Thursday, August 21, 2008

Bapak ... Karena Kami Sayang Padamu

Tak terasa sudah tiga tahun Bapak meninggalkan kami semua, enam putrinya. Bulan depan kami sudah harus mengurus perpanjangan makamnya. Bapak wafat di bulan November hampir selang setahun setelah wafatnya Mama. Kepergian Bapak terasa begitu mendadak, karena bapak tidak mengalami sakit atau menunjukkan tanda-tanda yang tidak biasanya.

Beliau meninggal dengan tenang seusai mandi pagi, duduk di kamarnya dan minta diputarkan kaset murotal. Sesaat kemudian, beliau nampak tertidur, namun Bapak tidak merespon lagi ketika dibangunkan oleh sepupu saya. Pagi itu, Bapak menutup mata dalam usia 72 tahun. Saya cuma bisa terpaku saat itu, tak tahu harus berbuat apa, air mata pun tak menetes. Belum hilang rasanya duka saya kehilangan Mama, sekarang .... Bapak pun menyusul.

Bapak memang punya penyakit jantung dan ditubuhnya dipasang semacam alat untuk membantu denyut jantungnya. Tapi di pagi hari wafatnya, Bapak tidak mengeluhkan sakit apa-apa. Saya teringat ketika Bapak operasi jantung beberapa tahun yang lalu, Mama sempat bilang, Bapak mungkin akan "pergi" duluan. Tapi tak ada yang bisa menebak usia manusia. Ternyata Mama dulu yang berpulang, dan akhirnya Bapak. Mama dan Bapak hanya sempat melihat satu cucunya, yang waktu itu masih kecil. Karena dua cucunya yang lain lahir kemudian.

Bagi kami anak-anaknya, kepergian Bapak yang cuma selang setahun dengan kepergian Mama, adalah bukti ikatan cinta yang kuat dari keduanya. Karena kami sering memperhatikan, Bapak sering termenung dan melamun sejak kepergian Mama. Meski tak pernah ia ucapkan, saya bisa melihat jelas mendung dan kesedihan di matanya. Bapak hanya tersenyum ketika melihat polah cucunya yang masih bayi. Selebihnya, beliau hanya bicara seperlunya dan banyak diam.

Sebagai anak pertama, banyak kenangan indah yang saya lewatkan bersama Bapak sejak saya kecil. Yang saya tahu, Bapak tidak pernah bisa marah menghadapi kenakalan enam anaknya yang semua perempuan. Kalaupun marah, Bapak tidak pernah mengeluarkan suara keras, apalagi bentakan. Bapak paling anti memukul anak. Paling menjewer telinga, dan itupun sama sekali tidak terasa sakitnya.

Meski cuma pegawai rendahan, Bapak selalu berusaha menyenangkan anak-anaknya. Saya ingat, waktu kami kecil, Bapak selalu mengusahakan mengajak kami liburan di hari Minggu setiap bulan, sehabis beliau menerima gaji atau membelikan kami mainan. Bapak termasuk keras dalam mendidik anak-anaknya, keras dalam artian disiplin, apalagi dalam masalah urusan sekolah.

Meski demikian, Bapak termasuk orang yang demokratis. Tidak pernah mewajibkan anaknya untuk jadi juara kelas atau menjadi sesuatu yang diinginkannya. Kami semua dibebaskan untuk memilih ingin jadi apa. Yang selalu Bapak tegaskan, kami semua harus bertanggung jawab dengan pilihan kami masing-masing. Bapak selalu bilang, sebagai orang tua, dia tidak punya harta untuk diwariskan pada anak-anaknya, "Tapi Bapak ingin mewariskan ilmu, yang bisa menjadi bekal hidup kalian kelak ..." perkataan Bapak yang selalu saya ingat.

Itulah sebabnya, ketika saya sudah mulai bisa membaca. Bapak mulai memberikan saya banyak buku-buku atau membelikan majalah anak-anak. Bapak pulalah yang mengenalkan saya dengan berbagai jenis musik. Bapak memang penggemar musik. Hobi Bapak adalah mendengarkan lagu-lagu dari penyanyi kesayangannya, tentu saja penyanyi-penyanyi jadul macam Skeeter Davis, Victor Wood, Frank Sinatra, ABBA, dan sebagainya. Musik dan buku ... rasanya hobi Bapak ini yang menurun pada saya hingga saya dewasa.

Cuma satu kelemahan Bapak, sebagai seorang Muslim, Bapak belum melaksanakan kewajibannya, terutama salat dan puasa. Dalam soal pengetahuan agama, Bapak memang sangat kuran. Tapi kalau soal beramal materi, meski kami bukan orang kaya, Bapak bukan tipe orang yang pelit. Bagi Bapak, yang penting sebagai manusia, harus bersikap baik dan tidak menyakiti orang lain. Ketika kecil, saya tidak terlalu mempedulikan alasan Bapak itu. Barulah pada saat SMA, saya mulai membujuk Bapak dan berusaha menjelaskan, bahwa sebagai Muslim ada kewajiban-kewajiban rutin yang harus dipatuhi dan tidak cukup dengan berbuat baik saja. Saya juga mulai meminta Bapak mengurangi rokoknya karena Bapak sudah mulai sering sakit.

