Thursday, August 9, 2012

Indahnya "Pelangi di Persia"


Perkenalan saya dengan Dina Y. Sulaeman atau saya sering menyapanya Mbak Dina, terjadi secara tak sengaja di sebuah milis yang kami ikuti. Waktu itu Dina bersama keluarganya masih tinggal di Teheran, Iran dan bekerja di radio Indonesia IRIB (Islamic Republic of Iran Broadcasting). Tentu saja saya sangat senang berkenalan dengan Dina karena saat itu (sampai sekarang) saya sedang terkena sindroma Ahmadinejad yang membuat saya jadi pengen tahu apa saja tentang Negara Para Mullah, Iran.

Kemudian saya sempat beberapa kali chatting dengan Dina di yahoo messenger. Saya masih ingat ketika Dina menceritakan akan menulis buku tentang tempat-tempat eksotis di Iran dan untuk itu ia akan melakukan perjalanan ke pelosok-pelosok Iran, menjelang kepulangannya ke Indonesia. Saya antusias sekali mendengarnya. Kala itu saya berharap keingintahuan saya tentang negara Iran-yang selama ini saya tahu serba sepotong-sepotong dari koran, internet atau cerita Dina sendiri-akan terjawab dalam buku Dina nanti.

Dan akhirnya ... buku Dina-yang menurut cerita Dina melalui perjuangan yang berat untuk mencari dan meyakinkan sejumlah penerbit agar mau menerbitkan bukunya-terbit juga. Buku setebal 297 halaman dilengkapi dengan 55 foto berwarna yang 'beautiful' itu berjudul "Pelangi di Persia" Menyusuri Eksotisme Iran.

Tentang "Pelangi di Persia"

Buku ini berisi catatan perjalanan Dina selama dua bulan menyusuri berbagai tempat di pelosok Iran. Meski sebelumnya saya pernah membaca buku serupa berjudul "The Hidden Face of Iran" yang ditulis penulis AS, Terrence Ward, namun di buku "Pelangi di Persia" saya banyak menemukan hal-hal baru tentang Iran.

"Pelangi di Persia" bukan hanya memuat kisah seru avonturir Dina dan kisah dibalik tempat-tempat yang dikunjunginya, tapi juga cerita tentang pengalaman penulis berinteraksi dan hidup di tengah orang-orang Iran yang penuh warna-warni bak pelangi. Buku ini juga memberikan pemahaman kita tentang sejarah peradaban bangsa Iran, sistem politik dan karakter bangsa Persia, yang membuat saya berdecak kagum.

Tak berlebihan rasanya kalau Dina menyebut Iran eksotis. Dan dibalik ke-eksotisan-negeri yang menganut mazhab Syiah ini, tersimpan potensi sebuah negara Muslim yang maju dan mandiri.

Membaca "Pelangi di Persia" membuat saya benar-benar seperti melihat warna-warni pelangi yang indah. Gaya Dina, dibantu suaminya, dalam menulis buku ini mampu membuat perasaan saya teraduk-aduk, antara kagum, sebal, takjub, kadang tersenyum membaca cerita-cerita yang lucu bahkan terharu.

Air mata saya hampir tumpah membaca kisah sopir taksi di Kerman, bernama Mehdi Zanggi Abadi. Dan saya begitu terharu membaca cerita Yadollah Turkzadeh, seorang pengrajin permadani buatan tangan yang kehidupannya sangat sederhana, tapi begitu ihklas menjalankan pekerjaan dan kehidupannya.

Saya tertawa geli, membayangkan perilaku Hasan Naseri, seorang sopir taksi di Shiraz, yang kena tilang polisi. Ia sampai mencium pipi pak polisi,  agar denda tilangnya tidak terlalu besar. Tapi ciuman Hasan, ternyata tidak membuat hati pak polisi luluh. Menurut penulisnya, menyogok polisi agar selamat dari tilang, bukan budaya masyarakat Iran. (Beda banget yah, sama Indonesia, hehehe).

