Monday, September 17, 2012

Terimakasih Pak, Sudah Membuat Masa Kanak-Kanak Kami Ceria


 

Meski harus bolak balik telpon, akhirnya siang itu tukang ojek yang membawa saya sampai juga di depan sebuah rumah mungil yang letaknya terhimpit di antara rumah-rumah di samping kiri kanannya. Rumah di Jalan Tebet Barat 2A No. 18 Jakarta Selatan tampak sepi, sehingga saya kembali harus menelpon si empunya rumah untuk mengabarkan bahwa saya sudah berada di depan pagar rumahnya.

Tak berapa lama, seorang lelaki kurus tinggi keluar rumah dengan senyum mengembang. "Ayo sini masuk, susah yah nyari alamatnya," kata lelaki tua dengan suara agak nge-bas itu sambil membuka pintu pagar. Saya cuma tersentum sambil mengulurkan tangan, bersalaman. "Apa kabar pak ... Saya Lena, yang kemarin janji mau wawancara," saya pun mengenalkan diri.

"Ya ... ya ... dari RRI kan. ayo masuk .... beginilah rumah saya," kata bapak tua yang rambutnya sudah terlihat mulai memutih itu.  Ruang tengah rumah itu tidak terlalu luas bahkan relatif sempit dengan perabot standar,  satu set meja kursi tamu, lemari bufet, dan sebuah piano yang diletakkan di pojok ruangan dekat pintu.

"Wah ... jago main piano juga pak?" tanya saya melihat alat musik kesukaan saya itu. Lelaki tua itu tertawa dengan suara khasnya, menyiratkan bahwa ia seorang yang periang.

"Anak perempuan saya yang bisa main piano. Ia sekarang mengajar di sekolah musik," jawabnya.

Pembawaannya yang ramah, terbuka dan banyak bicara membuat saya nyaman untuk mengajukan pertanyaan seputar dirinya, keluarganya, lagu-lagu ciptaannya dan pandangannya tentang masa depan anak-anak Indonesia.  Pembicaraan siang itu begitu mengalir bahkan sesekali diselingi gelak tawa.  Tapi ia terdiam sejenak, matanya menerawang dan menarik napas panjang ketika mengungkapkan keprihatinannya tentang perkembangan lagu-lagu anak-anak zaman sekarang.  "Tanpa makna, kurang mendidik dan sulit dicerna oleh anak-anak," begitu komentarnya.

Itulah sisi yang saya ingat dari seorang Abdullah Totong Mahmud atau A.T Mahmud yang dikenal sebagai pencipta lagu anak-anak itu. Saya mewawancarainya beberapa tahun lalu saat lagu-lagu karyanya dipopulerkan kembali lewat suara Tasya, penyayi cilik yang kini sudah remaja itu.  Bagi mereka yang sekarang sudah menjadi orang tua, pasti akan terkenang masa kecil kembali mendengar lagu-lagu seperti "Ambilkan Bulan Bu", "Pelangi", "Libur Telah Tiba", "Kereta Api", "Bintang Kejora", "Cemara" dan deretan lagunya yang sebagian besar syairnya masih melekat di kepala saya dan sering saya nyanyikan kalau me-ninabobo-kan para ponakan yang masih balita.

Anak-anak sekarang mungkin tidak terlalu familiar dengan lagu-lagu itu, apalagi tahu siapa penciptanya. Setelah masa keemasan lagu anak dan penyanyi anak macam Chicha Koeswoyo, Dina Mariana, Adi Bing Slamet dan kawan-kawan berakhir, lalu eranya Julius Sitanggang nyaris tidak ada lagi lagu anak-anak yang bisa dibilang bermutu macam lagu-lagunya Ibu Soed atau A.T Mahmud.  Lagu-lagu mereka memang anak-anak banget ... temanya dekat dengan anak, syairnya pendek dan sederhana serta mudah diingat.

Dan baru tahu siang tadi, saat nonton berita siang kalau Pak AT Mahmud tutup usia pada Selasa (6/7/2010) karena sakit. Selamat jalan Pak, semoga mendapatkan tempat yang indah di sisiNya. Terima kasih telah membuat masa kanak-kanak kami jadi ceria dengan lagu-lagu manis yang telah bapak ciptakan.

 ....Kupandang langit penuh bintang bertaburan
berkelap-kelip seumpama intan berlian ...
Tampak sebuah lebih terang cahayanya
Itulah bintangku ... bintang kejora
yang indah selalu ...

(salah satu lagu AT Mahmud favorit saya)

No comments:

Post a Comment