Sunday, August 12, 2012

[Journey to Hajj] Memori Pasar Seng


 
 
“Pasar Seng sudah enggak ada Len, sudah dibongkar buat perluasan Masjid Haram. Bangunan-bangunan ada di dekat masjid juga katanya bakal kena bongkar juga …”  kata Ustadzah yang biasa membimbing pengajian karyawan perempuan di kantor kami.

Beliau memang baru pulang umrah dari tanah suci dan bercerita tentang kesan-kesannya di Tanah Suci selama menjalankan ibadah haji kecil.

Buat saya, mendengar cerita dan pengalaman ke Tanah Suci, entah itu berhaji atau umrah tidak pernah membosankan. Selalu saja ada kisah penuh hikmah dan ujung-ujungnya bisa dipastikan cerita akan berakhir dengan keinginan untuk kembali dan kembali lagi ke sana.

“Kota Makkah pastilah sudah banyak berubah dibandingkan enam tahun lalu. Begitu juga Masjid Haram, makin diperluas agar bisa menampung para tamu Allah yang selalu ramai sepanjang tahun,” gumam saya.

Masih lekat dalam ingatan saya , suasana pasar Seng, pasar tradisional yang letaknya tak jauh dari Masjid Haram. Katanya sih, nama Pasar Seng ini hanya populer bagi jamaah haji Indonesia. Karena orang Arab lokal, tak pernah tahu apa nama pasar itu sebenarnya. Orang Indonesia menyebutnya Pasar Seng, karena konon toko-toko gaya kaki lima di pasar itu dulu banyak yang beratapkan seng, jadilah disebut Pasar Seng.

Meski harus bersaing dengan tempat perbelanjaan modern yang sudah banyak dibangun di sekeliling Masjid Haram. Pasar Seng kala itu, masih menjadi tempat favorit para jamaah haji di Makkah. Pasar Seng tak pernah sepi pembeli dan bagi orang Indonesia, belanja di Pasar Seng seperti belanja di Tanah Abang, karena penjualnya rata-rata bisa berbahasa bahasa Indonesia, meski cuma sepatah atau dua patah kata.

Meski ramai pembeli, jangan harap kita dilayani begitu suara adzan terdengar. Para pedagangnya langsung menghentikan semua aktivitas jual beli dan menutup tokonya, kalau perlu mengusir pembelinya yang masih ada di dalam toko. Pedagang yang tokonya dekat dengan masjid, biasanya langsung pergi ke masjid. Yang agak jauh, langsung menggelar sejadahnya dan salat di dalam toko.

Saking menariknya Pasar Seng, sampe ada lelucon buat ibu-ibu yang biasanya doyan belanja kalau pergi kemana-mana. ”Ibu-ibu, ingat ya ... disini kita sedang ibadah, jadi tawafnya mengelilingi Ka’bah. Jangan tawaf di Pasar Seng ...” begitu bunyi lelucon itu yang biasanya disambut tawa malu-malu ibu-ibu.

'Mengembara’ di Pasar Seng memang asyik. Karena kalau beruntung, bisa menemukan benda-benda unik khas Islam dari berbagai negara, karena para penjual di Pasar Seng juga berasal dari berbagai negara yang mengais rejeki di Saudi.
 
 
Tapi kenangan saya tentang Pasar Seng adalah sebuah warung bakso kecil yang letaknya nyempil di antara jejeran toko-toko. Beruntung, waktu di Makkah, hotel tempat sayamenginap tak jauh dari Masjid dan tentu saja dari Pasar Seng.  Di samping hotel, berjajar toko-toko para pedagang Pasar Seng dan salah satunya adalah sebuah warung bakso kecil milik orang Indonesia, yang sering saya kunjungi selama berada di Makkah.

Rasa baksonya sih sebenarnya enggak istimewa, biasa-biasa saja. Tapi, karena sedang jauh dari tanah air, menemukan makanan seperti bakso, wah enggak kebayang rasanya. Apalagi ketika itu Saudi sedang musim dingin,  kuah bakso yang panas dan pedas rasanya nikmaaatttt banget diseruput sehabis salat Isya, atau sebagai pelepas lelah usai tawaf (di Ka’bah loh, bukan di Pasar Seng ) dan minumnya teh manis hangat ..... ( enam tahun lalu, di Saudi semua jenis minuman ada, cuma satu yang enggak ada, minuman kesukaan saya, Teh Botol Sosro ....)

Yang unik lagi, penjual baksonya membolehkan pembelinya memilih mata uang apa yang akan digunakan untuk membayar harga bakso dan makanan lain yang mereka beli. Boleh pake dollar, riyal atau rupiah, setelah disetarakan nilainya tentunya.

Tukang bakso di Pasar Seng cuma serpihan kecil kenangan manis selama sebulan di Tanah Suci. Begitu banyak kenangan yang kadang muncul begitu saja membuat kerinduan untuk kembali kesana kembali membuncah. Rindu untuk kembali menjadi tamu Allah ....
”Allahumma balighna Makkata wal Madiinata wal Arofah ... warzuqnal hajjal Mabrur ...”

( Ya Allah, hantarkanlah kami ke bumi Makkah, Madinah dan Arofah. Dan berilah kepada kami haji yang mambrur ... )

*mp, 27 Mei 2008

No comments:

Post a Comment