Ketika itu, Bapak masih tidak mau mendengar penjelasan saya soal menjalankan salat atau puasa. Masih masih tetap kukuh pada pendiriannya. Dan inilah yang kadang menjadi pangkal pertikaian saya dengan Bapak. Sampai saya merasa tidak lagi dekat dengan Bapak. Sungguh, waktu itu, bukan maksud saya untuk melawan Bapak, tapi saya cuma ingin bisa bertemu kembali dengannya di hari akhir nanti. Tapi Bapak, tetap tak berubah. Kadang dengan berurai air mata, saya berdoa pada Allah agar memberikan hidayahNya pada Bapak.

Bapak tetap tak mau berubah, meski saat itu beliau sudah menderita penyakit jantung dan jantungnya harus dibantu dengan alat. Kami anak-anaknya selalu mengingatkan Bapak untuk mulai belajar salat. Begitu lama rasanya saya mendapat jawaban dari Allah atas doa-doa saya. Saya tak tahu kapan persisnya, sekitar dua tahun sebelum Bapak berpulang. Bapak tiba-tiba minta dibelikan buku tatacara salat dan minta diajari salat. Beliau juga dengan susah payah  berusaha menghapal bacaan-bacaan salat.

Kami semua anak-anaknya, tentu saja bahagia dan bersyukur atas perubahan itu. Allah telah memberikan hidayahNya pada Bapak. Sejak itu, Bapak mulai menunaikan salat lima waktu, meski kadang kumat juga malasnya. Seiring dengan berjalannya waktu ... Bapak bisa rutin salat, bahkan belajar berpuasa di usianya yang sudah senja. Hingga di akhir hayatnya .... setahu saya, Bapak tidak pernah meninggalkan kewajiban salatnya.

Ah, Bapak ... entah bagaimana saya harus mengungkapkan perasaan saya tentang Bapak. Tahukah Bapak, bahwa saya sangat sayang pada Bapak, meski rasa sayang itu tak pernah terucap dari bibir saya. Bapak berpulang ketika mungkin ia masih ingin menikmati indahnya beribadah. Tapi Allah jualah yang memutuskan semuanya. Saya yakin, Allah sayang pada Bapak dan memberikan Bapak tempat yang terindah di alam sana. Bapak ... kami semua mencintaimu dan doa kami selalu menyertaimu dan mama.

Pojok kantor,
21 Agustus 2008


"Menulis Tentang Bapak Yuk!"
http://bundaelly.multiply.com/journal/item/109


20 comments:

  1. jadi daku nggak jadi ikutan lomba..:D
    hebat2 sih yang ikutanya..:D

    ReplyDelete
  2. Subhanallah...
    Terharu abis,.. Ingat Bapak...

    ReplyDelete
  3. Memang... tak ada yang bisa mengetahui tentang ajal...

    ReplyDelete
  4. Bangga deh denger akhir ceritanya... Semoga khusnul khatimah, yah, mbak...

    ReplyDelete
  5. mba lena, semoga ibunda & ayahanda di san amendapat terindah di sisi Nya

    ReplyDelete
  6. sampai terharu biru mambaca cerita jeng len....btw, bpk kok mirip saya yaaa..;malas shalat dan jarang puasa...hihihihi...plus suka merokok....tp semoga hal tsb tdk menjadi pangkal pertikaian kita spt jeng len dan bapak....hihihiihi....
    duuuuuh...gimana seh caranya biar shalat saya gak senin kemis dan puasa saya lancar yaaaaa..;semoga saya bisa segera menjadi seperti bapak, amiiin!

    ReplyDelete
  7. beneran terharu mbak.. aku jadi inget bapakku yang sudah mulai tua di bandung.. alhamdulillah bapakku insyaALLAH tidak pernah lepas shalat, puasa dan zikir. yang bikin saya sedih adalah..pasti bapakku khawatir liat putri nya yang begini ini.. hmm.. beliau pasti kpengen menuntaskan kewajibannya sebagai bapak terhadap anak perempuannya.. hhh..

    ReplyDelete
  8. Semoga beliau diterima di tempat yang terindah di sisi Alloh SWT, thanks for sharing the story

    ReplyDelete
  9. Innalillahi wa Inna ilaihi Rajiun...
    seneng ternyata bapak Akhirnya shalat dan puasa
    alhamdulillah...

    ReplyDelete
  10. hidayah itu kadang ga bia dipaksakan ya mba...semoga bapak dan ibu ditempatkan ditempat yang layak.amin

    ReplyDelete
  11. hiks..hiks...ikut terharu bacanya...semoga kedua orang tua mba mendapat tempat yg layak disisi Alloh SWT.amiin

    ReplyDelete
  12. subhanallah....insya Allah khusnul khotimah ya Len..amin.....

    ReplyDelete
  13. terharu...
    subhanallah. smoga mendapat tempat yang layak di sisi Allah ya mbak...

    ReplyDelete
  14. terima kasih teman-teman atas perhatian dan doanya ... Insya Allah beliau khusnul khotimah ...

    ReplyDelete
  15. Allahumma firlahum warhamhum wa aafihim wa'fu'anhum.. semoga Allah menempatkan beliau berdua disebaik-baiknya tempat.

    ReplyDelete
  16. nice story mba... semoga ibu dan bapak mba dipertemukan kembali ditempat terindah...amiiin

    ReplyDelete
  17. wiii... terharu nih... hiks hiks... cari tissu dulu ah...

    ReplyDelete