Wednesday, August 15, 2012

[ Journey to Hajj ] Mina: Lempar Jumrah yang Menegangkan



Usai wukuf, hari itu juga menjelang matahari terbenam kami bersiap-siap meninggalkan Arafah yang penuh kenangan. Saya dan rombongan yang mengambil program jalan kaki saat ke Arafah, memilih kembali berjalan kaki untuk kembali ke Mina.

Sama seperti ketika menuju Arafah, jalan kaki ke Mina sungguh pengalaman yang menakjubkan. Jalur jalan kaki dipenuhi manusia-saya pikir lebih padat dibandingkan pada saat menuju Arafah-yang mengenakan pakaian ihram serba putih. Bayangan tentang Padang Mahsyar, tempat manusia dikumpulkan pada hari kiamat, kembali terbayang melihat lautan manusia di tengah padang pasir Mina yang luas. Bayangan itu makin terasa dan membuat hati ini jadi ciut mengingat bagaimana nasib kami nanti di hari pertanggungjawaban, ketika mabit di Muzdalifah.

Semua orang berhenti berjalan untuk bermalam dan mencari baru kerikil untuk lempar jumrah esok harinya di Mina. Sejauh mata memandang, hanya warga putih yang terlihat bahkan sampai ke bukit-bukit batu di sekitar kami bermalam di Muzdalifah. Saya dan rombongan duduk di pinggir jalan sambil mencoba memejamkan mata untuk tidur sebentar. Padatnya manusia, hanya bisa membuat kami selonjoran kaki sampai adzan Subuh terdengar. Usai menunaikan salat Subuh, kami melanjutkan perjalanan menuju tenda kami di Mina.

Alhamdulillah, tak berapa lama kemudian kami kembali ke tenda dengan selamat. Kami langsung ditawari untuk melakukan lempar jumrah pertama, ke jumrah Aqabah. Pimpinan rombongan kami menawarkan lempar jumrah pagi hari, untuk menghindari kepadatan di siang hari.

Lempar Jumrah


Pengalaman melempar jumrah, mulai dari jumrah aqabah, jumrah wusta dan jumrah ula, terutama di hari tasyrik, bagi saya merupakan pengalaman yang paling mencekam. Gimana enggak, jutaan jemaah haji pada saat yang nyaris bersamaan menuju ke satu tempat yang sama, lokasi lempar jamarat yang sebenarnya sangat sempit. Lokasi lempar jumrah adalah pilar terbuat dari batu yang dikelililngi pagar tembok setinggi satu meter. Dari pinggir pagar itulah para jamaah melempar tujuh baru kerikil ke arah pilar sambil bertakbir.

Sudah pasti untuk mencari posisi yang cukup dekat ke pinggir pagar tembok agar lemparan batu kita mengenai pilar, butuh perjuangan yang berat, berdesak-desakan, kedorong-dorong, yang penting jaga keseimbangan agar jangan sampai terjatuh karena terdorong orang. Kalau jatuh, akan susah untuk bangkit karena padatnya manusia dan resikonya, kita bisa terinjak-injak. Peristiwa seperti inilah yang kadang  terjadi di lokasi Jamarat, sehingga prosesi lempar jumrah kerap menelan banyak korban jiwa.

Rombongan kami selalu mengatur strategi agar bisa melaksanakan lempar jumrah dengan aman. Pada saat lempar jumrah juga sebaiknya tidak mengenakan sandal atau sepatu, karena bisa dipastikan sandal bakal lepas dan untuk menghindari resiko sandal terinjak yang membuat kita jatuh. Saya hanya mengenakan kaos kaki tebal ketika lempar jumrah, untuk mengurangi rasa sakit karena menginjak batu-batu kerikil yang bertebaran di sekitar lokasi Jamarat. Soal kepala atau jidat kena lemparan kerikil, sudah menjadi hal yang biasa, karena kadang ada jamaah yang ngelemparnya kelewat bersemangat, atau nekat melempar kerikil dengan jarak yang masih jauh dari pilar ...

Padahal lempar jumrah yang dilakukan untuk memperingati saat nabi Ibrahim digoda oleh setan agar tidak melaksanakan perintah Allah menyembelih putranya Ismail, maknanya adalah agar manusia melawan setan yang ada dalam dirinya, yang selalu menggoda dan menyampaikan bisikan-bisikan agar manusia melanggar perintah Allah swt.

Jujur, pada saat prosesi lempar jumrah saya betul-betul merasa ngeri melihat manusia yang begitu berjubel, saya sempat ragu mampukah saya melakukan ini semua ... kala itu saya cuma memohon kekuatan dan berserah diri pada Allah, jika hal buruk menimpa saya selama lempar jumrah yang berlangsung tiga hari berturut-turut itu.

Ketika para jamaah haji di Mina melaksanakan lempar jumrah hari pertama pada 10 Dzulhijah, kemudian bertahalul awal (memotong rambut), umat Islam di seluruh dunia menunaikan salat iedul Adha dan memotong hewan kurban.  

Jalan Kaki Lagi


Hari itu juga, pada sore hari, saya dan rombongan menuju Makkah. Bagi yang ikut program jalan kaki sejak ke Arafah, lalu kembali ke Mina, memang disarankan untuk juga melakukan jalan kaki ke Makkah, kecuali yang kondisi fisiknya sudah tidak memungkinkan lagi. Dan saya pun memilih jalan kaki dari Mina ke Makkah yang jaraknya sekitar 7 kilometer. Tapi mereka yang tidak ikut program jalan kaki, banyak juga yang memilih jalan kaki ke Makkah untuk menghindari kemacetan. Untunglah cuaca sore itu tidak terlalu panas dan kami bisa menikmati perjalanan kami ke kota Makkah

Sampai di Makkah, meski sudah sangat letih, kami langsung melakukan tawaf ifadah dilanjutkan dengan sa'i haji. Menjalani semua rangkaian ibadah haji ini, benarlah kata orang bahwa haji bukan hanya ibadah spiritual tapi juga fisik, membuat saya berpikir sebaiknya berhaji memang ketika usia masih muda dimana fisik masih kuat, jika sudah mampu untuk menunaikan ibadah haji, prioritaskanlah untuk menunaikan rukum Islam ke-lima ini.

Di Makkah suasana Masjid Haram juga sangat padat,  tawaf dan sa'i pun butuh waktu lebih lama karena harus pelan-pelan karena penuh sesaknya jamaah.  Di tengah-tengah rangkaian prosesi itu, kami menunaikan ibadah maghrib dan Isya.  

Selesai sa'i ... selesailah amalan hari Nahr, hari itu Air mata haru kembali berurai, puji dan syukur tak putus-putusnya kami panjatkan pada Allah. Saya merebahkan diri sebentar di halaman Masjid Haram sambil menatap langit Makkah yang biru dihiasi kelip-kelip bintang.  Terimakasih ya Robbi atas anugerah yang telah Engkau berikan ...

Dari Makkah, kami kembali ke Mina dengan menggunakan bis kecil. Di Mina, selama dua hari kami menyelesaikan prosesi lempar jumrah selama dua hari. Alhamdulillah ... semua berjalan lancar dan kami harus kembali ke Makkah, menunggu saat tawaf terakhir, tawaf wada atau tawaf perpisahan. Tak terasa, detik-detik kami harus meninggalkan tanah suci sudah semakin dekat ...

No comments:

Post a Comment