Friday, September 14, 2012

[journey] Saung Angklung Padasuka




 

Senang rasanya ketika turun dari bis dan menjejakan kaki di halaman luas yang nampak asri dan berudara sejuk karena dinaungi beberapa pohon besar. Suasana khas daerah Jawa Barat langsung terasa ketika saya masuk ke kompleks bangunan yang ada di tempat itu.

Tempat yang saya datangi itu berada di kawasan pemukiman penduduk di
Jalan Padasuka 118, Bandung. Buat yang pernah ke tempat ini, pasti mengenal alamat ini dengan baik. Ya, tempat itu adalah sebuah lokasi wisata seni budaya sunda, Saung Angklung Mang Udjo. Ah, akhirnya kesampaian juga saya berkunjung ke sini, sebuah keinginan terpendam setelah sering menyaksikan liputan tentang Saung ini di televisi.



 

Hari itu, saya dan teman-teman dari rombongan Lintas Wisata akan menyaksikan pertunjukkan jam 04.00 sore. Setelah membayat tiket seharga Rp50.000 / orang, kami diberi souvenir berbentuk angklung mungil yang bisa digunakan sebagai kalung atau bros dan ditawari minuman, bisa pilih; air mineral atau bandrek. Saya pilih bandrek--minuman ringan khas Jawa Barat--yang rasanya menurut saya "pas banget", paduan rasa santan dan jahenya membuat badan terasa segar dan pegal-pegal langsung hilang (karena sebelumnya kita semua habis manjat Gunung Tangkuban Perahu), apalagi bandreknya disajikan hangat, menjelang sore hari pula ... nikmat deh !

Setelah urusan di pintu masuk selesai, kami dipersilahkan masuk ke arena
pertunjukan, melewati sebuah toko penjualan soevenir yang membuat mata saya jadi jelalatan  (biasa deh kalau sudah melihat barang-barang kerajinan, susah untuk membuat pandangan mata lurus ke depan). Setelah dengan selamat melewati toko souvenir itu, saya melihat sudah banyak yang duduk di tempat pertunjukkan angklung yang berbentuk seperti ampiteater mini. Saya juga melihat ada beberapa turis mancanegara di sana.


 

Tepat pukul 04.00 sore, acara pun dimulai dengan menampilkan berbagai kesenian Sunda. Diawali dengan demo wayang golek, lalu ada Helaran (kesenian untuk mengiringi upacara tradisional khitanan atau saat panen padi masyarakat Sunda), pencak silat dan disambung dengan tari-tarian tradisional, ada tari topeng, tari merak dan tentu saja jaipongan !  Suasananya betul-betul meriah,  ... Kalau melihat pertunjukkan seni tradisional ini, kagum rasanya dengan Indonesia yang kaya budaya, ini baru Jawa Barat ... bagaimana dengan daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia...


 

Keceriaan sore itu makin lengkap dengan penampilan alat musik bambu. Inilah pertunjukkan inti di Saung Mang Udjo. Para pengunjung diajak menikmati merdunya harmonisasi musik calung, arumba dan angklung lewat lagu-lagu yang sudah sangat akrab dengan telinga kita. Puncak acara adalah main angklung bersama. Jadi, kita bukan cuma disuruh nonton, tapi juga diajarkan bermain angklung. Bagaimana cara memegang angklung dan cara membunyikannya sehingga suara yang keluar enak didengar. Pembawa acaranya yang luwes memberikan kode dengan tangan, angklung mana yang dipegang pengunjung yang harus dibunyikan, sehingga terdengar rangkaian nada-nada lagu yang dimainkan.


 
Ternyata .... main angklung itu susah-susah gampang. Butuh kosentrasi dan yang lebih penting adalah kekompakan. Itulah sebabnya, alat musik angklung yang terbuat dari batang bambu ini disebut alat musik 5 M; Mudah, Murah, Mendidik, Menarik dan Massal. Wah, tahu asyik begini, pengen rasanya berlama-lama belajar main angklung.

Saung Angklung Mang Udjo, satu dari sedikit cagar budaya di Indonesia yang berkosentrasi pada seni musik tradisional. Saung Angklung ini didirikan pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena (alm) dan istrinya, Uum Sumiati. Karena kiprahnya melestarikan kesenian musik angklung, Mang Udjo dijuluki sebagai tokoh "Legenda Angklung". Tapi sebenarnya, ada sosok Daeng Soetigna (alm) yang disebut-sebut sebagai "Bapak Angklung Dunia."  Nah, Saung Angklung ini adalah upaya Mang Udjo untuk mewujudkan pesan Daeng Soetigna agar meneruskan misi memperkenalkan angklung ke seluruh dunia, bukan semata-mata untuk melestarikan budaya tapi untuk ikut mendorong terciptanya perdamaian dunia. Sebuah cita-cita mulia, mengingat di zaman sekarang ini perdamaian dunia menjadi hal yang terasa sulit terjangkau.

Selain sebagai obyek wisata, Saung Angklung Mang Udjo juga menjadi
laboratorium pendidikan. Satu hal yang mengesankan, Saung Angklung ini dibangun dan bisa bertahan hingga sekarang atas gotong royong sesama warga. Selain itu,  mereka juga melibatkan anak-anak dan remaja dalam semua pertunjukkan seni yang ditampilkan. Keren.



 

Waktu dua jam terasa begitu cepat. Usai main angklung bersama, acara ditutup dengan menari bersama. Enggan rasanya meninggalkan keceriaan dan kemeriahan sore itu. Pengunjung, satu per satu meninggalkan ampiteater mini itu dan beralih menyerbu toko souvenir yang saya lewati tadi. Belanja ... sudah pasti dong 
Di atas bis yang membawa saya kembali ke Jakarta,  terasa masih terngiang-ngiang alunan merdu suara angklung Saung Mang Udjo mengalunkan lagu-lagu masa kecil;

Burung Kakatua
Hinggap di Jendela

Nenek sudah tua
giginya tinggal dua
Ledrum ...
Ledrum ... Ledrum  la ... la...la ...

Suatu saat saya harus kembali ke sana, ke Saung Angklung Mang Udjo.
Ada yang mau ikut?
** multiply, 7 Juli 2010

1 comment:

  1. Mbak Lenna, bagus nih buat tambahan pengetahuan saya, meski saya orang Jabar dan kerap ketemu yang punya saung angklung tapi kan saya belum pernah ketemu sendiri di sanggarnya.

    Salam kenal ya mbak, yang dulu di Mp bukan? Saya follow ya?!

    ReplyDelete