Thursday, December 22, 2011

Hafalan Shalat Delisa, Bagian Uneg-Uneg

Selasa, 20/12/2011 sore, saya menemani rekan dari bagian marketing kantor, menghadiri pemutaran film perdana  Hafalan Shalat Delisa di sebuah bioskop di bilangan jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

Acara pemutaran film berjalan lancar. Soal waktu yang molor, itu sih sudah biasa lah ya di Indonesia.  Setelah itu, acara dilanjutkan dengan jumpa pers dengan para pendukung film tersebut.  

Setelah beberapa menit acara berjalan, saya mencium bau yang khas, bau asap rokok !  Saya coba menahan diri dengan menutup hidung. Tapi lama-lama bau asap rokok makin pekat dan terlihat kepulan asap rokok dari beberapa orang yang ada dalam ruangan (saya kira mereka adalah wartawan, atau kru media)

Buat orang seperti saya yang sensitif dengan asap rokok, tak pelak membuat kepala saya langsung pening dan perut terasa mual. Sebelum muntah betulan, saya memilih keluar ruangan yang pastinya ber-ac itu dan seharusnya tidak boleh ada orang yang merokok. Beruntung ada teman saya yang kuat, jadi saya bisa titip pertanyaan dan mendapat informasi hasil keterangan pers malam itu.

Saya cuma bisa memaki dalam hati, kenapa ada orang yang bisa-bisanya merokok dengan leluasa di acara publik seperti itu. Apalagi dalam acara tersebut, ada beberapa anak-anak yang bermain dalam film tersebut, ikut jumpa pers dengan para wartawan.

Saya bukannya tidak berani protes, tapi saya melihat posisi saya (apalagi kami dari media muslim yang nyaris tak pernah bertemu apalagi kumpul-kumpul dengan para wartawan entertain) yang tidak memungkinkan jika saya tiba-tiba protes dengan asap rokok.

Saya cuma menyesalkan pihak panitia yang menggelar jumpa pers Hafalan Shalat Delisa yang tidak peka dengan asap rokok. Apalagi ada anak-anak di situ. Sungguh ironis, di sebuah acara peluncuran film untuk anak-anak dan keluarga, justru orang bisa seenaknya menghembuskan asap rokok dan menyebarkan penyakit pada orang lain. Padahal setahu saya, undang-undang larangan merokok di tempat publik masih berlaku di Jakarta.

Saya sih tidak mau menyalahkan penegak hukumnya. Karena ternyata yang jadi salah satu persoalan adalah minimnya kesadaran untuk mematuhi aturan yang berlaku. Kondisinya tambah menyedihkan, karena aturan itu dilanggar oleh segelintir insan pers, yang seharusnya memilik kesadaran lebih tinggi dan menjadi contoh warga masyarakat lainnya.

11 comments:

  1. wah harusnya ada peringatannya tuh, mba
    saya juga nggak tahan nyium asap rokok

    ReplyDelete
  2. Weleh, aku juga gak tahan asap rokok, mbak -_-

    ReplyDelete
  3. whuaaaa, sebel jg ama perokok yg ndak tau diri...

    ReplyDelete
  4. berarti yang ngrokok di pemutaran pilem itu gak pernah dididik sopan santun ma ortunya?

    ReplyDelete
  5. aku, meski tahan dengan asap rokok, tetap tidak rela sebenarnya paru-paruku diasapi oleh orang-orang tak tau diri itu. tapi apa boleh buat, di banyak kesempatan ada aja yang merokok di ruang ber-ac. nggak usah jauh-jauh. tiap rapat di kantorku (ruang ber-ac) mungkin 10 persen pesertanya merokok, termasuk "komandannya".

    saya kira, aturan harus jelas, penegakannya juga tegas, terutama denda. Rp 500 ribu cukup bikin jera buat perokok bukan pada tempatnya.

    ReplyDelete
  6. ini masukan yg penting. semoga di lain kesempatan, saat rilis film dr novel2 tere-liye, sy bisa memasukkan di kontrak awal, acara premiere, prescon, dsbgnya, semua undangan dilarang merokok.

    ReplyDelete
  7. Bahkan di gorontalo bertebaran para perokok, mba lena.. Waktu ke kantor dinas bahkan ada yg menghabiskan 1 bungkus rokok sehari. Di kampus negeri dan warung2 makan sponsornya pun rokok.


    *btw, kirain uneg2 seputar filmnya. Hehew..

    ReplyDelete
  8. Laporin satpam saja,
    sy kira jg ada uneg2 ttg filmnya

    ReplyDelete
  9. Kalo lg kumat ngeyelnya, aku sering negor para perokok itu. Slama ini mereka langsung matiin:-)
    Btw, gmn pilemnya menurut m.lena? Kmrn anak mp4p pada nontn. Menurutku ga sebagus bukunya, apalagi special effectnya bikin drop:-(

    ReplyDelete
  10. @darwisdarwis ... trims atas perhatiannya pak ...
    @ani ... aku belum baca bukunya, jadi gak bisa ngebandingin, tapi buatku "isi/cerita" film ini bagus ... soal special effect, setuju, memang kurang bagus ...

    ReplyDelete