Wednesday, September 19, 2012

Fenomena Badai Hallyu yang (Bisa) Bikin "Ababil"




Selain fenomena Badai Matahari yang sedang menjadi perhatian banyak orang saat ini, ada badai lain yang belakangan ini jadi ulasan utama di media massa. Bahkan stasiun televisi Al-Jazeera, membuat program khusus yang mengangkat tema tentang dahsyatnya fenomena badai ini, meski lebih menyoroti sisi gelapnya.

Ya, badai yang saat ini sedang menerjang penjuru dunia adalah badai Hallyu istilah untuk "Gelombang Korea" (Korean Wave). "Gelombang Korea" mengacu pada tersebarnya dan meningkatnya kegemaran masyarakat dunia pada kesenian pop dan tradisional Korea di Asia, Eropa, benua Amerika bahkan sampai ke Timur Tengah.

Hallyu diawali dengan populernya drama Korea, yang pertama kali di"ekspor" ke Cina, lalu menyebar hampir ke seluruh negara Asia, Eropa, benua Amerika dan Timur Tengah. Drama Korea yang paling fenomenal di awal kemunculannyal antara lain Winter Sonata, yang diputar di berbagai negara. Sejak drama korea makin berkibar bukan hanya di negerinya sendiri, dan stasiun-stasiun tv di Korea kabarnya tak segan-segan mengeluarkan dana besar untuk memproduksi sebuah drama.

Kesuksesan drama Korea diikuti dengan meningkatnya minat publik dunia pada film-film Korea, dan badai Hallyu yang terjangannya paling terasa adalah trend musik pop Korea atau yang lebih dikenal dengan sebutan K-Pop. Anak-anak muda dunia boleh dibilang sedang mengalami "demam" K-Pop dengan trend boyband dan girlband-nya. Tak terkecuali di Indonesia--negara yang paling gampang terinfeksi virus budaya asing dan menjadi peniru nomor satu. Sebuah tv swasta di negeri ini, bahkan akan menggelar pemilihan calong bintang ala K-Pop yang nantinya akan di-training di Korea (bye-bye era American Idol ...)





Kalau dulu, tv-tv Indonesia cuma memutar film-film Jepang atau Mandarin, sekarang yang banyak diputar justru drama Korea yang berhasil mencuri perhatian publik yang selama ini cuma dijejali dengan film-film produk Hollywood. Bukan cuma itu, barang-barang produk Korea mulai dari barang elektronik, pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, kini mulai membanjiri pasar Indonesia. Tak terkecuali bisnis salon, yang sekarang mulai menawarkan gaya potongan rambut ala Korea (K-haircut style).

Bahkan, kalau kita perhatikan di kawasan segitiga emas di Jakarta, utamanya di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin, sudah bermunculan gedung-gedung pencakar langit dan perkantoran perusahan-perusahaan Korea. Pendek kata, Korea sekarang sedang "menjajah" Indonesia, mulai dari sisi ekonomi, sosial dan budaya.

Sebagian kita mungkin tercengang oleh kemunculan badai Hallyu dan kemunculan negara Ginseng ini sebagai 'ikon' Asia, bahkan popularitasnya dan kekuatannya mampu mengalahkan Cina dan Jepang yang selama ini menjadi "macan" Asia. Siapa yang menyangka para penyanyi (boy/girlband) Korea mampu menembus dan merebut pasar di industri musik Eropa bahkan AS. Apa rahasia dibalik kesuksesan yang menakjubkan dari sebuah negara bernama Korea Selatan?

Kesuksesan itu ternyata bukan sebuah kebetulan, tapi buah dari kerja keras yang panjang Korea Selatan untuk menjadi negara yang sekarang sangat diperhitungkan. Laporan Kompas.com menyebutkan, pemerintah Korea sejak 20 tahun lalu, memberikan beasiswa besar-besaran kepada artis dari berbagai bidang seni untuk belajar di AS dan Eropa, dan dari program itu lahirlah artis-artis berpengalaman.

Kerja jangka panjang itu kini menghasilan buah yang manis. Ekspor budaya K-pop, film dan drama Korea, mampu menambah pendapatan Negeri Ginseng itu. Belum lagi pendapatan dari sektor pariwisata. Badai Hallyu juga mendorong masyarakat dunia untuk berkunjung dan berwisata ke Korea.
Dari sisi ini, Indonesia seharusnya belajar dari Korea Selatan, yang mampu mendongkrak devisa negaranya lewat produk budaya. Selama ini, Indonesia selalu menjadi peniru, pengikut (follower) dan tak jarang menjadi "korban" budaya asing, dan gejala itu sepertinya sudah mulai terlihat lewat program-program televisi (musik dan sinetron) serta gaya hidup sehari-hari.



Eksistensi Korea di Indonesia, pastinya berdampak pada banyak orang-orang Korea yang datang dan menetap di Indonesia dan tentu kebutuhan akan gaya hidup di negeri asalnya akan terbawa ke negeri ini. Seperti dua sisi koin yang selalu bersisian, tak semua gaya hidup yang mereka bawa positif, ada juga yang negatif, dan yang negatif inilah yang harus diwaspadai jika perlu dicegah.

Sebagai contoh kecil, kebetulan kantor saya berlokasi di kawasan pinggiran Jakarta, Cibubur. Saya menduga di daerah ini banyak komunitas orang Korea, karena di komplek ruko tempat kantor lama saya misalnya, banyak bertebaran karaoke dan resto-resto Korea yang ramai dengan perempuan-perempuan berpakaian minim di malam hari. Tanpa bermaksud berburuk sangka, atau menyebut kebiasaan orang Korea itu buruk, tapi tempat "abu-abu" berlabel Korea yang berpotensi jadi lahan prostitusi dan jual beli minuman keras seperti itu mulai banyak terlihat. Itu baru di sebagian kecil kawasan Cibubur, entah di tempat lain.

Hal-hal seperti inilah, dampak penetrasi budaya yang negatif yang harus menjadi perhatian. Pemerintah daerah atau kota, mungkin harus lebih memperketat izin pembuakaan usaha tempat hiburan semacam itu. Televisi-televisi nasional sebaiknya juga menyeleksi program impor dari Korea, utamanya acara musik, karena nyaris semua girlband Korea berpakaian serba minim baik dalam acara panggung maupun musik videonya. Kalau boybandnya sih masih mendinglah. Mungkin, dengan mudahnya ada yang bilang, "ya jangan ditonton dong, matiin ajah tuh tivi."

Well, masalahnya, siapa yang mampu membendung terjangan "badai" seperti ini. Lebih dari itu, stasiun televisi yang menggunakan saluran publik, selayaknya ikut bertanggung jawab dan membantu melindungi masyarakat dari dampak negatif budaya asing.seperti ini. Kalau mau meniru (emang bisanya meniru sih) silahkan saja, tapi tirulah sisi positifnya yang mendorong persaingan sehat dan meningkatkan kreativitas berseni. Jadi, jangan sampai badai Hallyu malah memporak-porandakan jati diri dan identitas keindonesiaan, terutama dari sisi moral dan akhlak, istilah alaynya 'ababil' ( anak baru gede dan yang udah gede labil ) setuju?

No comments:

Post a Comment