Bagian-bagian di buku ini yang menceritakan tentang tipikal perempuan Iran, juga membuat saya tersenyum. Dina menceritakan betapa mahalnya "harga" perempuan di Iran. "Harga" disini maksudnya, betapa hak-hak perempuan Iran dalam rumah tangga sangat dilindungi. Saat pernikahan, mahar biasanya diminta dengan ukuran jumlah koin emas. Itulah sebabnya, poligami tidak populer di kalangan masyarakat Iran. Selain itu, kata Dina, karakter perempuan Iran, umumnya pemberani, bahkan bisa disebut galak. Sehingga di Iran justru populer istilah Zan Zalil, julukan untuk laki-laki yang takut isteri.

Rasa sebal saya muncul, membaca bagian buku yang menceritakan tipikal pedagang Iran yang kurang menghargai konsumen, atau ketika Dina menceritakan betapa menyebalkannya sopir-sopir taksi di Teheran, dan kebiasaan ngebut orang-orang Iran saat mengendarai mobil. Tapi saya tertawa dengan cerita seorang teman Dina, yang sudah nenek-nenek tapi ternyata hobi ngebut. Ada-ada saja.

Keindahan alam yang eksotis, kerukunan hidup antar umat beragama (Muslim Sunni dan Syiah, Kristen dan penganut Zoroaster hidup berdampingan dengan damai di Iran) penghargaan masyarakatnya terhadap seni, situs-situs bersejarah berusia ratusan tahun sebelum Masehi, mulai dari al-Quran kuno, Persepolis sampai musoleum dan masjid-masjid dengan arsitektur dan taman-taman yang indah di Iran, dideskripsikan nyaris sempurna dalam buku ini. Membuat saya tak henti-hentinya merasa takjub, dan jadi kepengen berkunjung ke Iran.

Peninggalan kuno berupa alat penangkap angin, jam air, alat pengolahan teh, tempat penyimpanan es, sistem irigasi, membuktikan bahwa bangsa Persia sejak berabad-abad lampau memang dikenal sebagai bangsa yang cerdas dan inovatif. Belum lagi cerita tentang tradisi perayaan tahun baru Iran dengan jamuan khususnya bernama Sufreh Haft Sin dan hari-hari duka cita peringatan hari Karbala.

Kekaguman saya makin bertambah, setelah mengetahui semangat rakyat Iran dalam mempertahankan hak-haknya di masa kini dan penolakan mereka atas tekanan dari negara-negara Barat. Embargo tidak membuat bangsa Iran cengeng dan lemah, malah mendorongnya menjadi lebih maju dan kuat. Dalam beberapa hal, saya merasa Iran lebih maju dan modern ketimbang Indonesia dan saya merasa bahwa rakyat Indonesia harus banyak bercermin dari pengalaman dan semangat rakyat Iran.

Dan saya melihatnya, semua itu tidak lepas dari pengaruh pemimpin-pemimpin negara Iran yang mampu mengilhami dan menjadi contoh yang baik bagi rakyatnya, didukung sistem politik dan tata negara Iran yang kalau saya baca dari buku ini, koq lebih bagus dari sistem demokrasi yang digembar-gemborkan Amerika Serikat.

Masukkan dari Saya

Cuma sedikit kekurangan dalam buku ini dan mungkin bisa diperbaiki jika buku ini nanti dicetak ulang. Yaitu kualitas fotonya yang kurang jelas, terkesan buram. Mungkin akan lebih cantik kalau khusus foto-fotonya dicetak satu halaman penuh dengan kertas yang lebih lux (kertas yang licin itu loh, apa sih namanya?). Dan sepertinya akan lebih menarik, kalau Dina menyisipkan peta lokasi yang ia kunjungi di buku itu. Tambahan lainnya, ukuran bukunya kayaknya terlalu gede deh Din, coba kalau agak kecil jadi enak dipegang tangan dan praktis masuk ke tas, hehehe.

Anyway, terima kasih buat Dina yang sudah mengajak saya berpetualang ke Iran lewat bukunya.

"Pelangi di Persia" is more than a travelling guide book, but it is also a history and an interesting story book about Iran, all in one packet. 
*mp, 1 Februari 2008

No comments:

Post a Comment