat walimahan besok.

Epilog

Sebelum memejamkan mata, saya kembali memutar seluruh perjalanan selama tiga hari kemarin. Yang utama adalah rasa syukur tak terhingga pada Allah Swt yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan untuk melakukan perjalanan yang buat saya pribadi lumayan berat, karena berbagai faktor. Rasa syukur karena Allah Swt telah memberikan perlindungan selama perjalanan, sehingga kami semua bisa pulang ke rumah dengan selamat, dan tambahan teman-teman baru tentunya.

Benarlah adanya, bahwa dalam sebuah perjalanan yang terpenting bukan lagi tempat yang dituju, tapi proses menuju ke tempat tujuan itu. Proses itu yang seharunya mengajarkan kita banyak hal, mulai dari menjaga dan beradaptasi dengan lingkungan, ujian kesabaran, merendahkan hati, sampai belajar mendirikan dan membongkar tenda sendiri. Selebihnya adalah sebuah proses untuk lebih mendekatkan diri pada Illahi, karena di tengah semesta ciptaanNya, kita ternyata cuma makhluk kecil dan lemah.

Minggu (20/5)  pagi saya sudah berada di MA, tempat berkumpul untuk menjadi panitia pernikahan dua sahabat baik kami, Alan dan Novi. Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, hari itu juga menjadi bersejarah Hari Kebangkitan Cinta Alan dan Nop Nop. Selamat buat kedua mempelai semoga menjadi keluarga SAMARA.







25 comments:

  1. wow keren mba Len catpernya
    lengkaaap :topOK:

    desi kangen ma "roti langka"nya mba Lena :D

    ReplyDelete
  2. tengkyu Desi ....
    iya Des, di sono males banget makan tuh roti, sekarang malah kepengen ... roti yang mengingatkan pada Tegal Panjang ...:)

    ReplyDelete
  3. oh, jadi naik dari pangalengan dan turun lewat garut ya?
    cibatarua, bukan cibutarua.
    aku beberapa kali, jalan kaki dari sedep, perkebunan terakhir di pangalengan, menuju papandayan. jalannya tinggal mengikuti jalan mobil saja, sesekali motong kalau jalannya terlalu memutar.
    ingin sekali naik gunung lagi. tapi sekarang susah untuk ngumpulnya juga, maklum masing2 sudah punya keluarga. :D

    ReplyDelete
  4. itu nama desa sudah saya browsing buat nyari nama yang bener, tapi memang sebutannya beda-beda yah meski terdengar sama.... trims koreksinya ...

    waktu jalan kemaren, banyak tuh mas yang juga sudah berkeluarga ... atau laen waktu ngadain sendiri ya wisata keluarga dengan rute berlawanan sampe Kawah Mas aja juga udah bagus pemandangannya ...

    ReplyDelete
  5. oya? kirain masih bujangan semua. :)
    jadi, yang bareng lena itu kelompok pencinta alam?
    saya terakhir kali naik gunung, pada 2004 ke gunung gede. itu pun berkaitan dengan tugas peliputan (jambore jejak petualang tv7). :D

    ReplyDelete
  6. setelah pernah mencoba menerobos hutan di atas kebun teh (dengan menebas semak belukar), kami pun kapok. cape iya, lebih cepet nyampe, nggak. jadi, pada perjalanan berikutnya, kami "istiqomah" terus menyusuri jalan mobil. jika ada mobil perkebunan lewat, itu jadi bonus, karena kami bisa numpang gratis. kami paling sering menumpang truk pengangkut teh, pernah pula naik jip (land rover).

    tapi... tim yang naik hanya tim kecil, antara 3 - 5 orang. :)

    ReplyDelete
  7. dari komunitas MyQuran tapi yang suka jalan-jalan ke gunung ...:) iya banyak diantara mereka yang masih muda-muda tapi sudah bekeluarga ... :)

    ReplyDelete
  8. myquran itu forum ya? dan myqpala = pencinta alam myquran? :D

    ReplyDelete
  9. iya .... semacam komunitas juga ...:)

    ReplyDelete
  10. ada aku di sana ^^

    ini mp-nya kak lena? aku add contact ya mbak =D

    ReplyDelete
  11. waaah keren banget Lena. gak nyangka tempatnya indah banget ya ternyata....

    ReplyDelete
  12. iya mbak ini mp ku ... sipp ... ku accept dah pokoknya ...:)

    ReplyDelete
  13. ya mbak .... memang indah. tapi katanya kalo pas musim kemarau, lembah ini gak seindah ini, karena terlihat lebih kering kerontang ...:)

    ReplyDelete
  14. oya, waktu kkn di bayongbong, garut, tahun 1991, kami sempat ke papandayan. tapi ngeborong angkot, masuk dari cikajang, langsung sampe parkiran. jalan kaki dikit, nyampe kawah deh. :D

    ReplyDelete
  15. wah bagus catpernya
    biarlah catperku menggantung di episode 1 aja :P

    ReplyDelete
  16. ternyata banyak jalur menuju Papandayan ya ... tapi kawasan kawahnya memang bagus banget ya ...

    ReplyDelete
  17. hehehe, iseng-iseng koq vid .... ditunggu catper nya ya ...

    ReplyDelete
  18. saya belum ke sana lagi sejak papandayan meletus beberapa tahun lalu. tentunya letusan itu membuat banyak perubahan di kawasan kawah yang sering ditambang belerangnya itu.

    ReplyDelete