Monday, August 13, 2012

[ Journey to Hajj ] Manjurnya Trik "Pakaian Dalam di Atas"



Awal Februari 2002 ...


Jantung saya kembali berdebar ketika pramugari Gulf Air mengumumkan bahwa dalam beberapa menit pesawat yang kami tumpangi akan mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah dan semua penumpang diminta memasang seat-bealt masing-masing.


Terus terang, yang membuat saya berdebar ketika itu, bukan karena saya akan memulai sebuah ritual penting bagi seluruh umat Islam, tapi ... entah namanya fobia atau apa, saat pesawat take-off atau landing adalah saat-saat yang sangat menyiksa buat saya. Yang pasti jantung saya berdetak lebih keras dan muncul beragam pikiran buruk, kalau-kalau ... pesawat gagal terbang, kalau-kalau pesawat gagal mendarat. Betul-betul menakutkan .

Saya bisa bernafas lega, seolah melepas beban yang begitu berat, ketika pesawat mendarat dengan mulus dan penumpang satu-persatu turun. Alhamdulillah ... akhirnya kami semua sampai dengan selamat di tujuan, setelah menempuh perjalanan panjang Jakarta-Arab Saudi selama hampir 18 jam !  Dan bisa dibayangkan bagaimana ketegangan yang saya rasakan, karena selama perjalanan saya harus merasakan 'fobia' take-off dan landing masing-masing tiga kali, pasalnya pesawat tiga kali transit di tiga tempat, Malaysia, Abu Dhabi dan Qatar. Satu-satunya yang menghibur saya selama belasan jam melayang-layang di udara adalah kru Gulf Air yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng .

Cuaca di bandara sore itu tidak terlalu panas. Angin gurun bertiup semilir. Bandara betul-betul ramai dan sibuk, menyambut kedatangan para tamu Allah dari seluruh penjuru dunia. Para pengangkut barang terlihat lalu lalang mendorong troley berisi puluhan koper yang rata-rata berukuran jumbo. Para jamaah yang menunggu diberangkatkan ke Makkah menggelar tikar dan lesehan di sekitar bandara, jumlahnya ratusan. Sementara penumpang pesawat yang baru turun, juga menumpuk, menunggu proses pemeriksaan di bandara.

Bisa dibilang proses pemeriksaan berlangsung berjam-jam. Karena petugas bandara memeriksa orang satu persatu termasuk koper-koper mereka. Beruntung, koper saya cuma dibuka dan dilirik sebentar. Itu karena saya menuruti nasehat jitu ibu saya. Letakkan (maaf) pakaian dalam di bagian atas, "supaya koper kamu enggak diaduk-aduk," kata ibu saya waktu bantuin nyusun baju-baju yang bakal dibawa.

Saya tertawa dan bertanya darimana ibu tahu trik itu, pasalnya ibu saya belum pernah ke Saudi. "Dari nasehat orang-orang yang pernah pergi haji," kata ibu saya. Katanya, petugas bandara bakal sungkan kalau pas buka koper, langsung ngeliat pakaian dalam perempuan .

Dan ternyata trik itu manjur. Begitu koper saya dibuka untuk diperiksa, petugas bandara cuma ngelongok koper saya sebentar, sambil ngelirik saya. Mungkin dalam hatinya, "Gila, masa gue musti megang-megang barang beginian sih ..". Saya pura-pura melengos dan tanpa basa basi si petugas langsung menutup koper saya kembali. Saya perhatikan, koper-koper milik orang lain ada yang sampe diaduk-aduk dan isinya berantakan, mungkin karena 'nyusun' isinya enggak pake trik .

Usai pemeriksaan koper dan tetek bengek imigrasi, saya dan rombongan masih harus menunggu bis yang akan membawa kami ke Makkah. Saya sempat ke toilet di bandara, dan 'terkaget-kaget' melihat disain toilet yang menurut saya 'primitif' untuk ukuran bandara internasional selevel bandara King Abdul Aziz. Gimana enggak, di toilet cuma ada semacam shower, terus wc nya, bukan wc duduk atau jongkok yang lazim kita temui di Indonesia. Wcnya seperti bagian lantai kamar mandi yang ditengahnya dilubangi secukupnya, dan dibagian kiri-kanannya tempat pijakan kaki, agak ditinggikan sedikit. Saya sempet risih dan bingung gimana cara 'buang hajat' nya.

Tapi itu kondisi tahun 2002 lalu. Saya tidak tahu apakah sekarang toiletnya sudah lebih modern, karena pemerintah Saudi setahu saya juga sudah melakukan perluasan dan renovasi di bandara King Abdul Aziz, utamanya di terminal khusus haji.


 

No comments:

Post a Comment