Tuesday, June 9, 2009

Catatan Kecil Film Ketika Cinta Bertasbih


Saya termasuk yang menunggu-nunggu edarnya Film Ketika Cinta Bertasbih yang diangkat dari novel best seller karya Habiburrahman El Shirazy. Bukan karena ingin tahu akan seperti apa sutradara kawakan Chaerul Umam mengangkat kisah ini ke layar lebar, tapi karena saya ingin melihat suasana Mesir yang menjadi lokasi pembuatan film ini sesuai cerita aslinya. Paling tidak, untuk menutupi kekecewaan pada film Ayat-Ayat Cinta, di film ini harapan saya untuk menikmati eksotika negeri Mesir kandas karena lokasi film itu diambil di India, tidak sesuai kisah asli di bukunya yang ber-setiing di Mesir.

Lalu, apakah harapan saya di KCB ini terpuaskan? Ternyata enggak juga. Karena dalam film yang berdurasi hampir dua jam ini ternyata tidak banyak mengeksplorasi pesona negeri Piramida yang seharusnya-setidaknya menurut saya- menjadi salah satu daya tarik bagi film yang dalam promonya mengklaim sebagai film indonesia pertama yang mengambil lokasi shooting di Mesir. Adegan-adegan dalam film ini lebih banyak di dalam ruangan, kalaupun di luar ruangan, sudut pengambilan gambarnya kurang menarik sehingga mata saya tidak berhasil menangkap keindahan kota Alexandria, Kairo dan seperti apa kompleks serta suasana Universitas Al-Azhar. Dari sisi sinematografi, terus terang saya lebih senang film Ayat-Ayat Cinta. Sudut pengambilan gambar dan pencahayaan di AAC lebih indah dan enak dinikmati oleh mata saya.

Yang agak mendingan di film KCB, adalah kemampuan Chaerul Umam merangkai kisah dan novel pertama KCB ini ke dalam rangkaian adegan demi adegan, meskipun alur ceritanya menurut saya sangat lambat dan pada beberapa adegan jadi sangat membosankan. Untunglah Chaerul Umam menyisipkan unsur "komedi" lewat karakter sebagian pemerannya yang mampu membuat penonton tertawa geli.

Patut disayangkan, film yang sudah susah payah mencari bintang yang akan memerankan film ini lewat proses seleksi dan konon proses "pendadaran" yang ketat, ternyata tidak mampu menghasilkan aktor dan aktris baru yang kualitas aktingnya mumpuni. Sebagian besar para pemeran di film ini aktingnya masih kaku dan masih keliatan dibuat-buat. Tapi saya apresiatif dengan akting Kang Abik yang justru bisa sangat natural dan santai. Sepertinya, Kang Abik juga berbakat jadi aktor.

Yang paling mengganggu dalam film ini adalah "pesan-pesan sponsor" yang ditampilkan begitu vulgar. Mulai dari produk kecap cap korma, bank mandiri, produk motor mio Yamaha, apalagi yah .... banyak deh iklan terselubungnya.

Secara keseluruhan, sebagai film yang menghibur, film KCB cukup berhasil. Dakwah di film ini menurut saya tidak terlalu kental, dan nampaknya cuma jadi pelengkap saja karena yang lebih banyak terekspos adalah kisah romantika cinta para mahasiswi-mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Universitas Al-Azhar. Si anu naksir si ini, si ini naksir si itu, cinta yang tidak kesampaian, yah begitulah ....datar saja. Konflik dalam kisah KCB gagal mengaduk-aduk emosi penonton seperti jika kita membaca bukunya.

Film ini diakhiri dengan kepulangan Azzam ke Indonesia dan di layar tertulis "To be continued". Itu artinya masih ada film KCB jilid 2. Saat bangun dari kursi, di belakang seorang penonton nyeletuk "yah .... udah filmnya lama, bersambung pula ..."  Saya cuma nyengir mendengar celetukan itu, sambil menahan kantuk, keluar bioskop.

21 comments:

  1. ga jadi deh kita nobar yah mbak.
    :D

    ReplyDelete
  2. oh.. sudah on theatre ya??kira belum...

    ReplyDelete
  3. Salams Lena....just a quick question isn't that the guy who wrote the Ayat ayat cinta novel as well...i really enjoyed the movie but I heard the book was way better...:-)

    ReplyDelete
  4. He3:)..
    Saking semangatnya..
    Mbak sini aja dong..biar clear..
    Terpuaskan sekalian bukan hanya Alexandria n Caironya..
    Sekali2 ke Sinai n gunung Musa..hiking he3:)

    ReplyDelete
  5. yes sis, he is the guy who wrote Ayat-Ayat Cinta ...

    u right, the book of Ketika Cinta Bertasbih and Ayat-Ayat Cinta is better than its movie ...:)

    ReplyDelete
  6. Insya Allah ... kalu dapet rezeki nomplok langsung terbang ke Mesir terus ke Al-Aqsha ... amiin ya robb alamiin...

    ReplyDelete
  7. smlm mo nonton gala premierenya gak jadiiiiiii, eh malah ngeronda di kantor huhuhuhu

    ReplyDelete
  8. pasti satpamnya yang nonton, jadi diana gantiin tugas jaga malem kantor kan ... hihihi ...

    ReplyDelete
  9. Tak ada gading yg tak retak
    tak ada film yg tak kebakar :)

    ReplyDelete
  10. Wow.. Keren sekali kritiknya.. Mending jadi sutradara ja bu, gantiin pak umam, kayaknya liat dari kritiknya pasti orang film juga ya.. Ckckck.. Hebat..

    ReplyDelete
  11. wah ... ini mah review amatiran, saya yakin, review para kritikus film bakal lebih sadis lagi ...

    ReplyDelete
  12. lebih baik nonton dulu, penilaian ini kan sifatnya subyektif sekali secara saya bukan kritikus film cuma seorang movie goer ...:)

    ReplyDelete
  13. keknya aku harus nonton sendiri deh nih..hubby mah rada susye diajakin nonton yg beginian, komentar dia pasti lah: "ah, paling ujungnya cerita cinta2an lagi.." hehehe..tapi aku penasaran juga deh...keknya mesti cari orang lain buat nobar nih..hiks

    ReplyDelete
  14. Bc review ini, kok jd malas ntn ya? Pdhl sblmnya menggebu bgt. Dah janjian mah tmn bsk plg kntr ntn. Tambah lg flu brat n takut nularin org sebioskop hehe

    ReplyDelete
  15. secara keseluruhan saya cukup terkesand dengan film ini. satu2nya yang menggangu adalah kenapa harus bersambung ketika konflik baru dimulai. halah...!!

    ReplyDelete
  16. inna sampe ga berani review setelah nonton Mbak..
    ga tega. ^-^

    ReplyDelete
  17. hm.. nonton ga ya.. kalo gratis (ditraktir org) boleh deh..:D
    makasih review nya.. :)

    ReplyDelete
  18. hohohooo...belon nonton euy:D

    kalo sy lebih suka film indo dgn latar alam indo spt film Denias, Senandung di atas awan secara pemandangan alam indo exotis banget...wow, alam papua subhanalloh...akting pemainnya jg natural

    ReplyDelete